• Minggu, 21 Desember 2025

Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia Tolak Rencana Penulisan Ulang Sejarah, Sebut Bukan Milik Pemerintah

Photo Author
- Rabu, 21 Mei 2025 | 17:27 WIB
Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) menolak soal penulisan ulang sejarah (Ilustrasi: Pixabay)
Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) menolak soal penulisan ulang sejarah (Ilustrasi: Pixabay)

KONTEKS.CO.ID - Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) menyampaikan manifesto terkait rencana penulisan ulang sejarah Indonesia.

AKSI menyampaikan, bahwa suara-suara sunyi dari masa lalu, jeritan-jeritan diam dari korban ketidakadilan, akan terus membayangi perjalanan hidup sebuah bangsa.

"Janganlah suara-suara kesunyian di masa lalu itu dibungkam oleh sejarah resmi yang dipaksakan," tulis AKSI dalam keterangannya, Rabu 21 Mei 2025.

Baca Juga: 323 Kloter Jemaah Calon Haji Indonesia Tiba di Arab Saudi, Ini Jumlah Totalnya

Lantaran itu, AKSI menegaskan menolak penunggalan sejarah atau penyeragaman sejarah menjadi tunggal yang disebutnya dibangun oleh kekuasaan, sehingga tak ada lagi suara kebenaran yang utuh.

"Sejarah adalah milik rakyat, bukan milik pemerintah, namun negara berkewajiban untuk menjamin kemerdekaan bangsa terutama mereka yang mengalami ketidakadilan, termasuk hak dan kebebasan mereka untuk mengingat, untuk berbicara, dan untuk menulis sejarah kolektif mereka sendiri," tegasnya.

AKSI menyebut, luka-luka masa lalu, kesakitan dan kehilangan yang dialami oleh jutaan orang Indonesia tak bisa dilupakan begitu saja.

Baca Juga: DPR Usulkan Pansus Bahas RUU Transportasi Online, Biar Tak Jadi Kepentingan Satu Kelompok

"Kita tidak bisa melupakan bagaimana kekuasaan telah menggunakan sejarah sebagai alat untuk melegitimasi dirinya sendiri, apalagi jika demi mengontrol pikiran dan tindakan rakyat," lanjutnya.

Kemudian, sejarah telah digunakan untuk membungkam suara-suara kritis, untuk menghilangkan identitas dan memori kolektif rakyat pun tak bisa dilupakan.

"Kita harus berjuang untuk sebuah sejarah yang egaliter, demokratis, dan berkeadilan," ujarnya.

"Kita harus berjuang untuk bisa memastikan bahwa suara-suara rakyat didengar, bahwa pengalaman-pengalaman mereka dihormati, dan bahwa kebenaran tentang masa lalu diungkapkan," tambahnya.

Baca Juga: Pelatih China Hati-Hati dengan Pemain Naturalisasi Timnas Indonesia, Yang Mingyang Bisa Dimainkan

Lantaran itu, harus dipastikan sejarah tidak lagi digunakan sebagai alat penopang struktur kekuasaan, tapi sebagai cermin kebenaran dan keadilan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Lopi Kasim

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X