KONTEKS.CO.ID - Penghargaan Anugerah Bisnis dan HAM (BHAM) 2025 yang diterima PT Trimegah Bangun Persada Tbk atau Harita Nickel mendadak menuai sorotan.
Pasalnya, di saat perusahaan tambang nikel itu mendapat pengakuan formal atas kepatuhan HAM, SETARA Institute justru mengungkap adanya delapan dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di wilayah operasional perusahaan.
Temuan tersebut disampaikan SETARA Institute berbarengan dengan peluncuran riset Responsible Business Conduct (RBC) Benchmark di Jakarta, 26 November 2025.
Baca Juga: Gelar Perkara Ijazah Jokowi Digelar, Roy Suryo Tegas: Saya Tidak Memeriksa, Hanya Diperlihatkan
Riset ini memetakan kepatuhan HAM 39 perusahaan dari dua sektor berisiko tinggi, yakni kelapa sawit dan pertambangan.
Dari sektor tambang, Harita Nickel memperoleh skor 65 dengan peringkat B dan masuk kategori Business and Human Rights (BHR) Early Adopting Company, satu tingkat di atas level dasar.
Skor Tinggi di Atas Kertas, Rendah di Lapangan
Peneliti Bisnis dan HAM SETARA Institute, Nabhani Aiqoni, menegaskan bahwa skor tersebut lebih mencerminkan kepatuhan normatif, bukan realitas faktual.
“Ketika diuji pada variabel aktual, skor Harita hanya 30. Artinya, masih ditemukan delapan kasus pelanggaran HAM serius, bahkan ada yang bersifat irremediable,” ujar Nabhani dalam keterangan tertulis yang dilansir pada Jumat, 19 Desember 2025.
Menurutnya, kasus-kasus tersebut berdampak luas, berlangsung lama, dan menyasar tiga kelompok terdampak utama yaitu lingkungan, masyarakat adat dan komunitas lokal, serta pekerja. Respons perusahaan terhadap temuan tersebut dinilai belum memadai.
“Jadi tidak tepat jika disebut Harita sebagai perusahaan yang sepenuhnya kompatibel HAM,” tegasnya.
Narasi Publik Dinilai Menyesatkan
SETARA Institute menekankan bahwa BHAM bukanlah sertifikat bebas pelanggaran, melainkan instrumen dorongan perbaikan berkelanjutan sesuai prinsip knowing and showing dalam UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs).
Namun, Nabhani menilai publikasi perusahaan justru membangun persepsi seolah penghargaan tersebut menegaskan kepatuhan mutlak.
“Rilis mandiri korporasi cenderung mengambil angle seakan-akan SETARA memberi penghargaan karena mereka sepenuhnya menghormati HAM. Bahkan dilakukan blasting media secara masif,” ujarnya.
Artikel Terkait
Harita Nikel Operasikan 12 Smelter RKEF, Produksi Feronikel Tembus 185 Ribu Ton per Tahun
Nyawa Pekerja Melayang di Area Tambang Harita Group, Picu Dugaan Kelalaian K3
Di Tengah Apresiasi Nasional dan Global, Isu HAM Harita Nickel Masih Dipantau