kontekstory

Sejarah NIAC Mitra: Klub Karyawan yang Disponsori Rumah Judi, Raja Galatama yang Pernah Menaklukkan Arsenal

Sabtu, 9 Desember 2023 | 08:00 WIB
Pemain NIAC Mitra dan Arsenal bertukar cendera mata sebelum memulai pertandingan di Stadion Gelora 10 November 1945 Tambaksari, Surabaya, 16 Juni 1983. Pertandingan yang ditonton 30 ribu orang ini dimenangkan NIAC Mitra 2-0. (Foto: arsenal.com)

KONTEKS.CO.ID - Sejarah NIAC Mitra sangat panjang. IBukan sekadar klub sepak bola biasa di Indonesia, NIAC Mitra adalah klub legendaris pada zamannya. Kklub raksasa dari Surabaya ini bahkan menjadi klub tersukses di era kompetisi Galatama. 

Bisa dibilang, NIAC Mita adalah Galatama, Galatama adalah NIAC Mitra. Dari 11 musim kompetisi Galatama, NIAC Mitra sukses tiga kali menjadi kampiun.

NIAC Mitra memulai jejak kebesarannya pada 1979. Bersama Pardedetex, Warna Agung, Jayakarta, dan Indonesia Muda, NIAC Mitra menjadi salah satu klub pendiri kompetisi sepak bola Galatama Indonesia.

Baca Juga: Kisah Gusti Nurul, Kembang Mangkunegara Pujaan Tentara, Sultan, Hingga Perdana Menteri dan Presiden

Pada tahun yang sama, NIAC Mitra langsung mewakili Indonesia mengikuti Aga Khan Gold Cup di Bangladesh, karena menjadi juara paruh musim Galatama yang pertama. