KONTEKS.CO.ID - Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan bagi umat Muslim yang mampu.
Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat kondisi tertentu yang membuat seorang jemaah tidak dapat menunaikan haji secara langsung.
Untuk itu, ada tiga skema pelaksanaan haji yang diterapkan, yaitu haji bersama rombongan bagi jemaah sehat dan mampu, safari wukuf untuk jemaah sakit yang masih bisa digerakkan, dan badal haji.
Apa Itu Badal Haji?
Badal haji adalah pelaksanaan ibadah haji yang diwakilkan kepada orang lain untuk menunaikannya atas nama jemaah yang bersangkutan.
Skema ini dilakukan untuk jemaah yang meninggal dunia setelah masuk asrama haji, meninggal saat perjalanan ke Arab Saudi, atau meninggal di Tanah Suci sebelum puncak haji (wukuf di Arafah).
Selain itu, jemaah yang sakit berat, tidak bisa disafariwukufkan, atau mengalami gangguan jiwa juga bisa dibadalkan hajinya.
Pandangan Mazhab tentang Badal Haji
Menurut mayoritas ulama, badal haji diperbolehkan dalam kondisi tertentu.
Dalam buku Fikih Kontemporer Haji dan Umrah Perspektif Empat Mazhab karya Ahmad Kartono, disebutkan bahwa mazhab Syafi’i berpendapat haji dapat dibadalkan bagi orang yang lemah secara fisik, seperti sakit parah atau lanjut usia, meskipun harus dengan biaya tambahan.
Baca Juga: Profil PT Sugar Group Companies: Raksasa Gula Nasional dengan Operasi Terintegrasi dan Berkelanjutan
Mazhab Hanafi juga memperbolehkan badal haji jika seseorang mengalami sakit permanen, buta, atau tidak bisa duduk di kendaraan.
Dalam kondisi seperti itu, seseorang boleh menunjuk orang lain untuk menghajikannya.
Artikel Terkait
Tips Jaga Kesehatan Kulit Selama Ibadah Haji, Catat Info Penting Ini
WNI Promosikan Haji Ilegal Didenda Rp440 Juta Ditambah Penjara
4 Sanksi untuk Jemaah Non-Visa Haji: Paling Ringan Diturunkan di Tengah Jalan
Kisah Pemulung dari Ambarawa Naik Haji Modal Rp1.000
8 Jemaah Haji Indonesia Dilaporkan Wafat di Tanah Suci, Begini Penanganannya