• Minggu, 21 Desember 2025

Doktrin Politik Rezim Orba Melalui Film Horor dan Keruntuhan Film Indonesia Lewat Monopoli Bioskop

Photo Author
- Rabu, 23 Agustus 2023 | 08:00 WIB
Film horor berjudul Beranak Dalam Kuburan jadi legenda film horor. Sumber Foto: Tangkapan Layar/Youtube
Film horor berjudul Beranak Dalam Kuburan jadi legenda film horor. Sumber Foto: Tangkapan Layar/Youtube

Monopoli Cineplex 21

Antara tahun 1990 hingga 2000, film Indonesia termasuk film horor mulai mengalami kemunduran. Penyebab utamanya adalah semakin berkembangnya stasiun televisi swasta.

Stasiun televisi swasta makin sering memproduksi sendiri sinetron bersambung bergenre horor. Tayangan televisi yang lebih murah dan praktis mengakibatkan antusias masyarakat untuk pergi ke bioskop semakin menurun.

Selain itu perusahaan milik Sudwikatmono, saudara angkat Presiden daripada Soeharto bernama Cineplex 21, turut andil menjadi salah satu faktor penyebab kemunduran film Indonesia, terutama film horor.

Baca Juga: 160 Tahun Louis Vuitton, Brand Termahal di Dunia yang Berawal dari Koper Ciptaan Gelandangan

Cineplex 21 memainkan monopoli dengan cara lebih banyak memutar film impor karena dianggap memiliki kualitas tinggi. Sementara kualitas film horor Indonesia sebaliknya.

Kondisi dunia perfilman horor Indonesia semakin terpuruk oleh krisis ekonomi tahun 1997. Krisis ekonomi mengakibatkan banyak pegawai kalangan bawah yang merupakan segmen pasar dari film horor terkena PHK.

Oleh sebab itu, kalangan muda sangat menyambut keruntuhan rezim represif Orba pada 1998. Mereka  berlomba memproduksi film independen yang berbeda dari tata nilai Orba yang telah terbentuk sebelumnya melalui berbagai film drama, komedi, kekerasan, seks, serta horor.

Baca Juga: Tan Malaka Ahli Penyamaran: 22 Tahun dalam Pelarian, 23 Nama Samaran

-
Film "KKN di Desa Penari" menjadi genre film horor terlaris tahun 2022.

Angin Segar Film Horor Gaya Baru

Pasca reformasi menjadi era baru film horor. Film horor tidak lagi menempatkan hal gaib, legenda, dukun maupun kyai sebagai unsur yang mendominasi cerita film.

Selain itu, film horor pasca reformasi banyak memperlihatkan latar belakang perkotaan, bukan kondisi pedesaan seperti era sebelumnya.

Tidak adanya kode etik juga menyebabkan genre film horor berbeda dari narasi film horor Indonesia sebelumnya. Misalnya film "Jelangkung" produksi tahun 2001 karya sutradara Jose Poernomo dan Rizal Mantovani.

Baca Juga: Gaya Bisnis Starbucks, Praktik Bank Berkedok Gerai Kopi yang Menakutkan Industri Perbankan Dunia

Tokoh utama dalam film "Jelangkung" ini ternyata dikalahkan oleh hantu. Peranan orang pintar atau kyai dalam film ini hanya memberikan solusi saja, bukan menyelesaikan permasalahan.

Hingga saat ini, film horor terus berkembang secara bebas dengan kreativitas dan gagasan tanpa harus takut menghadapi larangan tayang karena tidak lolos sensor.

Para penonton juga terus berdatangan menyaksikannya. Peraoalan masih ada titipan pesan politik atau pesan-pesan tersembunyi dalam film horor, belum ada yang tahu. ***

Baca Juga: Dua Dunia Ratmi B29: Veteran Perang Peraih Bintang Gerilya Hingga Ratu Panggung Hiburan

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ainurrahman

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X