Baca Juga: Nestapa The Sin Nio, Mulan Versi Indonesia yang Jadi Gelandangan di Akhir Hidupnya
Sebenarnya ada banyak lelaki yang ingin menikahinya secara resmi. Sayangnya Dolly menolak.
Ia lebih memilih menjadi single parent. Alasannya sederhana, ia tak ingin anak laki satu-satunya menerima perlakuan kasar dari ayah tiri.
Sejarah Lokalisasi Gang Dolly: Jadi Germo di Surabaya
Awal 1960-an Dolly hijrah ke daerah Kembang Kuning, sebuah kompleks pelacuran di Surabaya. Ia menjadi anak asuh Tante Beng, seorang muncikari tersohor pada masanya.
Baca Juga: Kisah Gusti Nurul, Kembang Mangkunegara Pujaan Tentara, Sultan, Hingga Perdana Menteri dan Presiden
Delapan tahun ia menjadi anak asuh kesayangan Tante Beng. Ia pun mulai mengumpulkan aset, termasuk ilmu pembelajaran menjadi germo.
Tahun 1969, si cantik Dolly memutuskan pindah ke kawasan Kupang Gunung, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya.
Di sini, ia membangun rumah di bekas lahan kuburan China. Dolly mulai mengusahakan wisma, istilah lain untuk rumah bordil.
Baca Juga: Dua Dunia Ratmi B29: Veteran Perang Peraih Bintang Gerilya Hingga Ratu Panggung Hiburan
Dari satu wisma, ia mampu mengolahnya hingga berkembang menjadi enam wisma di Jalan Kupang Gunung Timur I. Bahkan ada yang mengatakan delapan wisma. Rata-rata setiap wisma menampung sekitar 28 PSK.
Di antara berbagai wisma itu ada nama Wisma Tentrem, Wisata, Mamamia, Madona, dan Wisma Nusantara Baru.
Semua pembangunan rumah bordil itu terbangun tanpa bantuan arsitek atau pemborong. Dolly mengaku memandu sendiri pembangunannya. Ini adalah kemampuan yang ia pelajari dari orang tuanya.
Baca Juga: Barisan Terate, Pasukan Khusus Pelacur dan Maling Penghancur Daya Tempur Belanda
Bangun Banyak Wisma atau Rumah Bordil
Namun, ia menolak mentah-mentah "gelar" sebagai muncikari atau germo. Dolly memang sempat menjadi germo, tapi itu hanya sebentar.
Dia memang membangun rumah bordil yang kemudian ia sewakan kepada orang lain. Jadi Dolly tinggal mengambil uang sewa.
Mengapa ia tak suka menjadi germo? Dolly pun memberikan jawaban menyentuh. "Aku iki gak mentolo (tidak tega) jadi germo, keluargaku tidak ada yang turunan germo. Anake wong (anak orang) kasihan (jadi PSK). Kalau jual 'daging' aku pengalaman, tapi kalau jadi germo aku tidak bisa," paparnya.
Baca Juga: Buronan Legendaris Eddy Sampak: Perampok Tersadis Bunuh 4 Tentara, Buron 22 Tahun, Tertangkap Saat Sudah Jadi Tokoh Agama
Dolly menambahkan, dirinya tidak ingin menjadi germo karena tahu menjadi pekerja seks itu sungguh tidak enak. "PSK itu sakralen, jadi PSK itu kasihan. Sengsara di dunia," tuturnya.
Namun ia menegaskan, profesi PSK bukanlah dosa. Ia melihat para pekerja seks itu berasal dari macam-macam latar belakang. Mulai dari yang putus cinta dan ada yang karena kesulitan ekonomi.
Satu hal yang pasti, tegas Dolly, mereka cuma cari makan.
Kekayaan dan Jiwa Sosial Dolly
Dari sepak terjangnya di industri lendir, tentu banyak orang yang bertanya, seberapa kayakah Dolly?
