• Minggu, 21 Desember 2025

Mengenal Riwu Ga si ‘Angalai' Soekarno: Terompet Proklamasi dan Paspampres Pertama Indonesia yang Terlupakan

Photo Author
- Minggu, 10 Agustus 2025 | 09:00 WIB
Foto atas: Riwu Ga si terompet proklamasi tengah menggendong Guntur bersama Fatmawati (menggendong Megawati) dan Soekarno. Foto bawah: Riwu Ga bersama anaknya di hutan Gewang, pedalaman Pulau Timor. (Foto: Repro Buku Kako Lami Angalai)
Foto atas: Riwu Ga si terompet proklamasi tengah menggendong Guntur bersama Fatmawati (menggendong Megawati) dan Soekarno. Foto bawah: Riwu Ga bersama anaknya di hutan Gewang, pedalaman Pulau Timor. (Foto: Repro Buku Kako Lami Angalai)

Tahun 1951, Soekarno datang lagi ke Ende sebagai seorang presiden. Ia menugaskan personel militer untuk mencari Riwu.

Ketika bertemu, Soekarno agak marah karena Riwu pulang kampung tanpa memberitahu dirinya. Tetapi Soekarno meneteskan air mata ketika tahu Maria sudah meninggal.

Baca Juga: Sejarah Gelar Haji: Cuma Ada di Indonesia, Awalnya Taktik Kolonial Belanda Redam Perlawanan

Selama tiga hari Bung Karno di Ende, Riwu kembali mengurus semua keperluannya. Semua staf resmi Soekarno istirahat, hanya Riwu yang menjaga dan memijat Soekarno selama tiga malam.

Di malam terakhir sebelum kembali ke Jakarta, Soekarno menanyakan soal bisluit (status pegawai) Riwu sebagai penjaga malam.  Besoknya, Sekretaris Daerah Flores, L Poluan, mengantar bisluit Riwu kepada Riwu di hadapan presiden.

Mungkin sepanjang sejarah Indonesia, hanya Riwu satu-satunya penjaga malam yang status kepegawaiannya didapat di depan presiden. "Wo, kamu kerja baik-baik sampai pensiun, karena kamu tidak bersekolah," pesan Bung Karno. Riwu patuh, ia bekerja di kantor itu hingga pensiun pada tahun 1974.

Baca Juga: Legenda Ken Arok, Pemuda Jawa Penghalal Segala Cara Demi Kekuasaan

Pada 1957, Soekarno kembali datang ke Ende dan lagi-lagi Riwu yang menjaga. Selama Soekarno di Ende, hanya Riwu yang bisa keluar masuk kamar. Seperti biasa, Riwu juga tidur di dalam kamar persis depan pintu untuk menjaga Soekarno.

Saat kedatangan kedua kali ke Ende, Soekarno meminta Riwu ikut bersamanya ke Jakarta. Soekarno merasa ada bahaya mengintai dirinya. Sebab, sudah ada percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno di Cikini.

"Saya bilang ke Bung Karno, saya akan tetap menjaganya walau dari tempat yang jauh. Saya yakinkan kepadanya, tidak akan ada yang mampu menbunuh Bung Karno. Bung Karno tak ditakdirkan mati karena dibunuh," tegas Riwu. Soekarno pun kembali ke Jakarta tanpa Riwu.

Baca Juga: Mikhail Kalashnikov, Pencipta Senapan Serbu 'Sejuta umat' AK-47 yang Merasa Berdosa di Akhir Hidupnya

Ada satu kejadian menghebohkan di NTT. Tahun 1964 Soekarno meminta agar Riwu segera ke Jakarta dalam rangka penulisan otobiografi Soekarno oleh Cindy Adams. Mayoritas pegawai di NTT adalah generasi baru yang tidak tahu siapa Riwu. Terlebih, Riwu tidak pernah bercerita sedikit pun bahwa ia belasan tahun ikut Soekarno.

Ketika perintah Soekarno itu diterima, NTT geger. Dari kantor Pemda NTT hingga kantor Departemen Penerangan sibuk mencari Riwu yang alamatnya pun tidak jelas. Butuh waktu lama hingga Riwu ditemukan dan diberangkatkan ke Jakarta. Ini kali pertama Riwu naik pesawat terbang.

Selama di Jakarta hampir 20 hari, Riwu tinggal di Hotel Indonesia yang di kala itu adalah hotel termewah di Jakarta. Dengan konfirmasi Riwu, maka jadilah buku otobiografi Soekarno yang tersohor itu.

Baca Juga: Kisah Demmo dan Atax, Dua Mobnas Indonesia Pertama yang Lahir di Zaman Penjajahan Belanda

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Jimmy Radjah

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X