• Senin, 22 Desember 2025

Jejak 'Korupsi Sejarah' Nugroho Notosusanto di Era Orde Baru, Fadli Zon Mengikuti?

Photo Author
- Minggu, 22 Juni 2025 | 10:49 WIB
Buku Sejarah Nasional Indonesia yang pernah ditulis Nugroho Susanto dan tim penulis lainnya. (Istimewa)
Buku Sejarah Nasional Indonesia yang pernah ditulis Nugroho Susanto dan tim penulis lainnya. (Istimewa)

Namun di balik pengaruhnya, Nugroho menuai banyak kritik dari kalangan sejarawan independen.

Baca Juga: Sjafrie Sjamsoeddin dan Kerusuhan Mei 1998, Uji Nyali Jenderal Tampan Eks Pengawal Kesayangan Soeharto

Ia dituduh mengabaikan keberagaman sumber, menyingkirkan suara korban kekerasan pasca-1965, dan menyederhanakan kompleksitas sejarah demi kepentingan penguasa.

Karena peran besarnya dalam mengukuhkan narasi tunggal yang menyingkirkan kebenaran lain, Nugroho kerap dijuluki "koruptor sejarah" oleh para kritikus.

Julukan "koruptor sejarah" bukan semata label emosional, melainkan refleksi atas praktik manipulasi pengetahuan sejarah yang berdampak panjang terhadap ingatan kolektif bangsa.

Baca Juga: Menit-menit Mencekam Mei 1998, Saat BJ Habibie Copot Prabowo Subianto dari Pangkostrad

Mugroho merupakan cermin dari bagaimana sejarah bisa menjadi alat kekuasaan, bukan sekadar catatan masa lalu.

Arsitek Narasi Tunggal Orde Baru

Narasi Nugroho Notosusanto sebagai tokoh penting dalam historiografi Indonesia memang benar adanya. Hanya, karyanya menuai kritik luas karena menyingkirkan suara korban, kelompok sipil, dan keragaman tafsir sejarah.

Ia menjadi penyusun utama narasi resmi peristiwa G30S/PKI versi militer, lengkap dengan film dokumenter dan buku pelajaran yang dikonsumsi jutaan pelajar sejak 1980-an.

Film tersebut menggambarkan PKI sebagai pelaku kekejaman dan militer sebagai penyelamat bangsa. Banyak sejarawan menyebutnya sebagai alat propaganda karena diputarkan secara wajib di sekolah dan TV selama bertahun-tahun.

Baca Juga: Sejarah Macao Po, Pelopor Lokalisasi di Jakarta: Perempuan Sipit Didatangkan dari Makau China, Pelanggannya Pejabat Belanda dan Taipan

Nugroho juga menghapus atau mengaburkan banyak fakta sejarah yang tidak sejalan dengan kepentingan rezim.

Buku "The Coup Attempt of the September 30 Movement in Indonesia" turut menjadi warisan kontroversial. Karya ini dikritik karena hanya memakai sumber-sumber militer dan tidak memuat suara korban atau pihak sipil.

Sejarawan seperti Katherine McGregor dan Asvi Warman Adam menyebut Nugroho sebagai propagandis utama Orde Baru, bukan peneliti yang netral.

"Nugroho adalah sejarawan istana, karyanya lebih banyak berfungsi sebagai legitimasi kekuasaan Orde Baru," tulis Asvi dalam tulisan berjudul ‘Menguak Misteri Sejarah’ yang dimuat di Harian Kompas pada 2004.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Jimmy Radjah

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X