• Minggu, 21 Desember 2025

Tanpa Polisi Istimewa, Takkan Ada Hari Pahlawan: Menguak Peran M Jasin di Balik Pertempuran 10 November 1945

Photo Author
- Minggu, 2 November 2025 | 09:00 WIB
Moehammad Jasin, perwira polisi sekaligus tokoh penting di balik pertempuran 10 November yang namanya nyaris terlupakan sejarah (Foto: Wikipedia)
Moehammad Jasin, perwira polisi sekaligus tokoh penting di balik pertempuran 10 November yang namanya nyaris terlupakan sejarah (Foto: Wikipedia)

KONTEKS.CO.ID - Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia menundukkan kepala guna mengenang perjuangan para pahlawan di Surabaya. Nama Bung Tomo selalu disebut, dan teriakan "Allahu Akbar!" yang menggetarkan langit kota itu menjadi simbol perlawanan arek-arek Suroboyo.

Namun siapa sangka, di balik pekik takbir itu, ada satu nama polisi yang nyaris terlupakan. Nama polisi bahkan tak secuilpun diungkit-ungkit dalam peristiwa Hari Pahlawan.

Padahal peran anggota Korps Bhayangkara itu sangat utama karena tanpa polisi tidak ada yang namanya Hari Pahlawan yang setiap tahun diperingati rakyat Indonesia.

Baca Juga: Sie Kong Lian, Sosok Penting di Balik Pekik Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928: Bapak Kos Para Tokoh Pemuda yang Hibahkan Rumah demi Sejarah Indonesia

Namanya Inspektur Polisi Kelas I, Moehammad Jasin. Pria gempal ini merupakan sosok yang justru menjadi jantung dari perlawanan pertama di Surabaya.

"Tanpa peran M Jasin dan pasukan polisi istimewa, tidak akan ada peristiwa 10 November," ujar salah satu pelaku sejarah pertempuran Surabaya kala itu, Jenderal TNI Muhammad Wahyu Sudarto sebagaimana dikutip dari buku 'Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia' terbitan Gramedia Pustaka Utama.

Beberapa pekan setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya 21 Agustus 1945, polisi di Surabaya melakukan langkah berani dengan mengumandangkan Proklamasi Polisi.

Mereka memproklamasikan diri sebagai Polisi Republik Indonesia (Polri), bertekad setia kepada Republik yang baru lahir, bukan lagi kepada Jepang yang sudah menyerah.

"Untuk bersatu dengan rakyat dalam perjuangan mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945," demikian bunyi pernyataan mereka. Di akhir teks itu, yang tertera jelas nama Moehammad Jasin.

Baca Juga: Vespa Kongo, Jejak Keberanian Pasukan Garuda di Jalan Perdamaian Dunia

Keputusan itu bukan tanpa risiko. Jepang saat itu masih bersenjata lengkap dan memerintahkan polisi menyerahkan senjatanya. Namun, Jasin menolak tegas. Ia tahu, tanpa senjata, perjuangan rakyat hanya akan menjadi mimpi di siang bolong.

"Omong kosong kalau ada yang mengaku di bulan Agustus 1945 memiliki kesatuan bersenjata. Yang ada pada waktu itu hanya pasukan-pasukan polisi istimewa pimpinan M Jasin," imbuh Sudarto.

Serbu Gudang Senjata Jepang, Serahkan ke Rakyat

Jasin tak hanya berani menolak perintah Jepang, melainkan juga memimpin operasi pelucutan senjata. Ia dan pasukan Polisi Istimewa atau Central Special Police (CSP) saat itu dengan gagah berani menyerbu gudang-gudang senjata milik tentara Dai Nippon di Surabaya, tepatnya dari Kaliasin hingga Sawahan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Jimmy Radjah

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X