Baca Juga: Menit-menit Mencekam Mei 1998, Saat BJ Habibie Copot Prabowo Subianto dari Pangkostrad
Sementara kalkulasi suara langsung ditulis di papan tulis.
Di samping didukung luas dari tentara eks Peta, Soedirman, juga dipilih oleh utusan dari Sumatera, Kolonel Moh Noch.
Suara Moh Noch, yang mewakili enam divisi di Sumatera, ikut menjadi penentu kemenangan Soedirman dalam pemilihan Panglima TKR.
Ketika rapat berlangsung ada sejumlah tokoh yang diusulkan menjadi kandidat panglima. Misalnya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Widjoyo Soerjokoesomo, GPH Poerbonegoro, Oerip Soemohardjo, Soedirman, Soerjadharma.
Jenderal Besar AH Nasution menuturkan, dalam rapat terungkap sebagian besar pimpinan TKR tak ingin Oerip mengisi jabatan tertinggi di TKR.
Hasilnya bisa ditebak, Soedirman mengungguli Oerip dengan skor tipis 22:21 atau berbeda 1 suara. Dalam rapat itu kemudian disepakati Soedirman akan diusulkan menjadi panglima tentara.
Oerip dikabarkan kecewa karena merasa lebih berpengalaman dan lebih senior ketimbang Soedirman. Saat itu ia berusia 51 tahun, sedangkan “lawannya” Sudirman baru berusia 33 tahun.
Begitu pun soal pangkat. Ketika pemilihan, Soedirman hanya berpangkat kolonel dengan jabatan Komandan Resimen I/Divisi I TKR.
Oerip merupakan perwira staf yang mumpuni dalam keorganisasian. Tapi latar belakang sebagai mantan perwira KNIL membuatnya dicurigai.
Baca Juga: Salim Group, Raksasa Ekonomi yang Pernah Berada di Titik Terendah Bisnis, Politik, dan Krisis
Keadaan ini berbeda dengan Soedirman. Mantan guru sekolah Islam itu disenangi para perwira muda, khususnya kalangan PETA yang banyak bergabung ke TKR.
Demikian dinamika yang terjadi di TNI saat masa kemerdekaan sebelum menjelma menjadi kekuatan solid dengan rakyat sekarang ini. ***