• Minggu, 21 Desember 2025

Salim Group, Raksasa Ekonomi yang Pernah Berada di Titik Terendah Bisnis, Politik, dan Krisis

Photo Author
- Sabtu, 22 Februari 2025 | 20:15 WIB
Para pendiri Salim Group dalam frame foto. (Tangkapan Layar Youtube)
Para pendiri Salim Group dalam frame foto. (Tangkapan Layar Youtube)

KONTEKS.CO.ID - Mei 1998 menjadi titik balik bagi konglomerat Indonesia, terutama bagi pendiri Salim Group, Sudono Salim. Krisis moneter yang melanda Indonesia membawa dampak besar terhadap bisnisnya yang selama puluhan tahun berkembang pesat.

Sudono Salim memiliki hubungan erat dengan Presiden kedua RI, Soeharto. Sebelum menjadi konglomerat, ia berkiprah dalam bisnis impor cengkeh dan logistik tentara pascakemerdekaan.

Jaringan bisnisnya yang luas menarik perhatian Kolonel Soeharto, yang akhirnya menjalin kerja sama dengannya.

Baca Juga: Kisah Kelam Isaac Newton, Jenius Sains yang Pernah Gagal dalam Investasi Saham

Perkenalan keduanya terjadi melalui sepupu Salim, Sulardi. Berkat hubungan ini, Salim menjadi pemasok logistik pasukan Kolonel Soeharto selama Perang Kemerdekaan (1945-1949). Hubungan tersebut kemudian membawa perubahan besar dalam kehidupan Salim.

"Setelah Soeharto meraih kekuasaan di Indonesia pada pertengahan 1960-an dan menjadi presiden, ia didukung oleh sekelompok pengusaha kroni, yang terbesar dan terkuat adalah Liem Sioe Liong," tulis Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam buku Liem Sioe Liong dan Salim Group (2016).

Selama tiga dekade, hubungan ini saling menguntungkan. Soeharto melindungi bisnis Salim dan memastikan kelancarannya. Sementara Salim, melalui Salim Group, memberikan dukungan finansial bagi Soeharto dan lingkaran dekatnya.

Baca Juga: Benny Moerdani, Raja Intel 'Anti Islam' yang Pernah Bantu Taliban, Saat Meninggal Sempat Dikafani dan Dibacakan Yasin

Kedua belah pihak pun menikmati kejayaan masing-masing. Namun, keberuntungan itu tidak berlangsung selamanya. Krisis moneter 1998 menjadi titik balik yang mengubah segalanya.

Sasaran Amukan Massa

Salim Group berhasil membangun kerajaan bisnis yang mencakup tiga sektor utama: perbankan (Bank Central Asia/BCA), industri bangunan (Indocement), dan makanan (Bogasari serta Indofood). Namun, krisis ekonomi 1998 mulai menghantam bisnisnya, dengan BCA menjadi yang paling terdampak.

Menurut sejarawan MC Ricklefs dalam "Sejarah Indonesia Modern" (2009), krisis ini memicu kepanikan di kalangan nasabah BCA, yang menarik dana mereka secara besar-besaran (rush).

Baca Juga: Oesin Batfari, Kriminal yang Jalani Eksekusi Hukuman Mati Pertama di Indonesia

Antrean panjang di depan bank mencerminkan hilangnya kepercayaan masyarakat, membuat BCA terancam bangkrut.

Pada Mei 1998, situasi semakin memburuk. Kedekatan Salim dengan Soeharto menjadi bumerang, terutama setelah krisis ekonomi berujung pada kemelut politik.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X