KONTEKS.CO.ID - Tokoh G 30S PKI Lettu Doel Arief adalah sosok misterius. Hingga hari ini sejarah tak mencatat secara resmi nasibnya pascapemberontakan, apakah mati atau terpenjara.
Saking misteriusnya, tentara berdarah Madura itu tak memiliki satu pun foto yang pernah terpublis ke muka publik.
Rakyat Indonesia hanya mengetahui sosoknya sebagai pria berperawakan besar dan berkulit gelap. Wajahnya sangar, khas seorang militer. Visualnya tergambar dari tokoh yang memerankannya dalam film Penghianatan G30SPKI.
Baca Juga: Sejarah Rumah Sriwijaya: Monumen Keteguhan Hati Bu Fat yang Menjadi Cagar Budaya
Komandan Pasukan Bersandi Pasopati
Lettu Doel Arief adalah tokoh lapangan utama dalam peristiwa keji penculikan para Pahlawan Revolusi. Sayangnya tak banyak sumber yang tahu tentangnya.
Ia tercatat sebagai Komandan Pasukan bersandi "Pasopati" yang bertugas menculik para jenderal Angkatan Darat (AD) enjelang subuh 1 Oktober 1965. Saat mengemban perintah tersebut, pangkatnya letnan satu.
Tugas utama Doel Arief sebagai tentara adalah Komandan Kompi C Batalyon Kawal Kehormatan 2 Tjakrabirawa. Sementara pimpinannya langsung adalah Letkol Untung Syamsuri.
Baca Juga: Jarang Ada yang Tahu! Tiga Kota Ini Punya Penganut Agama Yahudi Terbesar di Indonesia
Selain mengomandoi pasukan Pasopati, ia bersama Pelda Djahurup bertugas menculik Jenderal TNI AH Nasution. Kemudian pada 1 Oktober 1965 menjelang subuh, ia bergerak bersama pasukannya menuju rumah Nasution di Jalan Teuku Umar No 40, Menteng, Jakarta Pusat.
Lucunya pasukan Pasopati sempat salah alamat ke rumah dokter Leimena dan membunuh pengawalnya yakni Aipda Karel Sasuit Tubun.
Pasukan Kacau Balau
Pasukan ini memang tak profesional sejak awal. Alih-alih menangkap AH Nasution, Doel bersama pasukannya justru menembak mati bocah tak berdosa, Ade Irma Suryani, putri bungsu sang jenderal besar.
Baca Juga: Kisah Kelam Isaac Newton, Jenius Sains yang Pernah Gagal dalam Investasi Saham
Doel dkk tak bisa membedakan mana Jenderal TNI AH Nasution dan ajudannya, Pierre Andries Tendean. Menganggap Tendean adalah Nurdin -nama sandi Jenderal Nasution yang disematkan oleh pasukan penculik ini, maka Tendean mereka bawa ke Lubang Buaya.
Kerja Doel terbilang kacau balau dalam misi ini. Menjelang tanggal 30 September 1965, pasukan dari Kompi C yang Doel Arief pimpin dikumpulkan di Asrama Tjakrabirawa. Dari sekitar 3.000 anggota Tjakrabirawa, dia bersama Letkol Untung hanya mampu mengumpulkan 60-an orang.
Dengan demikian, sejatinya Tjakrabirawa yang terlibat G30S hanya 2%. Itu pun resimen di bawah pimpinan Doel plus pasukan dari Batalyon 454 dan Brigif-1 Jaya Sakti. Mereka inilah yang melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap para Jenderal TNI AD.
Baca Juga: Misteri Kematian Tragis Ditje Budiarsih, Peragawati Cantik Keturunan Bangsawan yang Tak Pernah Terungkap
Pertanyaannya, siapa sebenarnya Lettu Doel Arif?
Tidak banyak memang sumber yang mengungkap tentang sosok tentara seram nan misterius ini.
Kisah awal karier hingga kematiannya seusai petualangan G30SPKI yang gagal itu masih jadi misteri sampai hari ini.
