• Senin, 22 Desember 2025

Dorong Tegakkan Supremasi Sipil demi Keadilan Sosial, Koalisi Masyarakat Sipil: Cegah Darurat Militer!

Photo Author
- Senin, 1 September 2025 | 15:34 WIB
TNI AD gelar patroli skala besar bersama unsur terkait cegah penjarahan ciptakan kondusifitas di Jakarta (Foto: Dispenad )
TNI AD gelar patroli skala besar bersama unsur terkait cegah penjarahan ciptakan kondusifitas di Jakarta (Foto: Dispenad )

KONTEKS.CO.ID - Gejolak sosial dalam masyarakat bisa dipicu oleh banyak faktor. Secara teoritis, konflik dan gejolak sosial di masyarakat bisa terjadi lantaran adanya ketidakadilan ekonomi sosial yang mengakibatkan kesenjangan hidup yang tinggi.

Hal tersebut bahkan dapat berujung pada situasi krisis, bila ketidakadilan ekonomi dan sosial tersebut terjadi bersamaan dengan konflik elit politik dan minimnya ruang dan saluran aspirasi masyarakat.

"Dalam konteks Indonesia, kami menilai gejolak sosial yang terjadi belakangan ini paling tidak disebabkan faktor-faktor di atas. Gagalnya negara untuk memastikan keadilan bagi masyarakat dan memahami penderitaan rakyat telah mengakibatkan terjadinya gejolak sosial itu. Kebijakan negara yang tidak adil seperti menaikan gaji wakil rakyat dan ditambah masalah dalam penanganan aksi massa yang eksesif telah menjadi pemicu terjadinya gejolak sosial tersebut," terang Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan dalam siaran persnya, Senin, 1 September 2025.

Baca Juga: Sahroni, Nafa Urbach Hingga Uya Kuya Masih Terima Gaji Anggota DPR, Tatib dan UU MD3 Tak Kenal Istilah Nonaktif

Dalam konteks itu, rencana penerapan status darurat sesungguhnya tidak menjawab akar persoalan. Penerapan status darurat jelas tidak diperlukan dan justru akan menambah masalah baru dalam masyarakat.

"Yang dibutuhkan dalam waktu dekat ini adalah negara segera menghapus kebijakan yang tidak pro-rakyat dan meminta maaf pada masyarakat karena gagal mendistribusikan keadilan kepada rakyat. Selain itu negara juga perlu mengevaluasi penanganan massa ke arah yang lebih persuasif," tambahnya.

Lebih dari itu, pernyataan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang menyatakan bahwa TNI akan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat lalu Polri akan melakukan penegakan hukum merupakan sesuatu yang tidak tepat dan keliru.

"Secara konstitusional, militer semestinya menjalankan fungsi pertahanan. Oleh karena itu pernyataan Menteri Pertahanan tersebut tidaklah tepat dan tidak sejalan dengan konstitusi," paparnya.

Baca Juga: Ferry Irwandi Ngaku Diteror, Dianggap Penyebab Gagalnya Status Darurat Militer dan Dalang Kerusuhan

Pasal 30 UUD Republik Indonesia secara menyebutkan bahwa TNI bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara dan kepolisian sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

Pernyataan Menteri Pertahanan tersebut ditafsirkan bahwa Menteri Pertahanan telah menugaskan TNI dalam urusan keamanan dalam negeri. Padahal, urusan keamanan dalam negeri seharusnya berada dalam kendali kepolisian yang dikoordinasikan oleh Kementrian Koordinator Politik dan Keamanan.

Baca Juga: Demonstrasi GMNI Jabodetabek di Depan DPR: Pecat Kapolri dan Anggota Dewan yang Tak Pro dan Diskreditkan Rakyat

"Kami menilai kegagalan negara dalam memahami penderitaaan rakyat dan mendistribusikan keadilan untuk rakyat justru ditambah bebannya dengan penerapan status darurat yang memungkinkan negara melakukan tindakan yang lebih eksesif. Harusnya Negara melakukan pembenahan dalam dirinya dari penyakit korupsi, kolusi, nepotisme, arogansi, feodalisme, dan pembentukan kebijakan yang tidak berpihak bagi kepentingan masyarakat banyak," terangnya lagi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rizki Adiputra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X