Selain belum mencantunkan kata Raya, bagian refrein pun belum Indonesia merdeka-merdeka, tetapi Indonesia mulia-mulia.
Baca Juga: Menyingkap Sejarah Richard Mille, Jam Tangan Ultra Mewah Milik Sahroni yang Sempat Dijarah Warga
Namun yang pasti, pada Kongres Pemuda II inilah momen cikal bakal lagu kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan kepada publik untuk pertama kalinya.
WR Supratman membawakan lagu tersebut dengan iringan biola. Para peserta kongres sampai ada yang berkaca-kaca. Mereka juga meminta agar WR Supratman kembali menyanyikannya.
Peserta bukan hanya terhibur, tetapi karena lagunya sangat bagus dan enak didengar. Sayangnya, WR Supratman tidak memenuhi permintaan peserta kongres karena situasinya tidak memungkinkan.
Baca Juga: Potret Buram Mayor Sabarudin, Tentara Psikopat Era Kemerdekaan yang Cuma Tunduk pada Tan Malaka
Di luar Kongres Pemuda II, surat kabar berbahasa Melayu-Tionghoa, Sin Po, yang pertama kali memuat teks dan notasi lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Supratman pada 10 November 1928.
Peran etnis Tionghoa dalam Sumpah Pemuda sejatinya tidak berhenti pada Sie Kong Lian, sang pemilik pondokan.
Sejarah mencatat terdapat empat pemuda peranakan Tionghoa yang menghadiri Kongres Pemuda kedua. Mereka adalah Kwee Thiam Hong, Oey Kay Siang, John Liauw Tjoan Hok, dan Tjio Djin Kwie.
Rumah Kos Dihibahkan ke Negara
Setelah Kongres Pemuda II, rumah kos Sie Kong Lian sudah mulai ditinggalkan pelajar. Alhasil, bangunan ini disewakan kepada Pang Tjem Jam pada 1937-1951.
Pang Tjem Jam menjadikannya sebagai tempat tinggal. Setelah Tjem tak berdiam di sana lagi, Loh Jing Tjoe menyewanya sebagai toko bunga pada 1937-1948.
Tak cuma disewakan sebagai tempat tinggal hingga toko, gedung Museum Sumpah Pemuda juga pernah dijadikan hotel. Pada 1948-1951, gedung berubah fungsi menjadi Hotel Hersia.
Baca Juga: Cerita Tentang Laswi, dari Mangga Tuti Amir Hingga Duo Maung Bikang yang Doyan Penggal Kepala Musuh
Pada 1951-1970, bangunan ini disewa kembali oleh negara sebagai Kantor Inspektorat Bea & Cukai. Pada 3 April 1973, gedung milik Sie Kong Lian pun dikelola oleh Pemerintah Jakarta. Pemda melakukan pemugaran pada 20 Mei 1973.
Sie Kong Lian sendiri kemudian membeli rumah di Senen Raya Nomor 40. Rumah ini kemudian ditinggali hingga akhir hayatnya pada tahun 1954.
Cucu Sie Kong Lian bernama Yanti Silman menceritakan, engkongnya meninggal di rumah tersebut karena stroke, bukan di rumah sakit. Kini, rumah itu dijadikan tempat praktik generasi keturunan Sie Kong Lian yang banyak berprofesi sebagai dokter.
Artikel Terkait
Sejarah Singkat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
Cuitan Sumpah Pemuda dari Jokowi, Anies Baswedan hingga Rahmat Gobel
Strategi Institute: Sumpah Pemuda Harus Dimaknai untuk Menguatkan Kembali Kebhinekaan
Peringati Sumpah Pemuda Ilham Habibie Luncurkan Buku Kebangkitan Industri Dirgantara
Manfaat Sumpah Pemuda bagi Kehidupan Bangsa dan Bernegara Saat ini