• Minggu, 21 Desember 2025

Paradoks Luhut Panjaitan: Tak Pernah Telat Naik Pangkat, Namun 'Nangis' di Jabatan

Photo Author
- Rabu, 12 Oktober 2022 | 14:30 WIB
Launching buku
Launching buku

Saat di Kopassus, sebut Sintong, karier dan jabatan Luhut mulus tanpa gangguan. Sebab, semua di Kopassus merupakan wewenang Danjen Kopassus. Tetapi saat berpangkat kolonel ke atas, ya atau tidak seorang prajurit menduduki jabatan strategis ditentukan oleh orang nomor satu alias Presiden yang saat itu dijabat oleh Soeharto.

Baca Juga: Kisah Dualisme Merek Roti Legendaris Tan Ek Tjoan (1)

Menyangkut pangkat, sepanjang memenuhi persyaratan maka hal itu tidak mejadi soal. "Tapi mengenai jabatan, nah itu dia permasalahannya," kata mantan Pangdam Udayana 1988-1992 ini.

Dari Staf ke Staf

Di saat perwira Kopassus lain kariernya tetap di orbit, Luhut yang prestasinya spektakuler bernasib sebaliknya. Jabatannya selalu di 'pinggir', menjadi staf. Seusai menjabat Komandan Grup 3 Sandi Yudha Kopassus berlanjut menjadi Danpusdikpassus, Luhut berkutat di jabatan staf. Selanjutnya Luhut menjabat Wakil Komandan Pusat Persenjataan Infanteri (Wadanpussenif) dan naik menjadi Danpussenif.

"Pangkatnya lancar sama seperti perwira lain, tapi wewenangnya tidak pernah seperti panglima yang lain. Jadi jabatan kelas dua sebetulnya, tapi pangkatnya nggak pernah terlambat karena tidak ada orang yang mengatakan bahwa (kerja) dia nggak baik," urai Sintong.

Baca Juga: Cerita Awal Tan Ek Tjoan: Asimilasi Lewat Setangkup Roti (2)

Sintong yang bekas penasihat militer Presiden BJ Habibie ini melanjutkan, hal yang paling membekas dalam ingatannya tentang Luhut adalah saat dirinya masih menjabat Pangdam Udayana. Kala itu Sintong dipersiapan menjadi Asisten Operasi Pangab. Pangab saat itu dijabat Jenderal Edi Sudradjat.

Para kolonel yang dianggap berprestasi baik, termasuk Luhut, menjalani seleksi untuk mengikuti pendidikan lanjutan untuk jabatan di jenjang yang lebih tinggi. Lagi, petinggi ABRI saat itu menobatkan Luhut sebagai peserta pendidikan terbaik.

"Wah, saya pikir 'udah Hut, lu nomor satu. Karena ini dari kolonel ke brigjen, pilihlah nanti Kasdam di mana kawan ini antara Kasdam I sampai XVII'. Ternyata begitu keluar pangkat dan penempatan jabatan, Luhut Binsar Panjaitan kebagian 'jatah' Wadanpussenif. Pangkat boleh brigjen, tapi bukan Kasdam atau Wadanjen Kopassus," katanya.

Baca Juga: Semarak Lebaran di Era Kolonial Pernah Jadi Silang Sengketa Elite Belanda, Ini Penyebabnya

"Jabatan yang paling tidak disukai oleh semua orang ya jabatan (Wadanpussenif) itu. Luhut Binsar Panjaitan dapat jabatan itu. Saya lihat mukanya pasti nggak senang dia," sambung Sintong membuat hadirin tergelak.

Luhut naik pangkat lagi sebagai jenderal bintang dua tepat waktu. Namun jabatannya tidak bergeser menjadi penguasa teritorial, melainkan tetap di posnya sebagai Danpussenif. Nasibnya tetap sama ketika naik pangkat menjadi jenderal bintang tiga, jabatannya adalah Dankodiklat TNI AD.

"Dapat kita simpulkan bahwa orang ini (Luhut) tidak pernah tidak naik pangkat, tapi setiap naik pangkat mungkin dia nangis," kata Sintong sembari tertawa.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Jimmy Radjah

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X