• Minggu, 21 Desember 2025

SETARA Bongkar 8 Dugaan Pelanggaran HAM Harita Nickel, Penghargaan BHAM 2025 Dipertanyakan

Photo Author
- Jumat, 19 Desember 2025 | 20:52 WIB
 Warga Kawasi tidak akan berhenti melakukan penolakan terhadap Relokasi yang dilakukan oleh Harita Nickel. (Instagram @walhi.malukuutara)
Warga Kawasi tidak akan berhenti melakukan penolakan terhadap Relokasi yang dilakukan oleh Harita Nickel. (Instagram @walhi.malukuutara)

KONTEKS.CO.ID - Penghargaan Anugerah Bisnis dan HAM (BHAM) 2025 yang diterima PT Trimegah Bangun Persada Tbk atau Harita Nickel mendadak menuai sorotan.

Pasalnya, di saat perusahaan tambang nikel itu mendapat pengakuan formal atas kepatuhan HAM, SETARA Institute justru mengungkap adanya delapan dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di wilayah operasional perusahaan.

Temuan tersebut disampaikan SETARA Institute berbarengan dengan peluncuran riset Responsible Business Conduct (RBC) Benchmark di Jakarta, 26 November 2025.

Baca Juga: Gelar Perkara Ijazah Jokowi Digelar, Roy Suryo Tegas: Saya Tidak Memeriksa, Hanya Diperlihatkan

Riset ini memetakan kepatuhan HAM 39 perusahaan dari dua sektor berisiko tinggi, yakni kelapa sawit dan pertambangan.

Dari sektor tambang, Harita Nickel memperoleh skor 65 dengan peringkat B dan masuk kategori Business and Human Rights (BHR) Early Adopting Company, satu tingkat di atas level dasar.

Skor Tinggi di Atas Kertas, Rendah di Lapangan

Peneliti Bisnis dan HAM SETARA Institute, Nabhani Aiqoni, menegaskan bahwa skor tersebut lebih mencerminkan kepatuhan normatif, bukan realitas faktual.

“Ketika diuji pada variabel aktual, skor Harita hanya 30. Artinya, masih ditemukan delapan kasus pelanggaran HAM serius, bahkan ada yang bersifat irremediable,” ujar Nabhani dalam keterangan tertulis yang dilansir pada Jumat, 19 Desember 2025.

Menurutnya, kasus-kasus tersebut berdampak luas, berlangsung lama, dan menyasar tiga kelompok terdampak utama yaitu lingkungan, masyarakat adat dan komunitas lokal, serta pekerja. Respons perusahaan terhadap temuan tersebut dinilai belum memadai.

“Jadi tidak tepat jika disebut Harita sebagai perusahaan yang sepenuhnya kompatibel HAM,” tegasnya.

Baca Juga: Ikan Asin di Aceh Tengah Tembus Rp10.000 per Ons, Elpiji Rp280.000: Harga Kebutuhan Meroket Pascabencana

Narasi Publik Dinilai Menyesatkan

SETARA Institute menekankan bahwa BHAM bukanlah sertifikat bebas pelanggaran, melainkan instrumen dorongan perbaikan berkelanjutan sesuai prinsip knowing and showing dalam UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs).

Namun, Nabhani menilai publikasi perusahaan justru membangun persepsi seolah penghargaan tersebut menegaskan kepatuhan mutlak.

“Rilis mandiri korporasi cenderung mengambil angle seakan-akan SETARA memberi penghargaan karena mereka sepenuhnya menghormati HAM. Bahkan dilakukan blasting media secara masif,” ujarnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rat Nugra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X