Saat itu, Oerip Soemahardjo ditunjuk sebagai Kepala MBO. Demi koordinasi, maka dibentuklah tiga komandemen.
Mereka yang ditunjuk menjadi Panglima Komandemen itu adalah Didi Kartasasmita di Jawa Barat, Soedibyo di Jawa Tengah, dan Muhammad Mangoendiprojo di Jawa Timur.
Baca Juga: Potret Buram Mayor Sabarudin, Tentara Psikopat Era Kemerdekaan yang Cuma Tunduk pada Tan Malaka
Ketiganya perwira itu adalah mantan anggota KNIL. Namun, Komandemen Jawa Timur dan Jawa Tengah disebut-sebut tidak berjalan baik lantaran mendapat penolakan dari para mantan pasukan PETA.
Kondisi menegaskan itu disampaikan salah satunya oleh Ulf Sundhaussen, penulis buku "Politik Militer Indonesia 1945-1967 Menuju Dwi Fungsi ABRI".
Tokoh KNIL ditolak, kecuali sejumlah nama seperti GPH Poerbonegoro dan Gatot Soebroto. Sekalipun Gatot sebetulnya juga pernah menjadi bagian dari PETA.
Kondisi ini juga diperkuat dengan fakta bahwa jumlah mantan tentara PETA lebih banyak ketimbang KNIL. Dan akhirnya aroma ketidaksukaan banyak eks PETA atas dominasi KNIL sampai juga ke telinga Oerip Soemohardjo.
Baca Juga: Cerita Tentang Laswi, dari Mangga Tuti Amir Hingga Duo Maung Bikang yang Doyan Penggal Kepala Musuh
Benturan KNIL vs PETA juga diperparah dengan aksi-aksi pemberontakan di daerah. Sebut saja, Permesta di Sulawesi dan Republik Maluku Selatan (RMS) yang banyak diisi oleh mantan KNIL
Ada juga rasa saling curiga yang juga kerap terjadi mengingat para tentara KNIL dituding masih banyak yang setia kepada Kerajaan Belanda.
Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PBNU Agus Sunyoto bahkan pernah menuduh para eks KNIL ada di balik tragedi 1965. Namun tak ada bukti sahih terkait tuduhan tersebut.
Terlebih, sejarah bangsa ini tak akan melupakan bahwa KNIL terlibat dalam banyak perang melawan kelompok pribumi di daerah.
Antara lain, Perang Padri (1821–1845), Perang Jawa (1825–1830), penumpasan perlawanan rakyat Bali terhadap pemerintahan kolonial pada 1849, dan Perang Aceh yang berkecamuk berkepanjangan (1873–1904).
Kebijakan Naik Pangkat KNIL Menambah Bara
Perlakuan “anak emas” yang diterima mantan KNIL oleh pemerintah menimbulkan rasa iri para pejuang. Bukan hanya PETA.
Artikel Terkait
HUT TNI ke 80 di Monas, Dinas LH Kerahkan 2.100 Petugas Kebersihan dan 22 Road Sweeper
Juanda dan Gondangdia Bakal Sesak, KRL Prediksi Diserbu 1 Juta Penumpang di HUT TNI ke 80, Ini Stasiun Rawan Padat dan Alternatif
HUT TNI ke 80 di Monas: Tampilkan 1.047 Alutsista, 133 Ribu Prajurit dan Rakyat Ramaikan Puncak Acara
HUT TNI ke 80: LRT Cuma Rp80 di 6 Stasiun, CFD Tetap Jalan dan Puncak Keseruan di Monas
Puncak HUT TNI ke 80 di Monas: Makan Gratis, Bagi-Bagi Sembako dan Doorprize 200 Motor