• Senin, 22 Desember 2025

Kriminalitas Zaman Hindia Belanda: Mulai Pembunuhan Fientje de Feniks, Tuan Darma, dan Oey Tambah Sia

Photo Author
- Selasa, 3 Oktober 2023 | 08:00 WIB
Fientje de Feniks dalam buku karya Pieter van Zonneveld (1992), (Pieter van Zonneveld-De Moord op Fientje de Feniks: een Indische Tragedie (1992)
Fientje de Feniks dalam buku karya Pieter van Zonneveld (1992), (Pieter van Zonneveld-De Moord op Fientje de Feniks: een Indische Tragedie (1992)

Baca Juga: Kisah Receh Raja Intel Benny Moerdani Mengerjai Jenderal Tjokropranolo

-
Darma dan Mien Knust. (Repro Seks dan Kekerasan pada Zaman Kolonial-Historia.id)

Rosihan menyebut, kematian Darma terkait dengan Mien Knust, anak tirinya yang dinikahinya setelah istri pertamanya meninggal.

Sebenarnya Mien sang anak tiri tidak mau menikahi ayah tirinya yang berasal dari Bali itu. Tapi karena paksaan keluarga akhirnya Mien menerima pernikahan itu.

Seiring berjalannya waktu, rumah tangga Darma dan Mien tidak harmonis. Mien kemudian selingkuh dengan Yohanes, seorang pemuda Armenia yang usianya 24 tahun lebih muda dari Darma. Di sinilah awal pembunuhan cinta segitiga itu.

Baca Juga: Cerita Awal Tan Ek Tjoan: Asimilasi Lewat Setangkup Roti (2)

Mien Minta Yohanes Bunuh Darma

Kepada Yohanes, Mien berjanji akan memberika uang 1000 Golden jika mau membunuh Dharma. Keduanya lantas menyusun rencana.

Rencana pembunuhan Darma menggunakan racun hingga mencoba menyelinap ke rumahnya. Namun, rencana itu gagal. Yohanes kemudian mengajak seorang pemuda asal Ambon bernama Baludi untuk membunuh Darma.

Modusnya, Baludi akan bekerja sebagai pembantu di rumah Darma. Tapi Darma rupanya menolak memperkerjakan pembantu baru. Rencana tersebut pun lagi-lagi menemui kegagalan.

Baca Juga: GANEFO, Olimpiade Ciptaan Soekarno yang Kontroversial, Bukti Ada Politik dalam Olahraga

Yohanes kemudian menyuruh Baludi menyusup ke rumah Darma lantaran terus mendapat paksaan dari Mien. Saat pembunuhan, Mien sedang tidur di samping Darma ketika Baludi menyerang Darma hingga tewas dengan kepala tertebas pada 3 April 1904 di rumahnya di Bandung.

Tak lama, polisi menangkap Yohanes dan Baludi dan membawanya ke persidangan. Dalam persidangan, anak angkat Darma bersaksi jika pembunuhan itu didalangi oleh Mien, ibu angkatnya sendiri.

Namun, tidak ada yang tahi bagaimana nasib Nyonya Mien sebagai tertuduh dalang pembunuhan ini tragis tersebut.

Baca Juga: Penembak Misterius, Hikayat Nyawa Murah di Era Rezim Orba Atas Nama Ketertiban

Oey Tambah Sia Sang Playboy Batavia

Seorang playboy kaya berlatar belakang Tionghoa-Indonesia, Oey Tamba Sia. Namanya juga kerap tertulis sebagai Oeij Tambah Sia atau Oey Tambahsia. Dia tewas dengan hukuman gantung oleh pemerintah Hindia Belanda.

Oey Tambah Sia yang hidup di antara tahun 1820-an hingga 1850-an menjadi legenda penjahat kelamin. Bahkan cerita hidupnya kembali tertutur puluhan hingga 100 tahun kemudian.

Kisahnya juga terdapat dalam buku Tambahsia: Soewatoe tjerita jang betoel soedah kedjadian di Betawi antara tahoen 1851-1956 (1903), dengan penulis Thio Tjin Boen.

Baca Juga: Kritik Itu Haram, Bisa Jadi Serangan dan Bui! Begini Cara Rezim Orba Menghukum Para Pengkritik

Penulisan buku tersebut pada tahun 1903 atau sekitar 50 tahun setelah kematian sang playboy.

-
Oey Tambah Sia (Foto Wikimedia Commons)

Oey Tambah Sia merupakan anak dari Oey Thoa atau Oey Thoa, seorang yang kaya raya dan berpengaruh dan mendapat pangkat kehormatan Letnan tituler dari Pemerintah Kolonial. Sebenarnya, Oei Thoa punya anak laki-laki lainya bernama Oey Makau atau Oei Makau. Namun, sifat keduanya berbeda jauh.

Ketika sang ayah meninggal, Oey Tambah Sia mewarisi kekayaan sang ayah yang sangat banyak. Saat itu usianya baru 15 tahun, dia bersama adiknya menerima warisan beberapa bidang tanah di Pasar Baru Tangerang yang sewanya sebesar 95.000 gulden setahun.

