KONTEKS.CO.ID - New Emerging Forces Activist 98 (NEFA’98) menyerukan gerakan nasional menggugatan Perpol Nomor 10 Tahun 2025 yang mengizinkan anggota aktif Polri menduduki 17 jabatan kementerian/lembaga, untuk menegakkan negara hukum demokratis, supremasi sipil, serta menjaga agenda Reformasi Polri di era Presiden Prabowo Subianto.
Seruan tersebut disampaikan NEFA’98 melalui pernyataan sikap resmi yang dirilis di Jakarta, Selasa, 16 Desember 2025. Organisasi aktivis Reformasi 1998 ini mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, mulai dari akademisi, advokat, organisasi masyarakat sipil, serikat pekerja, aparatur sipil negara (ASN), mahasiswa, untuk menempuh langkah hukum serentak melalui mekanisme judicial review dan gugatan tata usaha negara.
NEFA’98 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi konstitusional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, setiap produk hukum wajib tunduk pada prinsip keadilan dan konstitusionalitas, serta tidak boleh bertentangan dengan putusan lembaga konstitusional.
“Reformasi 1998 adalah reformasi total supremasi sipil,” ujar Ketua Umum NEFA’98, Dodi Ilham dalam pernyataannya.
Menurut NEFA’98, Reformasi 1998 secara historis telah mengakhiri dwifungsi aparat bersenjata dan menegaskan pemisahan tegas antara ranah keamanan dan ranah sipil. Setiap upaya mempertahankan dominasi aparat keamanan dalam jabatan sipil dinilai sebagai bentuk pengingkaran terhadap amanat reformasi.
NEFA’98 juga menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menyatakan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun. Putusan tersebut juga menegaskan tidak adanya pengecualian penugasan internal untuk jabatan sipil, serta menempatkan pemisahan ranah keamanan dan birokrasi sipil sebagai perintah konstitusi.
Putusan MK itu dinilai sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri sebagai bagian dari agenda nasional mewujudkan Polri yang profesional, modern, dan tunduk pada supremasi sipil.
Baca Juga: Penuhi Panggilan KPK Kasus Kuota Haji, Ini Kata Eks Menag Yaqut Cholil Qoumas
Namun demikian, terbitnya Peraturan Kepolisian Negara (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 dinilai justru bertolak belakang dengan putusan MK dan semangat reformasi tersebut. Perpol tersebut masih membuka ruang penempatan anggota Polri aktif di jabatan sipil, sehingga berpotensi melanggar konstitusi.
“Perpol ini bukan sekadar persoalan administratif, tetapi menyangkut kepatuhan terhadap konstitusi dan arah politik reformasi Presiden,” ujar Dodi Ilham.
Sebagai bentuk tanggung jawab warga negara, NEFA’98 mendorong tiga jalur gugatan hukum. Pertama, pengajuan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
Langkah ini bertujuan memperkuat norma konstitusional agar tidak lagi membuka celah bagi regulasi internal yang bertentangan dengan putusan MK.
Artikel Terkait
Mahfud MD: Perpol Terbaru yang Dikeluarkan Kapolri Bertentangan dengan Dua UU, Dikuatkan Putusan MK
'Kangkangi' Putusan MK, SETARA Institute: Perpol Kapolri Berisiko Mundurkan Reformasi Polri
Mahfud MD Kritik Keras Perpol 10 Tahun 2025: Tak Punya Dasar Hukum dan Inkonstitusional
Beda Pendapat Dua Profesor soal Perpol Kapolri, Bertentangan dan Patuh dengan Putusan MK
Kapolri Listyo Sigit Sebut Perpol 10 Tahun 2025 Bakal Ditingkatkan Jadi Peraturan Pemerintah dan Masuk Revisi UU Polri