• Minggu, 21 Desember 2025

Institut Usba: Tambang Nikel Hancurkan Harapan Masa Depan Papua

Photo Author
- Sabtu, 7 Juni 2025 | 18:24 WIB
Tambang nikel di Raja Ampat, ditolak Menteri Kebudayaan (Menbud) fadli Zon  (Foto: X.com/@pendakilawas)
Tambang nikel di Raja Ampat, ditolak Menteri Kebudayaan (Menbud) fadli Zon (Foto: X.com/@pendakilawas)

KONTEKS.CO.ID - Direktur Institut Usba, Charles Imbir, menyampaikan pernyataan tegas bahwa masuknya tambang nikel ke kawasan konservasi Raja Ampat bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam masa depan Papua yang berdaulat secara ekologis dan adat.

“Kalau tambang dibiarkan masuk ke Raja Ampat, yang rusak bukan hanya ekosistemnya, tetapi juga harapan Papua akan masa depan yang berdaulat secara ekologis dan adat. Ini bukan hanya persoalan lokal, ini krisis nasional!” tegas Charles pada Sabtu, 7 Juni 2025.

Menurut Charles, Raja Ampat adalah paru-paru laut yang mampu menyerap 2,5 juta ton karbon setiap tahun. Namun, aktivitas tambang justru menyumbang hingga dua juta ton karbon dioksida per tahun.

Baca Juga: Profil Ustad Yahya Waloni, Mantan Pendeta Ini Pernah Mengislamkan Kepala Suku Dayak di Kalimantan dan Satu kampung di Brastagi

“Ini jelas memperburuk krisis iklim dan mengkhianati komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris 2015,” ujarnya.

Penolakan Masyarakat Adat Diabaikan

Suara penolakan keras juga datang dari masyarakat adat Suku Kawei, Betew, dan Maya. Mereka telah menyampaikan surat resmi yang ditandatangani oleh 15 kepala suku, menolak tambang di wilayah adat mereka.

“Sacred sites dan wilayah tangkap tradisional mereka dihancurkan. Ini adalah bentuk penjajahan modern yang berlangsung di depan mata kita sendiri,” kata Charles.

Pariwisata yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Raja Ampat juga terancam. Menurutnya, jika terumbu karang rusak, 20.000 pekerja pariwisata akan kehilangan mata pencaharian.

Baca Juga: Makin Santer Isu Reshuffle Kabinet Pemerintah Prabowo, PDIP Respons Begini

"Setengah dari homestay di Arborek dan Sauwandarek terancam bangkrut. Apakah ini yang dimaksud dengan pembangunan?” kata Charles.

Ia menyebutkan, kerusakan akibat tambang sudah nyata. Di Pulau Manyaifun dan Batang Pele, aktivitas tambang telah menutupi 40 persen karang di Selat Dampier dengan sedimen, menghilangkan 1.200 hektare hutan mangrove, dan mencemari laut dengan kadar nikel mencapai 1,25 mg/L atau lima kali lipat di atas batas aman menurut KLHK.

Langgar Hukum dan Komitmen Internasional

Kebijakan tambang ini, lanjut Charles, bertentangan dengan sejumlah regulasi nasional dan internasional, termasuk Putusan MK No. 3/PUU-XXI/2024 tentang larangan tambang di pulau kecil, serta Perda Papua Barat Daya mengenai perlindungan ekosistem dan prinsip-prinsip SDGs.

Baca Juga: Charles Imbir: Tambang Nikel Ancam Masa Depan Raja Ampat Sebagai Kawasan Konservasi

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Eko Priliawito

Tags

Terkini

X