• Minggu, 21 Desember 2025

Pembunuhan Johnny Mangi, Petrus, dan Teror Dahsyat Orde Baru ke Pers Indonesia

Photo Author
- Selasa, 8 Agustus 2023 | 08:00 WIB
Pembunuhan petinju Johnny Mangi yang terjadi 1 Mei 1983 hingga kini masih menjadi misteri. Majalah 'Zaman' edisi 4 Juni 1983 memberitakan tentang misteri kematian Johnny Mangi. Sumber foto: TOKOPEDIA/CREATIVEBOOKSTORE85
Pembunuhan petinju Johnny Mangi yang terjadi 1 Mei 1983 hingga kini masih menjadi misteri. Majalah 'Zaman' edisi 4 Juni 1983 memberitakan tentang misteri kematian Johnny Mangi. Sumber foto: TOKOPEDIA/CREATIVEBOOKSTORE85

KONTEKS.CO.ID - Letusan senjata api terdengar pada dini hari 1 Mei 1983 di jembatan di dekat Jalan Widodaren. Malang. Sesosok tubuh terkapar berlumuran darah.

Sosok itu adalah Johnny Mangi, petinju terkenal berusia 25 tahun asal Kampung Kayutangan, Kota Malang. Timah panas menghantam pelipis kanan dan tembus ke bagian kiri kepala Johhny. Warga Kota Malang Geger.

Liputan khusus BBC Indonesia edisi 13 April 2023 tentang penembakan misterius 1982-1985. Liputan khusus itu menyebut bahwa penembakan Johnny, yang terkenal sebagai petinju yang suka berkelahi dan bikin ribut, masuk dalam kategori misterius.

Baca Juga: Gebrakan Soemarno Sosroatmodjo, Gubernur DKI Kakek Bimbim Slank Bangun Perumahan Murah di Jakarta

Keterangan polisi saat itu menyebutkan, sang petinju meninggal akibat kecelakaan senjata api. Johhny tewas tertembak setelah meniru permainan Russian Roulette. Tetapi ada dugaan lain ia mati bunuh diri.

Namun tidak semua percaya. Ada yang meragukan cerita polisi.

Sumber majalah Tempo edisi 14 Mei 1983 menyebut, sebelum kejadian ada dua sosok menghampiri Johnny, lalu terjadi keributan dan terdengar suara tembakan.

Baca Juga: Sejarah Sepak Bola: Awal Mula Dimainkan, Pernah Jadi Olahraga Terlarang, Kini Terpopuler di Bumi

Masih menurut Tempo, cerita lain adalah Johnny tertembak saat bermain karambol. Desas-desus seperti ini juga beredar di warga Kayutangan dan sekitarnya.

-

Lampu Jalanan Mati

Tetapi yang paling aneh, lampu jalanan di lokasi kejadian tiba-tiba mati dan ada permintaan agar orang-orang menyingkir lalu terdengar bunyi tembakan.

Wakil Ketua Komnas HAM periode 2007-2012 Stanley Adi Prasetyo memimpin penyelidikan kasus Petrus 1982-1983.

Baca Juga: Mitos Babi Ngepet, Pesugihan Modern yang Lahir dari Kecemburuan Sosial

Stanley menyebut, di kasus Johnny Mangi, dalam hitungan tiga menit terdengar letusan senjata api. Johnny sudah tergeletak meninggal dunia ketika lampu kembali menyala.

Dalam rentang waktu 2008-2011 Komnas HAM mewawancarai sejumlah saksi mata penembakan Johnny. Mulai dari kawan-kawan almarhum, bekas anggota polisi, dokter forensik, hingga petugas di kamar mayat RS setempat.

Stanley memimpin tim Komnas HAM yang turun ke kota Malang untuk menyelidiki kematian sang petinju. Mereka juga datang ke kota-kota besar lainnya untuk menyelidiki kasus-kasus rupa. Total Komnas HAM memeriksa 117 saksi dalam penyelidikan kasus tersebut. 

Baca Juga: Misteri Kematian Tragis Ditje Budiarsih, Peragawati Cantik Keturunan Bangsawan yang Tak Pernah Terungkap

Stanley yang lahir dan besar di kota Malang berhasil meminta keterangan dari mantan polisi yang ikut dalam operasi eksekusi sang petinju itu.

Tim Komnas HAM juga berhasil meminta keterangan seorang petinju kawan Johnny yang menjadi target untuk dihabisi, tapi dia selamat karena kabur. Stanley menyebut hasil penyelidikan sudah cukup menjelaskan bahwa Johnny dieksekusi.

Temuan tim Komnas HAM ini menguatkan kesaksian Ayah Johnny, Jan Ratu Mangi, yang sejak awal meyakini bahwa anaknya tidak bunuh diri. "Dia bermental baja, berani, dan tak mudah putus asa," kata Jan kepada wartawan tak lama setelah kejadian.

Baca Juga: Cerita Tentang Werner Verrips, Agen CIA Perampok Javasche Bank Surabaya yang Tewas Misterius

Jan yang juga pensiunan polisi ini menyangkal bahwa anaknya sering membawa senjata api. Namun ia tak menampik memiliki senjata laras panjang di rumahnya. "Tapi itu hanya digunakan untuk berburu," katanya, mengutip dari majalah Zaman edisi Juni 1983.

