Baca Juga: Kisah Sedih di Balik Kesuksesan Alfred Bernhard Nobel: Pacar Dihamili Orang, Mati Dalam Kesendirian
Pada musim kedua NIAC Mitra mengalami peningkatan prestasi. Di akhir musim tampil sebagai juara dengan catatan 26 kali menang, 5 imbang, dan 3 kalah.
Musim berikutnya lagi-lagi NIAC Mitra keluar sebagai juara. Gelar kedua ini diwarnai kehebatan dua pemain Singapura yang direkrut, yaitu penyerang Fandi Ahmad dan penjaga gawang David Lee.
Bahkan pada musim 1987/1988, NIAC Mitra kembali muncul sebagai juara. Total mereka mengoleksi tiga gelar juara sepanjang partisipasi di Galatama. Kehebatan NIAC Mitra baru terkejar oleh klub Galatama beken lainnya, seperti Pelita Jaya, beberapa tahun kemudian.
Menaklukkan Arsenal
Musim panas menjadi kesempatan buat tim dari Eropa untuk berlibur. Itu karena kompetisi sedang libur setelah satu musim penuh bergulir.
Begitu pula pada Juni 1983 saat klub asal London, Arsenal, berkunjung ke Indonesia. Kunjungan itu sebetulnya untuk membawa para pemain berlibur, tetapi sekalian pemanasan pemain buat laga pramusim.
Hasilnya skuad Arsenal menjadwalkan uji coba dengan beberapa klub nusantara. Baik, dari Perserikatan maupun Galatama dan NIAC Mitra menjadi salah satunya.
Baca Juga: Titien Sumarni Si Ratu Layar Perak: Skandal Seks, Prostitusi Artis, Guna-Guna Lalu Wafat Dalam Kondisi Miskin
Arsenal kala itu memang belum segemerlap sekarang. Namun mereka memiliki beberapa pemain level timnas, mulai penjaga gawang Pat Jennings hingga David O’Leary. Dua nama itu mampu menarik bobotoh sepak bola datang menonton di stadion.
Mampu menang 3-0 atas PSMS dan 5-0 atas PSSI Selection, Arsenal harus tersandung di Stadion Gelora 10 Nopember, Surabaya. NIAC Mitra lah yang menjadi batu sandungan itu.
‘The Gunners’ kandas di kaki dan kepala para pemain NIAC Mitra. Djoko Malis dan kawan-kawan mampu mempermalukan Arsenal dalam pertandingan yang berlangsung mulai pukul 14.30 WIB itu.
Baca Juga: Nurnaningsih, Keturunan Keraton yang Jadi Bom Seks Pertama Era 1950-an, Masa Tua Miris Harta Habis
Dua gol kemenangan NIAC Mitra asuhan M Basri dicetak Fandi Ahmad pada babak pertama dan Djoko Malis babak kedua. Skuad Arsenal pun pergi ke Bali untuk meneruskan liburan membawa cerita dipermalukan ‘Bayi Ajaib’ dari Surabaya.
Prestasi Internasional Saat Masih 'Bayi'
NIAC Mitra tidak hanya jago di kompetisi domestik. Mereka ternyata juga mampu bersaing di pentas internasional. Cerita ini pernah tercatat ketika mengikuti Aga Khan Gold Cup 1979.
Kompetisi itu merupakan cikal bakal dari Liga Champions Asia yang sekarang kita kenal. Peserta Aga Khan Gold Cup adalah tim top Benua Asia.
Baca Juga: Sejarah Lokalisasi Gang Dolly: Mengaku Bukan Germo, Sakit Hati Advenso Dollyres Chavit Terbawa Sampai Mati
Perjalanan NIAC Mitra di ajang Aga Khan Gold Cup 1979 bermula saat meladeni Korea League XI Selection. Saat itu NIAC Mitra mendominasi permainan dan menang mudah 4-1. Kemenangan itu membawa NIAC Mitra melaju ke semifinal, lawannya adalah tim top dari Bangladesh: Abhani.
Bangladesh merupakan penyelenggara dari turnamen ini. Maka dukungan buat Abhani tentu luar biasa. Catatan tim tuan rumah itupun luar biasa, karena mampu melibas lawannya dengan skor 8-0 untuk bermain di semifinal.
Namun NIAC Mitra sama sekali tidak gentar. Terbukti mental bermain ‘arek-arek’ membawa kemenangan dengan skor 2-0. Tiket pertandingan final aman dalam genggaman.
