Ada cerita, Kivlan bertengkar dengan kakaknya, Tatiana. Pertengkaran itu menyebabkan kaca pintu rumah pecah. Sang ayah marah besar dan menyuruh Kivlan kecil menggantinya.
Baca Juga: Oesin Batfari, Kriminal yang Jalani Eksekusi Hukuman Mati Pertama di Indonesia
Tak habis akal, ia berjualan roti yang berasal dari pabrik roti di dekat rumahnya dan menjualnya di tempat pengajian anak-anak. Dari hasil berjualan roti itu Kivlan bisa mengganti kaca yang pecah.
Saat berusia 14 tahun, Kivlan yang bersekolah di SMP Taman Siswa bertugas mengayuh becak milik ayahnya untuk membawa daging sapi dari Rumah Potong Hewan (RPH) Gelugur ke pasar tempat ayahnya berjualan.
Dari pasar, becak itu ia kayuh lagi untuk mengangkut sembako ke kedai tempat ibunya berjualan. Kivlan melakukan itu setiap hari selama empat jam sejak pukul 6 pagi. "Kebetulan aku memang masuk sore di Taman Siswa sehingga bisa membantu orang tuaku pada pagi harinya," tuturnya dalam buku yang disusun Titi Dwi tersebut.
Baca Juga: Kisah Brutal Neo Nazi Era Kini: 10 Pembunuhan, 15 Perampokan Bank, dan Tiga Serangan Bom
Bahkan tak jarang Kivlan menarik becak mengangkut barang untuk menambah uang saku dan uang sekolah. Selain itu, ia menanam ubi dan singkong, juga beternak ayam dan bebek. Terkadang ayam dipotong dan dagingnya dinikmati oleh keluarga, sementara kuning telur mentah ia konsumsi untuk kesehatannya.
Setamat SMA pada 1965, Kivlan remaja yang berdada bidang dan kerap berkelahi sejak kecil ini terobsesi menjadi tentara. Obsesi ini mungkin saking seringnya menonton film-film perang dunia kedua di bioskop.
Saat mengutarakan keinginannya ikut tes Akademi Militer Nasional (AMN), sang ayah yang terkejut berkomentar, "Hah, mau makan apa kau nanti?" Benak Muhammad Zein membayangkan Bustami, keluarga mereka yang berpangkat kapten dan gajinya sangat kecil.
Baca Juga: Sejarah Gelar Haji: Cuma Ada di Indonesia, Awalnya Taktik Kolonial Belanda Redam Perlawanan
Ayah Kivlan menyarankannya masuk ITB saja karena ada pamannya yang menjadi dosen di kampus tersebut. Kivlan manut.
Bersama Anita, Kivlan naik kapal Tampomas ke Jakarta untuk mengikuti tes masuk ITB. Mereka berdua juga ikut masuk Fakultas Kedokteran Unpad. Sayangnya Kivlan tidak diterima Unpad. Ia diterima di jurusan Geografi ITB, namun Kivlan tak berminat.
Jadi Aktivis Mahasiswa, DO Fakultas Kedokteran
Di tengah suasana panas beberapa hari setelah peristiwa G30S/PKI, Kivlan kembali ke Medan dan mendaftar ke Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) yang baru saja dibuka. Ia ikut gelombang kedua dan diterima.
Karena biaya kuliah kedokteran yang cukup mahal, Kivlan yang kuliah pagi hingga siang kembali mengayuh becak pada sore hari untuk membantu meringankan beban orang tuanya.
Artikel Terkait
Jenderal Kopassus Ultimatum KKB Bebaskan Pilot Susi Air dan Setop Pembantaian
Perjuangan Jenderal Kopassus Lodewijk Freidrich Paulus Menjadi Mualaf, Kini Jadi Wamenko Polkam
HUT ke-73 Kopassus Tahun 2025: Ini Tema, Logo, dan Jejak Sejarah Korps Baret Merah
8 Tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI: Copot Gibran, Reshuffle Menteri Pro-Jokowi hingga Kembali ke UUD 1945 Asli
Usai Forum Purnawirawan TNI, Muncul Wadah Purnawirawan TNI-Polri yang Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ada Wiranto Hingga Agum Gumelar