Baca Juga: Mengenal John D Arnold, Penyuka Matematika yang Jadi Legenda Trader AS di Usia Belia
Lettu Doel Arief dan Ali Moertopo
Sedikit kabar tersampaikan oleh Ben Anderson, seorang pemerhati Indonesia dari Universitas Cornell, Amerika Serikat.
Dalam tulisannya berjudul The World of Sergeant-Mayor Bungkus, Anderson menyebut tentara Madura nan misterius itu sangat dekat dengan Ali Moertopo. Ali Moertopo sendiri merupakan tangan kanan, sekaligus intelijen andalan dari Soeharto.
Doel naik pamor sejak Banteng Raiders memerangi Darul Islam di Jawa Tengah dan Jawa Barat pada periode 1950-an.
Baca Juga: Mengenal John D Arnold, Penyuka Matematika yang Jadi Legenda Trader AS di Usia Belia
Pengungkapan Anderson makin kuat dengan pernyataan Letnan Kolonel Heru Atmodjo, perwira menengah yang namanya Letkol Untung masukan ke dalam Dewan Revolusi. Ini yang menyeret namanya terlibat dalam pemberontakan tersebut.
Dalam wawancaranya dengan Koran Tempo, Heru mengatakan, Doel Arief adalah anak angkat Ali Moertopo.
Doel sejak lama sudah berteman dengan dua pentolan penculik pahlawan revolusi lainnya, yakni Serka Bungkus dan Pelda Djahurup.
Baca Juga: Cerita Tentang Werner Verrips, Agen CIA Perampok Javasche Bank Surabaya yang Tewas Misterius
Mereka bertiga terlibat revolusi dalam Batalyon Anjing Laut yang pimpinan Mayor Ernest Julius Magenda. Saat itu Bungkus masih prajurit satu dan Doel sudah kopral.
Lettu Doel Arief, Pelda Djahurup, Serka Bungkus Selalu Bersama Sejak Revolusi Kemerdekaan
Seusai revolusi kemerdekaan, mereka melanjutkan karier di militer dengan pangkat rendah dan gaji yang tak seberapa. Ketika terjadi pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), kedua bertempur di sekitar Pulau Seram, Maluku.
Setelah itu, keduanya tak lagi bertugas di Jawa Timur. Mereka pindah tugas ke Jawa Tengah bertugas di Divisi Diponegoro pimpinan Kolonel Gatot Subroto.
Baca Juga: Unik, Ternyata Candu Pernah Jadi Sumber Devisa Indonesia, Begini Ceritanya
Doel Arif, Bungkus, dan Djahurup berada dalam satu Batalion 448 Kodam Diponegoro. Lebih mengejutkan lagi, ungkap Heru, komandannya saat itu ialah Kolonel Abdul Latief. Salah satu tokoh penting penculikan para jenderal AD.
Setelah lama berdinas di Jawa Tengah, ketiganya masuk Resimen Tjakrabirawa, yakni pasukan khusus penjaga Presiden Soekarno.
Tahun 1965, Doel sudah berpangkat letnan satu, Djahurup pembantu letnan dua, dan Bungkus sebagai sersan mayor.
Baca Juga: Maung Bikang, Laskar Mojang Bandung yang Bikin Ciut Nyali Penjajah
Artikel Terkait
Peristiwa G30S PKI, Dampak Sosial dan Politik bagi Bangsa Indonesia
Tragedi G30S PKI: Perseteruan Politik Antara DN Aidit dan Jenderal Ahmad Yani yang Berujung Tragis
Tanggal 30 September Memperingati Beragam Hari Penting, Salah Satunya G30S PKI
Jenderal Kopassus Gembleng Pelatih dan Atlet Pelatnas PBSI di Situ Lembang: Retret Perkuat Kebersamaan!
30 Nama dan Jabatan Pati TNI yang Dapat Promosi dan Dimutasi Panglima Jenderal Agus Subiyanto