Sebagai petinju, nama Johhny Mangi populer di Malang pada era 1980-an. Para korak (istilah lokal untuk preman) di Malang segan kepadanya. Johhny pernah menjalani hukuman enam bulan penjara karena kasus penganiayaan.

-
Salah satu mayat korban Petrus yang tergeletak begitu saja di tempat umum. Foto: Dokumentasi Tempo

Kematian Johnny dan Operasi Petrus

Misteri kematian Johnny tentu saja menyedot perhatian masyarakat. Terlebih, penembakan ini terjadi bersamaan dengan kejadian maraknya pembunuhan misterius (Petrus).

Baca Juga: Buronan Legendaris Eddy Sampak: Perampok Tersadis Bunuh 4 Tentara, Buron 22 Tahun, Tertangkap Saat Sudah Jadi Tokoh Agama

Petrus adalah sebuah operasi di zaman Orde Baru. Ini merupakan shock therapy ala penguasa bagi para pelaku kejahatan. Para korban Petrus umumnya tergeletak begitu saja di berbagai tempat umum.

Belakangan, mantan Presiden daripada Soeharto dalam buku "Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya" yang terbit pada 1988 mengakui bahwa ia menyetujui operasi Petrus.

Salah satu surat kabar yang saat itu gencar memberitakan Petrus di kota Malang adalah koran "Suara Indonesia". Koran ini kerap menurunkan serial liputan tentang kasus tersebut. Tidak hanya berita, kritikan juga disampaikan melalui tajuk rencananya.

Baca Juga: Menteri Jusuf Muda Dalam: Terlibat Skandal dengan Banyak Perempuan, Koruptor Pertama Indonesia yang Divonis Mati

Koran ini juga mengangkat suara-suara kritis masyarakat yang mempertanyakan kebijakan pemerintah di balik peristiwa Petrus.

"Suara Indonesia" sempat menjadi salah satu koran terbesar di Jawa Timur dengan tiras mencapai 40.000 eksemplar per hari. Saat itu Redaktur Pelaksana "Suara Indonesia" adalah Peter Apollonius Rohi. Peter Rohi adalah seorang wartawan kawakan yang pernah menjadi prajurit Korps Komando Angkatan Laut atau KKO (kini Marinir).

Dalam bagian buku "Peter A Rohi: Jurnalis Pejuang-Pejuang Jurnalis" yang menceritakan tentang Petrus, saat itu Peter Rohi memerintahkan semua koresponden untuk membuat berita setiap korban Petrus.

Baca Juga: Sejarah Piala Eropa atau Euro: Diawali Mimpi Henri Delaunay, Sudah Tiga Kali Ganti Nama

Menurut berita "Suara Indonesia", selalu ada mayat di dalam karung di sepanjang jalan dan di tepi Kali Brantas. Ada pula berita tentang karung-karung berisi mayat yang diyakini sebagai mayat preman bertato di jurang Bondowoso. Sebagian tanpa identitas.

Peter Rohi menyebut bahwa setelah ia melakukan rek dan ricek laporan koresponden yang masuk, ternyata tidak semua korban Petrus adalah preman. Peter mencatat identitas para korban Petrus itu dan itu sebabnya dia dianggap melawan.

-
Berita tentang teror potongan kepala manusia ke kantor redaksi 'Suara Indonesia' pada 16 November 1984. Foto: Dokumen Stanley Adi Prasetyo

Teror Kepala Manusia


Nyaris setiap hari koran ini memberitakan tentang korban Petrus. Rupanya sikap kritis "Suara Indonesia" membuat pihak-pihak yang merasa tersudut melakukan teror.

Baca Juga: Kisah Nyai Gundik Meneer Belanda, Disayang dan Terbuang

Pada Rabu 16 November 1984 pukul 03.00 subuh, kantor redaksi "Suara Indonesia" mendapat kiriman paket mencurigakan. Tiga orang karyawan "Suara Indonesia" menemukan paket berupa kardus baterai ABC berbungkus plastik putih tepat di pintu masuk kantor redaksi.

Awalnya mereka menyangka paket itu berisi batu. Setelah membuka kota karton, ternyata isinya potongan kepala manusia. Potongan kepala itu ditengarai potongan kepala korban Petrus.

Peter Rohi dan awak redaksi lain menjadi salah satu saksi mata teror akibat sejumlah berita yang mereka tulis. Akibat kejadian tersebut "Suara Indonesia" memutuskan untuk tidak terbit keesokan harinya. Ini adalah teror terdahsyat yang pernah dialami pers pada masa rezim Orde Baru.

Baca Juga: Sejarah Lokalisasi Saritem: Ragam Versi Nyai Saritem, Mojang Cantik Gundik Belanda yang Jadi Lokalisasi Tertua di Bandung

Untungnya teror itu tidak membuat "Suara Indonesia" tunduk. Peter Rohi dan kawan-kawan justru terus melawan dan memberitakan soal Petrus. Tidak hanya berita, "Suara Indonesia" juga makin sering menyampaikan kritik melalui tajuk rencananya.

Berita teror paket kepala manusia ini kemudian mendapat reaksi keras dari dunia internasional. Peter kerap menerima permintaan wawancara dari wartawan yang bekerja untuk media di Eropa.

Ketua Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI) bahkan sampai datang ke Indonesia dan meminta Pangab Jenderal LB Moerdani untuk menjamin keamanan wartawan Indonesia.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Jimmy Radjah

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X