Baca Juga: Bang Pi'ie Jawara Pasar Senen: Pejuang Kemerdekaan 1945 yang Jadi Pengendali Bandit Jakarta, Menteri di Era Soekarno, Tolak Kenaikan Pangkat dari Soeharto
Di partai puncak NIAC Mitra melawan Liaoning Whowin FC, tim dari Cina. Pertandingan berlangsung sengit dan ketat. Babak pertama selesai dengan skor 1-1, babak kedua situasi tidak berubah. Alhasil laga harus melewati adu penalti.
Lagi-lagi mental jadi penentu, karena NIAC Mitra sukses memenangi babak tos-tosan tersebut. Trofi juara Aga Khan Gold Cup 1979 pun masuk dalam genggaman.
Deretan Aktor Terbaik NIAC Mitra
Penggemar sepak bola sejak 1980-an pasti ingat dengan nama-nama tenar ini: Hamid Asnan, Malawing, Riono Asnan, Rudy Keltjes. Ada lagi Wayan Diana, Rae Bawa, Djoko Malis, Syamsul Arifin, Yusuf Male, hingga Dullah Rochim.
Baca Juga: Sejarah Lokalisasi Saritem: Ragam Versi Nyai Saritem, Mojang Cantik Gundik Belanda yang Jadi Lokalisasi Tertua di Bandung
Mereka itulah aktor-aktor terbaik NIAC Mitra di lapangan hijau. Para pemain tersebut merupakan generasi pertama dari kedigdayaan klub.
Skuad NIAC Mitra tambah mentereng ketika mendatangkan dua pemain Singapura, yaitu Fandi Ahmad dan David Lee. Belum lagi pemain nasional seperti Tommy Latuperissa dan Yudi Suryata.
Generasi kedua barisan pemain NIAC Mitra juga tidak kalah jago. Nama-nama seperti Jaya Hartono, Ferril Raymond Hattu, Hanafing hingga M Zein Alhadad adalah idola penggemar bola sepak Surabaya. Para pemain jempolan itu didukung dengan kehadiran pelatih kharismatik, M Basri.
Baca Juga: Sepatu Dr Martens: Sepatu Bikinan Dokter Jerman yang Jadi Ikon Anak Skena, Nyaris Bangkrut Akibat Tinggalkan Value Antikemapanan
“Waktu itu banyak pemain muda didatangkan. Saya pun baru usia 18 tahun saat bergabung," kata Hanafing dalam sebuah tayangan youtube. Ia bercerita awalnya para pemain muda sulit menyatu dalam tim, tetapi perlahan situasi berubah.
Kekompakan justru jadi ciri khas anak didik Basri yang merupakan mantan polisi itu. Para pemain mulai mengerti keinginan satu sama lain ketika di lapangan.
Melihat kekompakkan anak buahnya itu sampai membuat Wenas memberi julukan tersendiri. Julukan itu adalah ‘Pasukan Serbu’, alasannya karena begitu kehilangan bola, para pemain langsung berlari mengejar bola.
Baca Juga: Kriminalitas Zaman Hindia Belanda: Mulai Pembunuhan Fientje de Feniks, Tuan Darma, dan Oey Tambah Sia
Kehebatan NIAC Mitra mulai surut usai juara pada 1982/1983. Ini berawal dari hengkangnya Fandi Ahmad ke FC Groningen, Belanda. Kepindahan itu ternyata memicu pemain lainnya yang satu persatu ikut berganti kostum.
Situasi itulah yang membuat NIAC Mitra mulai goyah, dari klub papan atas menjadi semenjana, bahkan sudah biasa di dasar klasemen. Perlahan reputasinya terus meredup.
Memilih Bubar
Nama besar NIAC Mitra kerap jadi jaminan membeludaknya penonton tiap kali bertanding. Fakta itu yang tampaknya dimanfaatkan operator Liga untuk membantu klub-klub baru Galatama menarik minat penonton ke stadion.
Artikel Terkait
Daftar Lengkap Pemenang Ballon d'Or 2024: Sepak Bola Spanyol Mendominasi
Gegara Putusan Wasit, Puluhan Penonton Sepak Bola Tewas Terinjak-injak di Guinea
Rekam Jejak Patrick Kluivert Dikuliti, dari Utang Judol 1 Juta Euro hingga Dugaan Terlibat Match Fixing Mafia Bola
Kronologi PSSI Pecat STY hingga Kebijakan FIFA soal Etika Kontrak Pelatih Sepak Bola
Komentar Indra Sjafri atas Kekalahan Timnas U-20 Indonesia dari Iran 0-3