KONTEKS.CO.ID - Salah satu scene di film "Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI" memperlihatkan adegan Pierre Tendean sedang membaca surat. Lembaran kertas putih di tangan ajudan Jenderal AH Nasution itu berasal dari kekasihnya, Rukmini, yang bermukim di Medan.
Saat sedang membaca surat, dua putri Nasution - salah satunya Ade Irma Suryani - menggoda Pierre. Begitulah gambaran hari-hari terakhir Pierre Tendean sebelum gugur pada peristiwa G30S PKI. Gagal sudah keinginan Pierre mempersunting gadis pujaannya yang bernama lengkap Nurindah Rukmini Chamim.
Pierre pertama kali bertemu Rukmini di Medan pada tahun 1963. Saat itu Pierre baru dua tahun menamatkan pendidikan di Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad) dan bertugas di Yonzipur 1 Kodam 2 Bukit Barisan di Medan. Keduanya berkenalan melalui dua orang sahabat Pierre sesama komandan peleton, yaitu Satrio Wibowo dan Setiono Hadi.
Baca Juga: Cerita Awal Tan Ek Tjoan: Asimilasi Lewat Setangkup Roti (2)
Buku biografi "Sang Patriot: Kisah Seorang Pahlawan Revolusi" (2019) menulis, awalnya Pierre menolak saat dua temannya terus mendesaknya untuk bertemu gadis ayu tersebut. Ia beralasan ingin fokus di batalion. Apalagi, selisih umur keduanya terpaut delapan tahun. Rukmini sendiri masih duduk di bangku SMA.
[irp posts="189443" ]
Namun saat kedua bertemu dan berkenalan, Pierre langsung jatuh hati pada Rukmini yang lembut dan sederhana.
Baca Juga: Maung Bikang, Laskar Mojang Bandung yang Bikin Ciut Nyali Penjajah
Pierre bahkan memiliki nama panggilan kesayangan untuk Rukmini yakni Mimin. Sementara, Rukmini biasa memanggil Pierre dengan sebutan Mas Pierre.
Rukmini, Gadis Jawa yang Besar di Medan
Rukmini, lengkapnya Rr M CH A Nurindah Rukmini Chamim, adalah putri sulung seorang pengusaha terkemuka di Sumatera Utara. Ayahnya bernama Raden Chamim Rijo Siswopranoto. Dalam buku "Teror Kudeta G30S" terbitan Pantja Sila (1965), ibu Rukmini masih kerabat dengan istri Jenderal Sumitro, Wakil Panglima ABRI sekaligus Pangkopkamtib di era 1970-an.
Selain itu, menurut penuturan Soeseno - sahabat Pierre semasa di Atekad, Rukmini juga keponakan dari Bantu Hardio, seorang perwira intel TNI AD yang menikah dengan adik ibunda Rukmini. Bantu Hardio adalah adik Arie Bandijoko, komandan kompi taruna selama tahun pertama Pierre di Atekad dan pernah pula menjabat sebagai Asintel Kasad.
Baca Juga: Barisan Terate, Pasukan Khusus Pelacur dan Maling Penghancur Daya Tempur Belanda
Sebagai penganut Islam yang taat, keluarga besar Rukmini bergabung di Barisan Muhammadiyah baik saat masih tinggal di Yogyakarta maupun saat sudah bermukim di Medan. Rukmini sendiri populer sebagai gadis yang rajin beribadah.
Kedua orangtuanya mendidik Rukmini untuk bisa mengurus adik-adiknya dan mendahulukan kepentingan mereka di atas kepentingannya.
Sifat ngemong Rukmini tidak berubah hingga di masa tuanya. Ia selalu menjadi tempat bersandar ketika adik-adiknya membutuhkan saran atau masukan.
Baca Juga: Kisah Gusti Nurul, Kembang Mangkunegara Pujaan Tentara, Sultan, Hingga Perdana Menteri dan Presiden
[irp posts="165503" ]
Rukmini juga jago memasak. Ia kerap memamerkan kelihaiannya ini jika ada acara keluarga.
"Bukan tidak mungkin Pierre juga pernah mencicipi makanan buatan Mimin. Masakan andalan Mimin adalah ayam bumbu, yang racikannya secara khusus ia buat sendiri," ungkap Soeseno.
Baca Juga: Sejarah Rumah Sriwijaya: Monumen Keteguhan Hati Bu Fat yang Menjadi Cagar Budaya
Takluknya Hati Pierre Tendean, Robert Wagner dari Panorama
Setelah perkenalan mereka berdua, Pierre tidak lagi membutuhkan pengawalan dua kawannya itu jika ingin apel ke rumah Rukmini.
Cinta mereka bersemi seturut seringnya Pierre datang ke rumah Rukmini. Kebetulan tempat tinggal Pierre di komplek Kodam Bukit Barisan berada di Jalan Sei Sikambing. Sedangkan rumah Rukmini berada di Jalan Sekip, tak jauh dari asrama Pierre.
