Alhasil, kepemimpinan Oerip tak berjalan mulus. Banyak pimpinan TKR di bekas daerah PETA yang belakangan tidak mengakui kepemimpinan Oerip.
Di titik kritis ini, Inggris dan Belanda bergerak semakin dalam ke berbagai wilayah Indonesia untuk membebaskan tawanan perang yang Jepang tahan.
Tak sedikit tawanan tersebut dipersenjatai ulang, sehingga membuat mereka semakin kuat. Bahkan Markas Besar TKR di Jakarta telah mereka duduki.
Dalam kondisi genting ini, para Perwira TKR meminta pemerintah segera mengangkat panglima tentara atau menteri keamanan.
Namun pemerintah mengabaikan permintaan itu. Oerip yang gerah lalu memanggil semua panglima divisi dan resimen TKR untuk menghadiri Konferensi Tentara Keamanan Umum TKR di Markas Besar Tentara di Yogyakarta pada 12 November 1945.
Namun menurut AH Nasution, sebenarnya Oerip mengundang seluruh wakil tentara dan laskar untuk mendiskusikan koordinasi dan strategi melawan kemungkinan agresi Belanda yang membonceng tentara Sekutu.
Sayangnya ia tak bisa memimpin rapat. “Oerip terlihat tak bisa memimpin rapat. Dia susah menguasai jalannya pembicaraan,” ucap Nasution dalam buku TNI Jilid 1.
Lalu isu rapat pun berhasil dibelokkan oleh mantan prajurit PETA bernama Holland Iskandar. Dengan dukungan peserta rapat yang didominasi mantan koleganya, ia berhasil mengambil alih pimpinan sidang.
Baca Juga: Menit-menit Mencekam Mei 1998, Saat BJ Habibie Copot Prabowo Subianto dari Pangkostrad
Lalu ia berusaha meyakinkan peserta rapat bahwa TKR membutuhkan pemimpin atau Panglima Besar. “Saya yakin mereka (kelompok PETA) sudah membicarakannya sebelum sidang. Holland Iskandar hanya sedang akting,” ungkap Nasution dalam buku Profesor Salim Said, Genesis of Power.
Dalam rapat 12 November 1945 itu, para peserta kebanyakan adalah komandan resimen yang berpangkat letnan kolonel.
Namun gelagat tidak tertib sudah tercium dalam rapat tersebut karena banyak anggota yang menenteng pistol. Rusuhnya rapat itu kemudian berusaha diatasi dengan pemungutan suara demi penentuan nama Panglima TKR.
Bahkan, eks KNIL, Didi Kartasasmita, menggambarkan rapat yang berlangsung tak ubahnya gaya koboi. “Hampir semuanya pegang senjata. Gila, sebuah pertemuan yang revolusioner,” cetusnya ke Salim Said.
Pemilihan pun berlangsung sederhana. Nama-nama calon tertulis di papan tulis. Lalu panitia menyampaikan nama calon dan pendukung mereka diminta mengacungkan tangan sebagai tanda setuju.
Artikel Terkait
HUT TNI ke 80 di Monas, Dinas LH Kerahkan 2.100 Petugas Kebersihan dan 22 Road Sweeper
Juanda dan Gondangdia Bakal Sesak, KRL Prediksi Diserbu 1 Juta Penumpang di HUT TNI ke 80, Ini Stasiun Rawan Padat dan Alternatif
HUT TNI ke 80 di Monas: Tampilkan 1.047 Alutsista, 133 Ribu Prajurit dan Rakyat Ramaikan Puncak Acara
HUT TNI ke 80: LRT Cuma Rp80 di 6 Stasiun, CFD Tetap Jalan dan Puncak Keseruan di Monas
Puncak HUT TNI ke 80 di Monas: Makan Gratis, Bagi-Bagi Sembako dan Doorprize 200 Motor