KONTEKS.CO.ID - Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, menuding reaksi pejabat negara terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 menunjukkan sikap defensif dan upaya mengakalinya.
Dalam pernyataannya, Ray menilai sejumlah argumen yang dilontarkan pemerintah dan pejabat terkait pelaksanaan putusan itu tidak memiliki dasar hukum kuat dan mencerminkan ketidaksetaraan perlakuan antara pejabat dan rakyat.
Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 menyatakan frasa dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945, sehingga anggota Polri aktif harus mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu jika ingin menempati jabatan sipil. Amar putusan itu dibacakan pada sidang pleno MK pada 13 November 2025.
Baca Juga: Tak Langsung Tarik Anggota Polisi dari Jabatan Sipil, Kapolri Bentuk Tim Pokja Putusan MK
Mengomentari gelombang respons yang muncul pascaputusan, Ray menuduh ada upaya untuk menunda atau menafsirkan putusan agar tidak berlaku seketika.
"Kalau kita menyebut 'suka-suka merekalah mengelola negara ini', nampaknya itu bukan sebutan berlebihan. Terlalu kasat mata, reaksi seperti enggan atau bahkan hendak menolak melaksanakan putusan MK Nomor 114/2025," ucap Ray, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 19 November 2025.
Ray menyoroti praktik yang ia anggap akrobat hukum mulai dari usulan pengkajian ulang, pembentukan kelompok kerja (pokja), hingga klaim bahwa putusan tidak berlaku surut yang menurutnya tampak sebagai cara untuk menahan efektivitas putusan.
"Berbagai akrobat dilakukan. Dari istilah terlebih dahulu mengkajinya, membentuk pokja, sampai ke pandangan bahwa putusan tersebut tidak berlaku surut, dan sebagainya. Reaksi-reaksi itu seperti menunjukkan sikap defensif atas putusan MK tersebut," kritit Ray.
Lebih anjut, mantan aktivis 98 itu mengkritik klaim-klaim pejabat yang menyatakan putusan MK hanya berlaku untuk pengangkatan baru atau hanya berlaku di masa depan.
Menurut Ray, argumentasi semacam itu lemah secara hukum. Ia menegaskan bahwa selama ini putusan MK bersifat efektif serta-merta, kecuali MK sendiri menyatakan masa berlakunya secara berbeda, dan memberi contoh putusan MK terdahulu yang berlaku langsung pada pemilu. Ia mempertanyakan dasar hukum tafsir yang menyatakan putusan itu berlaku ke depan.
"Menyebut bahwa putusan MK tersebut tidak berlaku serta merta dan baru dilaksanakan di masa depan, tidak didapatkan basis argumennya," kata Ray.
"Apakah itu merujuk kepada aturan, atau putusan MK atau ke mana. Sebab, selama ini, seperti lazim dilakukan bahwa semua putusan MK berlaku serta merta dan seketika, kecuali dinyatakan oleh MK masa berlakunya. Putusan MK soal batas minimal usia capres/cawapres misalnya, dapat langsung diberlakukan pada Pilpres 2024 lalu," tambah Ray.
Artikel Terkait
Polri Wajib Tunduk Putusan MK soal Polisi Pegang Jabatan Sipil, Ray Rangkuti: Prabowo Harus Buktikan Janjinya!
Legislator PDIP: Patuhi Putusan MK, Pemerintah Jangan Lagi Tugaskan Anggota Polri Duduki Jabatan Sipil
Tak Langsung Tarik Anggota Polisi dari Jabatan Sipil, Kapolri Bentuk Tim Pokja Putusan MK
Menkum Supratman Andi Agtas: Putusan MK Tak Berlaku Surut, Polisi Aktif Telanjur Isi Jabatan Sipil Tak Harus Mundur
Putusan MK Getarkan Kursi Polisi di Sipil, Menhut Raja Juli Ngotot: Kami Tetap Butuh Perwira Terbaik Polri!