• Minggu, 21 Desember 2025

Satsus Intel, Kisah Satuan 'James Bond' Indonesia Didikan CIA, MI6, dan Mossad

Photo Author
- Senin, 28 Agustus 2023 | 18:00 WIB
Very Pelenkahu (kiri) agen lapangan Satsus Intel bersama penasehat dari Israel di Cipayung pada 1971. (Foto: koleksi Ken Conboy)
Very Pelenkahu (kiri) agen lapangan Satsus Intel bersama penasehat dari Israel di Cipayung pada 1971. (Foto: koleksi Ken Conboy)

KONTEKS.CO.ID - Indonesia pernah memiliki satuan khusus intelijen yang punya tugas khusus yakni menangani operasi kontra intelijen. Tugas inti satuan khusus ini adalah melacak dan menangkap mata-mata asing yang beroperasi di Indonesia.

Pembentukan satuan khusus ini merupakan ide Kolonel Nichlany Soedarjo, seorang tokoh penting dalam dunia intelijen militer Indonesia.

Sebelum membentuk satuan khusus kontra intelijen ini, pada 1965 Nichlany sudah mengawasi pembentukan satuan intelijen khusus Angkatan Darat. Nama pasukan Intel militer itu adalah Detasemen Pelaksana Intelijen Polisi Militer atau Den Pintel Pom.

Baca Juga: Paradoks Luhut Panjaitan: Tak Pernah Telat Naik Pangkat, Namun 'Nangis' di Jabatan

Tugas tidak tertulis Den Pintel Pom adalah melacak jejak para anggota PKI. Di kemudian hari unit ini tersohor sebagai unit intelijen yang paling cakap di tubuh angkatan bersenjata.

Pentingnya Satuan Kontra Intelijen

Kepada para anggota Den Pintel Pom, Kolonel Nichlany menekankan pentingnya sebuah unit baru yang bertugas menangani kontra intelijen asing. Tugas unit baru ini adalah menangkap para mata-mata asing yang beroperasi di Indonesia, terutama dari negara-negara komunis.

Komandan Den Pintel Pom, Mayor Nuril Rahman, langsung menyusun rencana operasi yang melibatkan 60 orang dalam pembentukan satuan tugas kontra intelijen ini. Ke-60 orang itu terdiri dari 10 orang perwira militer aktif dan 50 orang sipil.

Baca Juga: Kisah Dualisme Merek Roti Legendaris Tan Ek Tjoan (1)

Hasilnya, satuan yang resmi berdiri pada 16 November 1968 ini menjadi suatu formasi yang unik.

Sesuai dengan asal usulnya, unit ini bertanggung jawab kepada dua pihak. Pertama kepada Asisten Operasi Polisi Militer. Kemudian pada 1969 unit ini bertanggung jawab kepada Deputi Badan Koodinasi Intelijen Negara (Bakin), yakni Kolonel Nichlany sendiri.

-
Nichlany Soedardjo, perwira intelijen Polisi Militer yang menggagas pembentukan Satsus Intel, unit kontra intelijen yang tugasnya nenangkap mata-mata asing yang beroperasi di Indonesia. (Foto: Flickr/Zahra Nichlany)

Munurut Nuril, unit operasi kontra intelijen bernama Satuan Khusus Pelaksanaan Intelijen atau Satsus Intel akan membutuhkan anggaran yang lumayan besar untuk personel dan peralatan.

Baca Juga: Kisah Receh Raja Intel Benny Moerdani Mengerjai Jenderal Tjokropranolo


"Jangan khawatir, kalian akan mendapatkannya," ujar Nichlany menenangkan.

Rupanya keyakinan Nichlany beralasan. Pada 1966, Kepala Stasiun CIA di Jakarta adalah Clarence ‘Ed’ Barbier, mantan intel Angkatan Laut Amerika yang fasih berbahasa Jepang. Tak lama setelah Ed Barbier berkunjung ke Markas Besar Polisi Militer, bantuan pun datang.

-
Presiden AS Richard Nixon (kanan) menerima Presiden Soeharto di AS Mei 1970. (Foto: Dokumentasi Kompas)

CIA Bantu Satsus Intel

Dalam buku "Intel: Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia" (2007), Ken Conboy menyebut bahwa Satsus Intel menerima bantuan dari Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: Semarak Lebaran di Era Kolonial Pernah Jadi Silang Sengketa Elite Belanda, Ini Penyebabnya

Hingga akhir 1968, AS secara rahasia memberikan bantuan keuangan untuk menggaji 60 personel dan kendaraan untuk pengintaian. Bantuan lain adalah biaya sewa safe house di Jalan Jatinegara Timur, Jakarta Timur, tape recorder mutakhir merek Sony TC-800, serta peralatan penyadap telepon QTC-11.

Selain bantuan penyediaan dana operasi, bantuan juga dalam bentuk latihan.

Pada September 1969, misalnya, CIA mengirimkan instruktur kawakannya Richard Fortin. Richard memberikan pelatihan teknik pengintaian dasar selama dua minggu. Materi latihan mencakup cara membuntuti kendaraan, melakukan penyamaran, hingga cara menangani agen intel musuh.

Baca Juga: Jarang Terungkap! Peran Penting Polisi Menumpas G30S PKI di Surakarta

Tidak cuma CIA, Dinas Intelijen Luar Negeri Inggris (MI6) juga mengirim personelnya seorang untuk memberikan pelatihan seputar cara menangani agen (agent handler).

Menariknya, pada November 1970 seorang warga Inggris bernama Anthony Tingle datang ke Indonesia memberikan pelatihan selama empat minggu.

Secara paspor, Tingle adalah warga Inggris. Namun sebenarnya ia adalah seorang militer berpangkat brigadir yang bekerja untuk Badan Intelijen Israel. Mossad.

Baca Juga: Unik, Ternyata Candu Pernah Jadi Sumber Devisa Indonesia, Begini Ceritanya

"Jika paspornya diabaikan, Tingle sebenarnya seorang brigadir Israel berusia 50 tahun dan bekerja untuk badan intelijen Israel, Mossad," tulis Conboy di halaman 54 buku tersebut.

Di masa itu, mendapatkan izin untuk seorang instruktur Israel jelas bukan hal
yang mudah. Sebab, Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

Namun Nichlany bersikap pragmatis. "Kita akan mendatangkan instruktur Israel karena mereka yang terbaik di dunia," ujar Nichlany kepada salah seorang perwira Satsus Intel.

Baca Juga: Maung Bikang, Laskar Mojang Bandung yang Bikin Ciut Nyali Penjajah

-
Buku karya Ken Conboy yang salah satu bagiannya memuat cerita tentang pembentukan Satsus Intel. (Foto: Konteks.co.id/Jimmy Radjah)

Pelatihan Berkala dari Mossad

Kepada anggota Satsus Intel, Anthony Tingle mengajarkan cara menyamaran identitas dan merekrut agen secara diam-diam.

Kemampuan ini merupakan spesialisasi dari agen-agen Mossad. Mereka sering menyamar menjadi orang Arab atau Eropa untuk meyakinkan orang Arab agar mau bekerja sama dengan mereka.

Salah seorang murid Tingle, Very Pelenkahu, bercerita kenangan tentang instrukturnya. "Ia tak pernah tersenyum, tak pernah tertawa, dan tak pernah mau wanita," ujar Very kepada Conboy. "Dan saya belajar lebih banyak darinya dibanding dari instruktur mana pun."

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Jimmy Radjah

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X