Baca Juga: Ekonomi di Rezim Orba: Cuan Tipis di Freeport, Swasembada Tapi Impor, Mobnas Gagal, KKN Merajalela

Selain itu, ada sejumlah properti di daerah pintu kecil Batavia dengan biaya sewanya 40.000 gulden setahun.

Tak pelak, dengan jumlah harta berlimpah membuat Oey Tambah Sia lupa diri. Dia kerap menghambur-hamburkan uang dan bermain perempuan.

Pria flamboyan ini kerap menghabiskan uangnya untuk menghisap candu, minum arak, berjudi dan main perempuan.

Baca Juga: Doktrin Politik Rezim Orba Melalui Film Horor dan Keruntuhan Film Indonesia Lewat Monopoli Bioskop

Konon menurut cerita, setiap kali Oey Tambah Sia buang air besar banyak orang menunggu dekat jambannya di jalan toko Tiga Glodok. Di daerah itu terdapat kali tempat biasa buang air besar.

Orang-orang menunggu dia buang air besar. Sebabnya, Oey Tambah Sia cebok memakai uang kertas. Uang kertas untuk membersihkan pantatnya itu dia buang ke sungai dan kemudian jadi rebutan orang-orang.

Ganggu Anak Gadis dan Istri Orang

Kelakuan Oey Tambah Sia yang terkenal tampan dan pandai bergaya itu sangat meresahkan warga Batavia. Dia gemar mengganggu anak gadis dan istri orang.

Baca Juga: Pendisiplinan Kepala ala Rezim Orba, Dari Razia Rambut Gondrong Berujung Maut Hingga Tak Boleh Punya KTP

Bahkan, Tambah Sia tidak segan-segan menyiksa pesaingnya saat ingin merebut seorang wanita. Dalam persaingan tersebut tidak sedikit yang berujung kematian.

"Dengan mempergunakan kekayaannya, dia memelihara hubungan baik dengan para pembesar Belanda yang ternyata juga banyak yang korup dan bersedia menjadi pelindungnya. Dia merasa dengan uangnya dia dapat memperoleh segala apapun yang dia inginkan, tanpa menghiraukan kerugian yang dia timbulkan kepada orang lain," tulis Benny G Setiono di buku "Tionghoa dalam Pusaran Politik".

Dia hobi berkeliling kota menunggangi kuda Australia pada pagi dan sore hari untuk menemani perempuan-perempuan cantik. Setiap bepergian, setidaknya tiga orang pengawal selalu menemaninya.

Baca Juga: Sejarah Satudarah MC, Geng Motor Ciptaan Orang Maluku: Paling Ditakuti di Eropa, Dicekal di Jerman dan Austria

Oey Tambah Sia juga memiliki sebuah rumah peristirahatan di Ancol dengan nama bintang Mas. Di rumah itu dia menyimpan para gundik dan wanita-wanita penghibur yang setiap saat dapat menemaninya.

Salah satu wanita yang berhasil dirayu dan ditempatkan di bungalow-nya itu adalah istri seorang pedagang kelontong di Tongkangan bernama Khoe Tjin Yang. Lantaran istrinya diambil orang, si pedagang pun menjadi stres dan gila.

Kelakuan Oey Tambah Sia rupanya sampai di di telinga ibunya dan menyuruh anaknya itu untuk menikah agar dia berubah. Oey lantas menikah dengan seorang perempuan Tionghoa dari keluarga Sim Hong Nio.

Baca Juga: Tragedi Kecelakaan Nike Ardilla: Cinta Segitiga, Konspirasi, Hingga Dugaan Keterlibatan Keluarga Cendana

-
Oey Tambah Sia dan Sim Hong Nio - Wikimedia Commons

Pernikahan keduanya berlangsung dengan pesta besar-besaran. Tapi perkawinan itu hanya bertahan seminggu. Oey Tambah Sia menemukan seorang wanita yang sangat istimewa bernama Mas Ajeng Gunjing.

Kriminalitas Zaman Hindia Belanda:  Oey Bunuh Sutejo

Ajeng Gunjing merupakan seorang pesinden dari Pekalongan yang berhasil ia ajak tinggal di Bintang Mas.

Meski sangat mencintai Ajeng Gunjing, Oey rupanya tetap tidak bisa meninggalkan kebiasaan buruknya berburu gadis, janda, maupun istri orang.

Baca Juga: Sejarah Sepak Bola Indonesia, Wadah Pergerakan Melawan Penjajah yang Pernah Dibekukan FIFA

Suatu kali Ajeng Gunjing yang sedang sakit kedatangan tamu seorang lelaki bernama Mas Sutejo dari Pekalongan yang merupakan saudara kandung dari Ajeng Gunjing.

Oey yang cemburu lantas memerintahkan centengnya untuk membunuh Sutejo. Tak hanya Sutejo, atas perintah Oey Tambah Sia, centeng-centengnya juga menghabisi beberapa nyawa lainnya.

-
Hukuman Gantung Oey Tambah Sia (Foto KITLV)

Polisi kemudian menangkap Oey Tambah Sia dan menyidangkannya. Hakim menjatuhkan vonis hukuman gantung.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kasim Lopi

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X