• Minggu, 21 Desember 2025

Sejarah Lokalisasi Gang Dolly: Mengaku Bukan Germo, Sakit Hati Advenso Dollyres Chavit Terbawa Sampai Mati

Photo Author
- Kamis, 21 September 2023 | 08:00 WIB
Advenso Dollyres Chavit alias Dolly bersama keluarga. Foto: Tangkapan Layar YouTube INFO POPULER75
Advenso Dollyres Chavit alias Dolly bersama keluarga. Foto: Tangkapan Layar YouTube INFO POPULER75

KONTEKS.CO.ID - Gang Dolly, siapa tak kenal? Ketenaran gang sempit ini hingga menembus batas negara. Sejarah lokalisasi Gang Dolly sendiri terintis oleh seorang wanita keturunan Filipina-Jawa.

Ya, ini adalah lokalisasi pelacuran yang telah melegenda sejak 1960-an. Dahulu, ketika orang menjejakan kaki di Kota Surabaya, Jawa Timur, maka nama yang terlintas di pikirannya adalah Gang Dolly. Pemerintah Kota Surabaya di bawah komando Tri Rismaharini akhirnya menutup permanen lokalisasi ini pada 2014.

Berdasarkan data terakhir dari Pemkot Surabaya jumlah wisma di Dolly ada 52 wisma. Kemudian saat penutupan, jumlah pekerja seks komersial (PSK) sebanyak 1.025 orang dengan 300-an muncikari.

Baca Juga: Paradoks Luhut Panjaitan: Tak Pernah Telat Naik Pangkat, Namun 'Nangis' di Jabatan


PSK di lokalisasi itu pernah mencapai puncaknya pada 2006. Tercatat 5.000 PSK yang berasal dari berbagai daerah di Tanah Air beroperasi di sana.

Tetapi ada cerita sisi lain yang menarik di balik melegendanya Gang Dolly. Sang empunya nama, yakni Advenso Dollyres Chavit, ternyata sangat keberatan dengan penggunaan namanya sebagai nama jalan lokalisasi tersebut.

Terkenal sebagai muncikari atau germo "senior", Dolly panggilan akrabnya, merasa ia bukanlah seorang germo seperti yang banyak orang sematkan. Terlebih ia berada di lingkungan keluarga Kristen yang taat.

Baca Juga: Kisah Dualisme Merek Roti Legendaris Tan Ek Tjoan (1)

"Jadi PSK itu sengsara, tak enak," kilah Dolly.

Seperti apa cerita lengkap sepak terjang Dolly Chavit dalam sejarah lokalisasi Gang Dolly? Simak sampai habis artikel Konteks berikut ini.

Sejarah Lokalisasi Gang Dolly Berawal dari Istri yang Ditinggal Mati Suami

Nama Dolly tersohor, tapi jarang orang bisa jumpai sosok fisik orangnya. Banyak yang berasumsi ia adalah germo perempuan keturunan Belanda. Ada juga yang bilang namanya Dolly Van de Mart.

Baca Juga: Cerita Awal Tan Ek Tjoan: Asimilasi Lewat Setangkup Roti (2)

-
Tampak plang nama jalan dari Gang Dolly yang sudah ditutup oleh Pemkot Surabaya. (Foto: VOA)

Desas-desus di luaran sana ada yang menyebut Dolly sebenarnya seorang lelaki. Alasannya, sebagai germo panggilannya bukan "Mami" melainkan "Papi".

Benarkah klaim itu? Ternyata desas-desus itu salah besar.

Lalu, siapa sebenarnya Dolly? Dolly adalah nama panggilan. Nama lengkapnya Advenso Dollyres Chavit.

Baca Juga: Kisah Receh Raja Intel Benny Moerdani Mengerjai Jenderal Tjokropranolo


Chavit merupakan nama ayahnya yang berkewarganegaraan Filipina. Sedangkan ibunya bernama Herliah, bersuku Jawa.

Dolly sendiri mengaku lahir sekitar tahun 1929, tapi tak punya tanggal dan bulan pastinya. Lantaran perang, ia hanya mengenyam pendidikan setingkat SMP. Itu pun tak tamat.

Ibunya bukan orang yang mampu, sehingga kehidupannya biasa-biasa saja. Namun kehidupan keluarga Dolly cukup religius.

Baca Juga: Semarak Lebaran di Era Kolonial Pernah Jadi Silang Sengketa Elite Belanda, Ini Penyebabnya

Kedua orang tuanya mendidik untuk sering ke gereja. Intinya, ia harus selalu ingat Tuhan. Sayangnya, perangai si anak di luar sangat berbeda dengan didikan kedua orang tuanya.

Dolly yang tomboi cenderung memberontak. Pada usia 16 tahun sudah berani mengisap rokok. Rokok Commodore atau Kansas yang tenar pada saat itu sudah menjadi "santapannya".

Padahal di era itu, perempuan merokok bukanlah hal umum. Meski tomboi, tapi itu tidak menutup kecantikannya. Hal itu bisa terlihat dar foto-fotonya semasa muda.

Baca Juga: Tradisi Mudik Ada Sejak Era Majapahit, Awalnya Tidak Terkait Idul Fitri

Menjelang usia 20 tahun, ia menikah dengan Soukup alias Yakup, seorang kelasi Belanda. Dari pernikahan itu lahirlah seorang anak lelaki.

Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar penulis buku "Dolly: Membedah Dunia Pelacuran Surabaya, Kasus Kompleks Pelacuran Dolly", memvalidasi kisah tersebut.

Sebelum buah hatinya berusia lima tahun, Yakup sang suami meninggal dunia. Dolly yang cantik pun mulai mengalami krisis keuangan.

Baca Juga: Jarang Ada yang Tahu! Tiga Kota Ini Punya Penganut Agama Yahudi Terbesar di Indonesia

PSK Tapi Tak Mau Menerima Uang

Saat krisis ekonomi mendera, anaknya kerap merengek meminta jajan ini itu. Seperti es krim yang pada masa itu termasuk jajanan mahal.

Membesarkan anak serta mencukupi kebutuhan sehari-hari Dolly tentu butuh biaya. Babak baru kehidupan Dolly pun bergulir.

Terdorong kebutuhan ekonomi, ia memutuskan memasuki dunia prostitusi pada awal tahun 1950-an. Kecantikan Dolly dan kefasihannya berbahasa Belanda membuat banyak laki-laki mencarinya.

Baca Juga: Sejarah Rumah Sriwijaya: Monumen Keteguhan Hati Bu Fat yang Menjadi Cagar Budaya


Ia dengan mudah menjadi idola lelaki, terutama bagi para ekspatriat yang baru turun dari kapal. "Aku ini cantik tubuh tinggi ramping dan banyak lelaki .yang tergila-gila," ujarnya pada suatu kesempatan..

Ia biasa meladeni lelaki hidung belang di Hotel Simpang atau LMS. Namun Dolly tidak pernah meminta bayaran uang kepada lelaki yang menjadi teman kencannya.

Mengaku sebagai pelacur kelas atas, ia tidak pernah mau terima bayaran uang kontan. Kompensasinya atas jasanya hanya berupa barang-barang. "Aku cuma terima kado," istilahnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X