Tak heran tempat kos itu menjadi ruang diskusi kebangsaan para mahasiswa. Berkumpulnya para pemuda menimbulkan risiko bagi mereka maupun sang pemilik rumah kos. Pasalnya, para intel pemerintah kolonial Hindia Belanda saat itu gencar mengawasi gerakan pembangkangan.
"Bayangkan pemuda-pemuda di sini diskusi seharian soal kebangsaan. Seandainya itu Sie Kong Lian sudah merasa membahayakan dirinya, mungkin dia inisatif untuk mengusir para pemuda itu.Tapi ternyata tidak, Sie Kong Lian memberi ruang buat para pemuda untuk tinggal, berdiskusi, dan semuanya leluasa begitu saja," jelas Eko dalam wawancara dengan BBC Indonesia.
Baca Juga: Pengakuan Mengejutkan Leo Wattimena, Sepak Terjang Omar Dhani, dan Jejak AURI di Balik G30S PKI
Lebih jauh lagi, para pelajar tersebut kemudian mendirikan Perkumpulan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada 1926 dan menjadikan rumah kos tersebut sebagai kantor sekretariatnya.
PPPI kerap menggelar berbagai kegiatan, di antaranya diskusi tentang kebangsaan hingga melahirkan inisiatif untuk menentukan masa depan bangsa, yakni dengan menggagas Kongres Pemuda I.
"Kongres Pemuda Pertama ini merupakan cikal bakal adanya Kongres Pemuda Kedua tahun 1928," kata Eko.
Mereka adu pintar dengan para intel kolonial Belanda agar kegiatannya tidak terendus. Guna menutupi kecurigaan intel Belanda, para pelajar menyampaikan bahwa ini merupakan kegiatan kepemudaan dan bukan perlawan. "Jadi mereka tetap eksis dan tidak diciduk oleh pemerintah Hindia Belanda," ujarnya.
Risiko serupa juga mengancam Sie Kong Lian. Tetapi ia bergeming dan tetap memberikan kebebasan kepada para penghuni kos dan pelajar yang datang untuk tetap menjalankan agenda-agenda kebangsaan.
Maka sejarah pun tercipta di rumah sederhana Sie Kong Lian yang beratap pelana, bercat putih, serta mempunyai 10 tiang kecil penyangga kanopi teras depannya. Sekitar 700 orang pemuda pribumi mengikrarkan lahirnya Sumpah Pemuda.
Ratusan pemuda-pemudi dari berbagai latar dan daerah mengikrarkan Tanah Air yang satu, Bangsa yang satu, hingga satu bahasa yakni Bahasa Indonesia.
Hingga kini tidak ada literatur atau kesaksian di mana posisi Sie Kong Lian ketika para pemuda-pemudi mengikrarkan Sumpah Pemuda di Kramat Raya 106. "Enggak pernah dengar Sie Kong Lian itu ada di mana," kata Leny.
Baca Juga: Pesawat, Fiat, Hingga Limousine dalam Pelarian dan Misi Terakhir Tokoh G30S PKI DN Aidit
Kali Pertama Lagu Indonesia Raya Membahana
Bukan hanya ikrar Sumpah Pemuda, rumah kos Sie Kong Lian pun menjadi tempat spesial karena untuk kali pertama lagu Indonesia Raya diperdengarkan oleh penciptanya, Wage Rudolf (WR) Supratman, kepada publik.
Namun kala itu, liriknya belum seperti lagu Indonesia Raya sekarang. Wartawan surat kabar Sin Po tersebut belum memasukan kata Raya karena khawati pemerintah Hindia Belanda murka.
Artikel Terkait
Sejarah Singkat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
Cuitan Sumpah Pemuda dari Jokowi, Anies Baswedan hingga Rahmat Gobel
Strategi Institute: Sumpah Pemuda Harus Dimaknai untuk Menguatkan Kembali Kebhinekaan
Peringati Sumpah Pemuda Ilham Habibie Luncurkan Buku Kebangkitan Industri Dirgantara
Manfaat Sumpah Pemuda bagi Kehidupan Bangsa dan Bernegara Saat ini