Keduanya sama-sama beruntung bisa saling memiliki. Rukmini cantik, santun, dan bersahaja. Sementara Pierre adalah perwira muda tampan yang selalu jadi pusat perhatian para gadis remaja.
Baca Juga: Jarang Ada yang Tahu! Tiga Kota Ini Punya Penganut Agama Yahudi Terbesar di Indonesia
Sejak masih menjadi taruna, Pierre yang ganteng dan bertubuh atletis menjadi idola para gadis di Bandung. Ia sampai mendapat julukan 'Robert Wagner dari Panorama'. Robert Wagner adalah bintang film Amerika yang terkenal di masa itu. Sedangkan panorama adalah tempat pendidikan Atekad di Bandung.
Saat menjadi ajudan Nasution, Pierre mendapat panggilan 'Jawa Londo' dari anak-anak Menteng sekitar kediaman Nasution. Wajar saja, perawakan Pierre yang berkulit putih, hidung bangir dan jangkung persis 'Londo'. Tapi saat berbicara, logat Jawa Semarangnya sangat kental terdengar.
[irp posts="188634" ]
Baca Juga: Buronan Legendaris Eddy Sampak: Perampok Tersadis Bunuh 4 Tentara, Buron 22 Tahun, Tertangkap Saat Sudah Jadi Tokoh Agama
Jauh sebelum bertugas di Medan, Pierre sudah ikut terjun di palagan tempur. Saat masih menjadi Kopral Taruna Atekad, Pierre sudah mencicipi medan pertempuran di Sumatera Barat untuk melawan pemberontakan PRRI pada Februari 1958.
LDR Rukmini - Pierre
Baru saja menjalin hubungan serius dengan Rukmini, tulis Gamal Komandoko dalam "Kisah 124 Pahlawan & Pejuang Nusantara" (2006), Pierre mendapat tugas mengikuti pendidikan intelijen di Bogor. Tugas ini membuatnya harus meninggalkan Medan dan menjalin long distance relationship (LDR) dengan Rukmini.
Setelah menempuh pendidikan intelijen, Pierre dipercaya untuk menyusup ke Malaya yang saat itu sedang berkonfrontasi dengan Indonesia. Ketika Presiden Soekarno mencetuskan Dwikora, Pierre bertugas memimpin gerakan sukarelawan yang akan mengadakan penyusupan ke daerah Malaysia.
Baca Juga: Pembunuhan Johnny Mangi, Petrus, dan Teror Dahsyat Orde Baru ke Pers Indonesia
Tak main-main, Pierre tiga kali berhasil menyusup ke sana. Bahkan, pada penyusupan ke tiga kalinya, Pierre nyaris tewas. Pasalnya, kapal Inggris mengejar speedboat Pierre dan anak buahnya. Beruntung mereka berhasil lolos dari sergapan musuh dengan bergelantungan di bawah perahu nelayan.
Tugas Pierre yang kerap berada di garis depan membuat sang ibu semakin was-was akan nasib putra kesayangannya. Kebetulan, ibu Pierre yang bernama Maria Elizabeth Cornet merupakan teman dekat dari mertua Jenderal AH Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menko Hankam.
[irp posts="154178" ]
Baca Juga: Sejarah Sepak Bola: Awal Mula Dimainkan, Pernah Jadi Olahraga Terlarang, Kini Terpopuler di Bumi
Akhirnya Maria Elizabeth mencoba untuk mengajukan penarikan tugas anaknya kepada Pak Nas, sapaan akrab Jenderal AH Nasution. Hingga akhirnya, Pierre resmi menjadi ajudan Pak Nas pada 15 April 1965.
Saat menjadi ajudan inilah Pierre semakin ingin segera meresmikan hubungannya dengan gadis pujaan hati. Dia pun mengirim surat kepada keluarga di Semarang dan meminta doa restu untuk menikah.
Tunangan di Tengah Tugas Mengawal
Pada akhir Juli 1965, Pierre mendapat tugas mengawal Pak Nas beserta istri, Johanna Sunarti yang akan melakukan peninjauan ke Medan. Jelas saja Pierre tidak mau melewatkan kesempatan langka ini. Dia pun segera melepas rindu dengan Mimin.
Artikel Terkait
Profil Muhammad Fardhana, Tunangan Ayu Ting Ting Ini Kabarnya Anak Pengacara Dharsyi Akib
Gugur di Libanon dan Congo, 2 Prajurit TNI Dianugerahi Penghargaan Tertinggi PBB oleh Antonio Guteres
Profil Serka Dudi Iskandar: Prajurit TNI Penerima Penghargaan Tertinggi PBB yang Gugur di Libanon
Alasan Ayu Ting Ting Putus Tunangan dengan Lettu Muhammad Fardhana
Bripka Miftahu Rochman Gugur saat Bantu Evakuasi Korban Banjir Bandang Sukabumi