KONTEKS.CO.ID - Harita Nickel mencuri perhatian publik setelah memboyong tiga penghargaan sekaligus sepanjang 2025.
Perusahaan tambang nikel ini menerima Anugerah Bisnis & HAM 2025 dari SETARA Institute dengan skor 65 (rating B).
Lalu Penghargaan Subroto dari Kementerian ESDM untuk program pendidikan dan kesehatan di Pulau Obi, serta Green Innovation Award dalam ajang internasional ACES Awards 2025.
Direktur Bidang Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan Harita Nickel, Tonny Gultom, menyebut pencapaian ini sebagai pengakuan atas konsep kawasan industri hijau yang mereka kembangkan.
“Harita memang dirancang sebagai Green Industrial Park,” ujarnya.
Namun di balik narasi prestasi dan keberlanjutan itu, muncul catatan kelam yang tak bisa diabaikan.
Baca Juga: Megawati Disindir Buzzer Saat Turun ke Lokasi Bencana: Peri Kemanusiaan Kalian ke Mana?
Skor Tinggi di Atas Kertas, Rendah di Lapangan
SETARA Institute justru mengungkap delapan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang melibatkan Harita Nickel.
Temuan ini disampaikan bersamaan dengan peluncuran riset Responsible Business Conduct (RBC) Benchmark di Jakarta, 26 November 2025.
Dari 18 perusahaan tambang yang dinilai, Harita Nickel masuk kategori Business and Human Rights Early Adopting Company. Namun menurut peneliti SETARA Institute, Nabhani Aiqoni, predikat tersebut hanya mencerminkan kepatuhan normatif.
“Ketika diuji pada variabel aktual, skornya hanya 30,” kata Nabhani dalam keterangan tertulis, Kamis 11 Desember 2025.
Baca Juga: Banjir Sumatera Parah, Indonesia Tolak Bantuan Asing: 30 Ton Beras dari UEA Dikembalikan
Harita Nickel: Delapan Dugaan Pelanggaran HAM Serius
SETARA mencatat delapan kasus yang dinilai berdampak luas, berlangsung lama, dan melibatkan korban signifikan.
Artikel Terkait
Harita Nikel Operasikan 12 Smelter RKEF, Produksi Feronikel Tembus 185 Ribu Ton per Tahun
Nyawa Pekerja Melayang di Area Tambang Harita Group, Picu Dugaan Kelalaian K3