Baca Juga: Barisan Terate, Pasukan Khusus Pelacur dan Maling Penghancur Daya Tempur Belanda
"Tanggal 18 September," jawab Parman.
Yani lantas memerintahkan untuk meningkatkan penjagaan.
"Tumpas mereka kalau berani bergerak," perintah Yani.
Baca Juga: Dua Dunia Ratmi B29: Veteran Perang Peraih Bintang Gerilya Hingga Ratu Panggung Hiburan
Pada 18 September 1965, pasukan AD langsung memperkuat penjagaan di semua kediaman pimpinannya sejak sore. Termasuk penempatan senjata bantuan, kendaraan lapis baja dan mengawal tempat-tempat strategis.
Malam berlalu dengan menegangkan. Namun tak terjadi gejolak apa-apa seperti penuturan laporan Parman kepada Yani.
Keesokan paginya pengamanan terhadap para petinggi AD kembali longgar seperti biasanya.
Baca Juga: Kisah Gusti Nurul, Kembang Mangkunegara Pujaan Tentara, Sultan, Hingga Perdana Menteri dan Presiden
Seperti biasa, penjagaan keamanan dengan kekuatan satu regu hanya terjadi di rumah Jenderal AH Nasution dan Jenderal Ahmad Yani. Sementara, rumah perwira tinggi lainnya sama sekali tidak ada bantuan pengamanan.
Yani Abaikan Beberapa Peringatan
Saat Yani berceramah di Seminari Tinggi Ledalero Flores pada 27 September 1965, Sang Rektor, Nicholas Bowman, menulis catatan untuk mengingatkan Yani akan kondisi genting situasi politik saat itu.
“Pada Beliau saya gambarkan awan tebal sudah menggantung di langit, topan pasti akan segera datang,” ujarnya.
Baca Juga: Sejarah Piala Eropa atau Euro: Diawali Mimpi Henri Delaunay, Sudah Tiga Kali Ganti Nama
Catatan itu langsung mendapat jawaban dari Ahmad Yani dengan nada optimistis.
"Romo tidak perlu khawatir menghadapi PKI, kita pasti menang!" tegasnya.
Selanjutnya, pada 28 September seorang mantan atase militer di Peking, China, Brigjen Sudono sempat memberitahu Mayjen MT Haryono. Sudono mendapat informasi bahwa akan ada suatu kudeta untuk menculik beberapa jenderal AD.
"Dalam satu dua hari ini hati-hati akan ada penculikan terhadap sejumlah jenderal, kamu ikut dijadikan sasaran," begitu kata Sudono kepada MT Haryono.
Seperti Ahmad Yani, MT Haryono tidak menanggapinya dengan serius.
Sehari kemudian, Brigjen Sugandi salah satu orang dekat Sukarno, juga melapor kepada Yani bahwa tokoh PKI DN Aidit dan Sekjen PKI Sudisman menyebut akan menindak Dewan Jenderal pada 30 September 1965.
Baca Juga: Pembunuhan Johnny Mangi, Petrus, dan Teror Dahsyat Orde Baru ke Pers Indonesia
Sugandi kemudian berusaha secepatnya untuk menemui Yani. Namun, dia menemui kesulitan menemui Yani. Dia lantas menelepon, tapi Yani sedang menerima kedatangan Mayor Jenderal Basuki Rahmat.
Yani akhirnya hanya bisa bicara lewat telepon dengan Sugandi. Kepada Sugandi, Yani mengaku tak yakin ada penculikan. Yani merasa omongan Sudisman dan Aidit yang katanya akan menindak jenderal-jenderal adalah pancingan belaka.
Pemberontakan G30S PKI
Ternyata, beberapa jam kemudian peringatan itu terbukti. Pada dini hari 1 Oktober 1965, Pasukan Pasopati menyatroni kediaman Jenderal Ahmad Yani.
Baca Juga: Kisah Kelam Isaac Newton, Jenius Sains yang Pernah Gagal dalam Investasi Saham
Sang Jenderal gugur. Pasukan penculik memberondong tubuh Jenderal Ahmad Yani dengan senjata api. Dari tujuh peluru yang melesat, lima di antaranya menembus badan Yani. Sedangkan dua lainnya tertinggal di dalam badan sang jenderal.
Dalam tragedi berdarah tersebut, Pasukan Pasopati yang terdiri dari 250 orang anggota Cakrabirawa menculik dan membunuh para jenderal Angkatan Darat.
Tiga jenderal gugur di rumahnya, yakni Jenderal Ahmad Yani, Mayjen MT Haryono dan Brigjen DI Panjaitan. Sedangkan target lainnya yakni Mayjen Raden Suprapto, Mayjen Siswondo Parman, Brigjen Sutoyo Siswomiharjo belum meninggal. Pasukan Pasopati menangkap mereka hidup-hidup dan membawanya ke Lubang Buaya.
Baca Juga: Bang Pi'ie Jawara Pasar Senen: Pejuang Kemerdekaan 1945 yang Jadi Pengendali Bandit Jakarta, Menteri di Era Soekarno, Tolak Kenaikan Pangkat dari Soeharto
Sementara, Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil lolos meski terluka di bagian kaki. Namun putrinya, Ade Irma Suryani dan ajudannya Letnan Satu Pierre Andreas Tendean gugur usai peluru dari Pasukan Pasopati menembus tubuh keduanya.***
Artikel Terkait
Debat Capres Capres, Ganjar Pranowo Tegaskan Komitmen Dukung Kemerdekaan Palestina
Jakarta Bersiap Melepas Status Ibu Kota Negara Menjadi DKJ Jelang HUT ke-79 Kemerdekaan RI
Panglima TNI Geser Posisi 62 Pati TNI AD, Banyak Jenderal Tinggalkan Markas Selamanya
Mutasi Pati TNI di 3 Januari 2025, Jenderal Agus Subiyanto Rotasi Posisi 8 Laksamana TNI AL
30 Nama dan Jabatan Pati TNI yang Dapat Promosi dan Dimutasi Panglima Jenderal Agus Subiyanto