Pada May Day 2008, bendera hitam berlogo "A" dalam lingkaran untuk pertama kali berkibar di Jakarta.
Aksi mereka melawan kapitalisme, Lapindo, hingga perusakan ATM (Sleman, 2011) membuat aparat mengawasi ketat.
Omnibus Law 2020 dan Stigma Anarko
Isu anarko kembali mencuat pada demo menolak UU Cipta Kerja Oktober 2020.
Polisi menangkap ribuan remaja dan menyebut mereka anarko sindikalis. Coretan simbol "A" bertebaran di tembok-tembok kota.
Kapolri saat itu, Tito Karnavian, bahkan sejak 2019 sudah menuding anarko terlibat kerusuhan May Day di Bandung.
Padahal, akademisi seperti Andreas Budi Widyanta (UGM) menekankan bahwa, anarkisme mengkritik hierarki dalam ekonomi, politik, sosial. Ia tidak identik dengan kekerasan.
Stigma tetap melekat. Anarko jadi kambing hitam setiap kerusuhan.
Gelombang 2025: dari Pajak hingga Tragedi Ojol
Dua dekade setelah Reformasi, jalanan kembali memanas. Pada Agustus–September 2025, aksi protes membesar:
- Tunjangan DPR Rp100 juta per bulan memicu amarah.
- Kebijakan PBB-P2 menyalakan api protes dari Bone hingga Pati.
Tragedi Affan Kurniawan, pengemudi ojol yang tewas tertabrak kendaraan taktis Brimob, memantik solidaritas nasional.
Narasi pembubaran DPR bergema di media sosial.
Kerusuhan merembet. Di Jakarta, penjarahan menimpa rumah beberapa anggota DPR hingga rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani di Bintaro.
Artikel Terkait
Ide Gila Jenderal Prof Moestopo, Bentuk Barisan Pelacur dan Maling Hancurkan Belanda di Era Revolusi Kemerdekaan
Cerita Tentang Laswi, dari Mangga Tuti Amir Hingga Duo Maung Bikang yang Doyan Penggal Kepala Musuh
Mengenang Sepak Terjang K'tut Tantri, Warga Amerika yang Berjuang di Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Potret Buram Mayor Sabarudin, Tentara Psikopat Era Kemerdekaan yang Cuma Tunduk pada Tan Malaka