KONTEKS.CO.ID - Suatu hari pada pertengahan abad ke-19, tepatnya 3 Mei 1849, kerusuhan meledak di Dresden, ibu kota Kerajaan Saxony (kini Jerman).
Perlawanan rakyat memaksa Raja Frederick Augustus II melarikan diri.
Di balik barikade yang dibangun dari lukisan curian, ada seorang Rusia berjanggut lebat bernama Mikhail Bakunin.
Mikhail Bakunin, lahir 1814, segera jadi buronan. Ia menyamar, mencukur janggutnya, mengganti nama jadi Anderson.
Dia tetap hadir di tiap titik api revolusi yaitu Paris, Praha, Dresden.
Baca Juga: Potret Buram Mayor Sabarudin, Tentara Psikopat Era Kemerdekaan yang Cuma Tunduk pada Tan Malaka
Ide-idenya kemudian dituangkan dalam buku God and the State (1871) dan The Paris Commune and the Idea of the State.
Bagi Mikhail Bakunin, kebebasan manusia mustahil terwujud selama masih ada otoritas.
Negara baginya bukanlah pelindung, melainkan instrumen penindasan
"Hasrat untuk menghancurkan juga adalah hasrat kreatif," tulisnya dalam sebuah manifesto tahun 1842 yang dikutip dari Leier, Mikhail Bakunin: The Creative Passion, 2011.
Sejarawan EH Carr dalam biografinya (1975) mencatat pengaruh Bakunin paling kuat terasa di Spanyol, terutama saat Revolusi 1936.
Anarkisme menjadi "kredo revolusioner paling eksplosif" yang pernah ada di Eropa.
Namun, Mikhail Bakunin tidak sendirian. Ia terlibat perseteruan panjang dengan Karl Marx.
Artikel Terkait
Ide Gila Jenderal Prof Moestopo, Bentuk Barisan Pelacur dan Maling Hancurkan Belanda di Era Revolusi Kemerdekaan
Cerita Tentang Laswi, dari Mangga Tuti Amir Hingga Duo Maung Bikang yang Doyan Penggal Kepala Musuh
Mengenang Sepak Terjang K'tut Tantri, Warga Amerika yang Berjuang di Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Potret Buram Mayor Sabarudin, Tentara Psikopat Era Kemerdekaan yang Cuma Tunduk pada Tan Malaka