Sementara untuk korban jiwa, Tim Gabungan Pencari Fakta (TPF) mencatat kerusuhan Mei 1998 itu telah merenggut 1190 nyawa. Ini hanya di Jakarta saja. Dari jumlah tersebut, 27 di antaranya meninggal karena senjata, sementara sisanya akibat terbakar.
Saat itu situasi Jakarta benar-benar tak terkendali dan di luar kemampuan Polri untuk mengatasinya. Militerlah yang diharapkan mampu untuk mengatasi keadaan.
Baca Juga: Salim Group, Raksasa Ekonomi yang Pernah Berada di Titik Terendah Bisnis, Politik, dan Krisis
Polisi Angkat Tangan, Sjafrie Turun Tangan
Kapolri saat itu, Jenderal Polisi Dibyo Widodo, akhirnya memutuskan untuk menyerahkan tanggung jawab keamanan dan ketertiban Jakarta kepada Pangdam Jaya Sjafrie Sjamsoedin sebagai Panglima Komando Pelaksana Operasi Jakarta.
Menteri Pertahanan ke-20 Juwono Sudarsono dalam tulisan "Setelah Prahara Mei 1998" menggambarkan ketenangan dan kesiapan Sjafrie mengatasi keadaan.
Juwono mencatat, Sjafre menurunkan 60 SSK (satuan setingkat kompi) pasukan Kodam Jaya untuk mengamankan semua objek dan sarana publik seperti listrik, perusahaan air minum, dan transportasi umum pada hari kejadian tragedi Trisakti.
Baca Juga: Kisah Kelam Isaac Newton, Jenius Sains yang Pernah Gagal dalam Investasi Saham
Pada hari berikutnya, ia menambah jumlah pasukan menjadi 112 SSK. Pada 14 Mei 1998, Sjafrie kembali menambah pasukan menjadi 142 SSK. Dalam beberapa hari, total Sjarie mengerahkan 14.200 orang prajurit.
Ada satu kejadian, menjelang tengah malam, puluhan tentara menaiki panser turun membubarkan kerumunan massa yang tengah melakukan penjarahan.
Sikap tegas Sjafrie dalam menindak para perusuh dan penjara terbukti ampuh. Kerusuhan akhirnya dapat dicegah sehingga tidak semakin meluas dan berlarut-larut.
Bahkan untuk memastikan Jakarta sudah kondusif, Safri sendiri turun langsung berkeliling kota dengan mengendarai kendaraan tempur.
Tak hanya tegas dalam mengatasi kerusuhan, Juwono juga memuji nyali besar saat memerintahan anak buahnya mengantar empat jenazah mahasiswa Universitas Trisakti ke rumah orang tua dan sanak saudara mereka. Jenazah empat pahlawan reformasi itu kemudian dimakamkan secara khusyuk dan terhormat.
Juwono juga menyebut bahwa Sjafrie berani menanggung risiko bahwa sebagai Pangdam Jaya ia bertanggung jawab atas kasus pelanggaran HAM berat saat-saat kritis di tahun 1998. Namun pada November 1998, Komnas HAM menyebutkan, berdasarkan temuan dan laporan TGPF, Sjafrie tidak terbukti secara jelas dan nyata bersalah atas tuduhan itu.