• Senin, 22 Desember 2025

RUPTL 2025–2034: Janji Hijau PLN Cuma Manis di Dokumen, Pahit di Batu Bara

Photo Author
- Kamis, 25 September 2025 | 23:31 WIB
Pembangkit listrik tenaga surya akan menjadi salah satu sumber energi baru terbarukan alias hijau PLN.  (Foto: Dok ESDM)
Pembangkit listrik tenaga surya akan menjadi salah satu sumber energi baru terbarukan alias hijau PLN. (Foto: Dok ESDM)


KONTEKS.CO.ID – Energi hijau tengah trending di tengah kampanye mengerem pemanasan global. Isu ini ikut dirasakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.

PLN pun mengklaim Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 sebagai yang “paling hijau” sepanjang sejarah perusahaan BUMN energi listrik tersebut
.
Dalam keterangan tertulinya pada 28 Mei 2025, PLN menyebut, dari 69,5 GW kapasitas baru yang akan dibangun sepuluh tahun ke depan, 76% dialokasikan untuk energi terbarukan. Sumbernya mulai dari surya, air, panas bumi, hingga penyimpanan energi.

Baca Juga: Menkeu Purbaya Ditantang Tagih Dana BLBI yang Dinikmati Bank BCA: Rp60 Triliun, Belum Termasuk Bunga!

Rencana ini di atas kertas terdengar sangat agresif. Publik berharap, Indonesia bisa secBaca Juga: Rupiah Impoten Lawan Dolar Singapura, Nilai Tukar Terlemah Terhadap SGD Sepanjang Sejarah RI Merdeka!epatnya meninggalkan bayang-bayang batu bara yang selama ini identik dengan polusi dan beban kesehatan.

Sayangnya, ketika dicermati lebih dalam, ada tanda tanya besar, mengapa sebagian besar proyek energi bersih justru baru benar-benar berjalan di awal 2030-an?

Janji PLN di Ujung Dekade

PLN membagi pembangunan pembangkit baru dalam dua fase. Lima tahun pertama (2025–2029) hanya sekitar 27,9 GW. Sedangkan lima tahun kedua (2030–2034) mencapai 41,6 GW. Artinya, mayoritas energi terbarukan baru akan masuk sistem setelah 2030.

Pola ini mengalirkan kritik. Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menilai rencana tersebut masih terlalu ramah pada energi fosil.

Baca Juga: China Open 2025: Sempet Rebut Set Pertama, Petenis RI Janice Tjen Harus Akui Ketangguhan Aliaksandra Sasnovich

Hingga 2034, pembangkitan listrik dari batu bara dan gas justru diproyeksikan naik lebih dari 40% dibanding 2024. Bahkan, ada tambahan 16,6 GW pembangkit fosil baru.

“Ketergantungan pada fosil tetap berlanjut,” tulis laporan CREA dalam laman resminya, seperti dikutip pada 24 September 2025.

Antara Ambisi dan Realitas di Lapangan

Pemerintah sejatinya telah menggembar-gemborkan Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai USD20 miliar atau setara dengan Rp320 triliun.

Kesepakatan ini mencakup janji puncak emisi sektor listrik pada 2030 dan bauran energi terbarukan 44% pada tahun yang sama.

Baca Juga: Start Sensasional Mbappe: Lampaui Rekor Cristiano Ronaldo di Real Madrid

Namun dana transisi itu macet: hibah terlalu kecil, pinjaman belum menarik, dan negosiasi pensiun dini PLTU, seperti Cirebon-1 di Jawa Barat, belum juga tuntas.

“Kalau dana JETP saja belum jelas, bagaimana kita bisa yakin lonjakan energi bersih terjadi tepat waktu?” ujar Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR).

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Stok Aman, Pemerintah Putuskan Stop Impor Beras 2026

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:45 WIB
X