HUT ke-80 RI Harus Jadi Renungan, Bukan Euforia di Tengah Pemberantasan Korupsi yang Mandek

KONTEKS.CO.ID - Menginjak usia ke-80 tahun kemerdekaan, bangsa Indonesia dihadapkan pada pertanyaan mendasar tentang apakah makna kemerdekaan sudah benar-benar dirasakan rakyat, atau justru direnggut oleh praktik korupsi yang kian menggurita?

Presiden Prabowo Subianto, dalam pidato kenegaraan perdananya pada Sidang Tahunan MPR RI, 15 Agustus 2025 lalu, menegaskan bahwa penyakit utama bangsa ini adalah korupsi.

Namun, kritik publik muncul karena kenyataan di lapangan menunjukkan jurang besar antara retorika dan implementasi.

Baca Juga: Kuwait Airways Dibujuk Kembali Buka Penerbangan Langsung ke Jakarta, Ini Motifnya

Hingga kini, korupsi disebut masih menguasai negara. Kebijakan kerap dianggap tidak berpihak pada rakyat, sementara penegakan hukum dipertaruhkan demi kepentingan elite politik.

Contoh nyata muncul dari daerah. Kenaikan pajak hingga 250% oleh Bupati Pati menuai protes, dianggap sebagai bentuk nyata pembajakan kepentingan publik yang menambah beban rakyat.

Tak hanya itu, sederet program pemerintah juga meninggalkan tanda tanya besar. Program Makan Bergizi Gratis (MBG)yang menghabiskan Rp355 triliun atau 44% dari total anggaran pendidikan 2026, dinilai rawan penyalahgunaan.

Alih-alih memperkuat kualitas guru, fasilitas sekolah, dan akses pendidikan, anggaran jumbo ini justru difokuskan pada MBG yang disebut lebih mirip proyek pencitraan.

Baca Juga: Megawati Pilih Upacara Kemerdekaan RI di Sekolah Partai Ketimbang di Istana, Gara-gara Ada Jokowi?

Hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat banyak persoalan, seperti keterlambatan distribusi makanan, kualitas buruk, ketertutupan anggaran, hingga pelibatan TNI.

Kritik publik semakin tajam setelah salah satu pejabat mengklaim MBG mampu meningkatkan kemampuan warga berbahasa Inggris, dan ini jadi retorika yang dinilai berlebihan.

Amnesti untuk Koruptor?

Langkah Presiden Prabowo memberikan abolisi dan amnesti kepada terdakwa kasus korupsi Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong pada 31 Juli 2025 menambah kontroversi.