• Minggu, 21 Desember 2025

Presiden Pakistan Zia Ul Haq dan Memori Pertempuran 10 November 1945, dari Kaget Mendengar Adzan hingga Pimpin Pembelotan Pasukan Gurkha

Photo Author
- Minggu, 9 November 2025 | 11:52 WIB
Presiden Pakistan Muhammad Zia Ul Haq -tengah- pernah terlibat dalam perang di 10 November 1945 di Surabaya. (Foto: Indonesia-Pakistan)
Presiden Pakistan Muhammad Zia Ul Haq -tengah- pernah terlibat dalam perang di 10 November 1945 di Surabaya. (Foto: Indonesia-Pakistan)

Setelah membaca selebaran tersebut, Mallaby terdiam. Sebab, ia mendapat perintah baru yakni mengambil-alih Kota Surabaya dengan paksa, sekaligus memberlakukan darurat militer.

Selebaran tersebut menggemparkan masyarakat Surabaya, karena mengultimaltum rakyat untuk menyerahkan senjatanya. Akhirnya meletus juga pertempuran antara pejuang nasionalis dan Brigade India ke-49.

Baca Juga: Sejarah Gelombang Aksi Massa Jalanan, dari Revolusi Eropa Mikhail Bakunin hingga Kerusuhan di Indonesia

Pasukan Inggris Terpojok, Mallaby Tewas

Prediksi Mallaby yang mengandalkan kemampuan anak buahnya meleset. Posisi mereka terdesak oleh serangan para pejuang dari segala sisi di tengah misinya membebaskan tahanan Belanda dan melucuti pasukan Jepang.

Tampak mobil Buick 8 yang terbakar setelah meledak dan menewaskan Jenderal Mallaby dari Inggris. (Foto: Wikipedia)

Sepanjang malam pada 28 Oktober hingga siang hari besoknya, 29 Oktober 1945, Brigade 49 hampir habis jika tidak terjadi gencatan senjata.

Perang berlangsung serentak di semua penjuru Kota Surabaya. Kekuatan tentara Inggris terpecah lantaran karena tak mampu menahan gempuran rakyat Surabaya.

Militer Inggris akhirnya meminta agar Presiden Soekarno datang langsung ke Surabaya untuk menenangkan pejuang.

Dari Jakarta, Soekarno terbang bersama Wapres Mohammad Hatta dan Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin menuju Surabaya dengan menumpang Royal Air Forces (RAF).

Baca Juga: Jejak Kerusuhan Politik di Indonesia dari Anarkisme Reformasi 1998 Hingga Demo Algoritma 2025

Pada 29 Oktober 1945 sore, Soekarno langsung menggelar perundingan gencatan senjata dengan Inggris. Pembicaraan ini menghasilkan enam pokok persetujuan disiarkan keduanya melalui Radio Pemberontakan di Jalan Mawar No 2 Surabaya.

Salah satunya poinnya, sejak malam itu semua orang bebas merdeka bergerak, baik orang-orang Indonesia maupun Inggris. Poin lainnya, dibentuklah Biro Khusus yang ditugaskan untuk menengahi konflik.

Namun, gencatan senjata tidak bertahan lama karena pecah pertempuran lagi.

Pada 30 Oktober 1945, anggota Kontak Biro berupaya menuju Gedung Internatio yang masih terjadi kontak senjata. Saat itu, gedung diduduki oleh tentara Inggris, termasuk Mallaby di dalamnya.

Baca Juga: Potret Buram Mayor Sabarudin, Tentara Psikopat Era Kemerdekaan yang Cuma Tunduk pada Tan Malaka

Rakyat Surabaya menuntut agar gedung itu dikosongkan dan Mallaby bersama tentara Inggris menyerah.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Jimmy Radjah

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X