Setelah Prabowo bertanya sekali lagi, seorang perwira menjawab, "Ada, Pak."
Baca Juga: Erwin Rommel: Jenderal Hebat Pahlawan Jerman, Mati Menelan Kapsul Sianida Demi Melindungi Keluarga
Sesuai prosedur yang berlaku, para tamu presiden harus menunggu terlebih dahulu di lantai dasar. Di sini tamu harus diperiksa dan disterilkan. Setelah tamu mendapat persetujuan bertemu Presiden, barulah mereka akan diizinkan naik lift menuju lantai 4.
Sintong mendapat laporan dari ajudan bahwa Prabowo langsung naik lift tanpa ada yang berani mencegahnya. Sintong berpikir cepat bahwa Prabowo yang memiliki pasukan begitu besar tiba-tiba harus dicopot dari jabatannya. Sementara ia baru menjabat sebagai Panglima Kostrad selama 63 hari.
Sintong menganalisa tiga kemungkinan. Pertama, Prabowo akan menerima, kedua akan menawar, dan ketiga menolak perintah. Tapi di tentara tidak ada istilah menawar dan menolak perintah.
Momen Krusial Melucuti Senjata Prabowo
Di momen itu Sintong merasa janggal jika Presiden Habibie berbincang dengan Prabowo yang bersenjata lengkap. Tiba-tiba ingatannya melayang pada peristiwa penembakan Presiden Korea Selatan Pak Chung Hee oleh sahabatnya, Jenderal Kim Jae-gyu, saat makan malam pada 26 Oktober 1979.
Ia pun memerintahkan bawahannya agar tidak membawa Prabowo masuk ke ruang kerja presiden sebelum ada perintah darinya.
Sintong lalu memerintahkan salah satu pengawal presiden yang kenal dengan Prabowo untuk mengambil senjata Prabowo. "Kau ambil senjata Prabowo dengan cara sopan dan hormat," perintah Sintong. Tujuannya untuk menjaga martabat Pangkostrad.
Baca Juga: Satsus Intel, Kisah Satuan 'James Bond' Indonesia Didikan CIA, MI6, dan Mossad
Namun sebagai antisipasi jika Prabowo menolak menyerahkan senjata, Sintong tetap menyiagakan petugas berpakaian preman bersenjata lengkap di lantai 4. Jika terjadi penolakan, maka Prabowo akan diturunkan dengan paksa ke lantai dasar.
Mendapat perintah itu, Paspampres tersebut menghadap Prabowo dan memberi hormat.
Setelah terjadi pembicaraan singkat, Prabowo dengan rela kemudian membuka kopel rim yang berisi pistol magazin dan sebilah pisau rimba Kostrad. Ia menyerahkan kepada petugas berpakaian preman tersebut. Sintong yang melihat Prabowo tidak keberatan menyerahkan senjatanya pun lega.
Baca Juga: Jalan Panjang Karier Sofia WD: Intel Perempuan, Sutradara Film, Hingga Artis Legendaris Indonesia
Percakapan Panas Berbahasa Inggris
Menukil buku "Detik-detik yang Menentukan" yang terbit pada 2006, Habibie mengaku sempat merasa risau saat menerima Prabowo di ruang kerjanya.