KONTEKS.CO.ID - Hubungan antara Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tengah diuji oleh tudingan serius.
Menurut mantan perwira intelijen, Kolonel (Purn) Sri Radjasa, Kapolri diduga telah melakukan setidaknya tiga tindakan insubordinasi atau pembangkangan terhadap Presiden, sebuah pelanggaran yang ia sebut masuk dalam ranah pidana.
Tudingan ini memicu pertanyaan besar mengenai soliditas komando di salah satu institusi terpenting negara.
Baca Juga: RUPTL 2025–2034: Janji Hijau PLN Cuma Manis di Dokumen, Pahit di Batu Bara
Apakah ini merupakan manuver politik internal Polri, atau sebuah kegagalan dalam menerjemahkan perintah kepala negara?
Berikut adalah tiga dugaan insubordinasi yang diungkap oleh Sri Radjasa dalam sebuah video yang tayang di Youtube Forum Keadilan TV, 25 September 2025.
Dugaan insubordinasi pertama dan yang paling mencolok adalah langkah Kapolri Sigit membentuk tim reformasi internal Polri yang beranggotakan 52 perwira aktif.
Menurut Sri Radjasa, tindakan ini adalah perlawanan langsung terhadap kebijakan Presiden Prabowo yang telah lebih dulu mengumumkan akan membentuk tim reformasi eksternal yang diisi tokoh kredibel seperti Ahmad Dofiri dan Mahfud MD.
"Tim reformasi yang dibentuk Kapori ini adalah semacam tindakan insubordinasi terhadap kebijakan Presiden Prabowo," tegas Sri Radjasa.
Ia bahkan menyebutnya sebagai "kudeta kebijakan", karena semangat kedua tim dinilai bertentangan.
Tim Presiden bertujuan meluruskan Polri, sementara tim internal Polri dituding hanya untuk "mengamankan privilege dan luxury" yang sudah ada.
Kejanggalan semakin menguat karena momentum pengumuman tim internal tersebut. Sri Radjasa menyoroti bahwa kebijakan strategis itu diumumkan justru pada saat Presiden Prabowo sedang tidak berada di dalam negeri.