Menjawab pertanyaan itu, ia hanya merinci setiap 10 hari ia menerima uang Rp2,1 juta dari satu wisma. Setoran sewa itu terjadi pada 1991 saat kurs USD terhadap rupiah sekitar Rp2.000 per dolar AS.
Uang sewa wisma, menurut dia, tidak besar sehingga habis terbagi ke anak-cucunya. Dolly menegaskan kembali bahwa dirinya tidak kaya miliaran rupiah.
Baca Juga: Sejarah Piala Eropa atau Euro: Diawali Mimpi Henri Delaunay, Sudah Tiga Kali Ganti Nama
"Tapi aku 'Sugihman', sugih kepribadian. Jadi aku tidak kaya tapi cukup dimakan orang banyak," tegasnya.
Dirinya ingin tahu rasanya mengurus orang banyak lantaran pernah menjadi anak angkat orang lain. Jadi Dolly ingin tahu rasanya momong orang banyak.
"Saya senang, aku tidak kaya tapi cukup untuk makan dan aku bahagia," klaimnya.
Baca Juga: Jalan Panjang Karier Sofia WD: Intel Perempuan, Sutradara Film, Hingga Artis Legendaris Indonesia
Tahun 1990, Dolly lebih banyak bermukim di Malang, masih di Jawa Timur. Setidaknya ia menanggung kehidupan 10 orang di kota ini.
Semuanya sudah ia anggap anak dan cucu sendiri. Satu orang di antaranya perempuan penderita kanker yang sudah Dolly rawat selama 10 tahun.
Nah mungkin karena kedekatannya itu, banyak yang menduga Dolly adalah lesbian. Dugaan menguat karena gayanya yang cenderung tomboy.
Baca Juga: Kisah Nyai Gundik Meneer Belanda, Disayang dan Terbuang
Tuduhan LGBT juga tersemat karena panggilannya sebagai 'Papi' bukan 'Mami' seperti kebanyakan perempuan yang berbisnis di dunia hitam ini.
“Dolly itu perempuan tapi tomboi. Karena itu, jadi meski cantik sukanya panggilan 'Papi' bahkan ada yang bilang ia itu suka sesama jenis,” kata salah seorang pengelola wisma sebelum tergusur.
Tuduhan ini membuatnya gusar. Dia menegaskan, dirinya bukan LGBT. Ia mengaku tidur terpisah dengan Tdengan orang-orang yang ia bantu.
Baca Juga: Gaya Bisnis Starbucks, Praktik Bank Berkedok Gerai Kopi yang Menakutkan Industri Perbankan Dunia
Berseteru dengan Anak Kandung
Dolly mengaku mempunyai lima anak. Satu di antaranya adalah anak kandung dan satu anak lainnya merupakan anak angkat bekas 'mami'nya, Tante Beng.
Tante Beng, menurut dia, tidak pernah melahirkan tapi ingin punya anak sehingga mengambil anak kecil. Namun Dolly yang ngopeni (mengasuh). Anak-anaknya ini baik dan menghormati orang tua. Inilah yang membahagiakannya.
Ia memang berniat untuk tidak menikah lagi sejak suaminya meninggal dunia. Dirinya hanya ingin merawat anak-anak, terutama anak kandung satu-satunyanya.
Artikel Terkait
China Mendadak Pecat Menteri Luar Negeri Qin Gang, Ada Apa?
Gang Dolly Ditutup, Ini 5 Lokalisasi di Kota Surabaya yang Sempat Melegenda
Kronologi Kecelakaan Beruntun di Puncak Bogor, Ada yang Terpental Hingga Masuk Gang
3 Kota Kolonial di Asia Tenggara yang Menjaga Jejak Sejarah Eropa
Sejarah! Pemerintah Gratiskan Sejumlah Ruas Jalan Tol Saat Arus Mudik Lebaran 2025, Ini Daftarnya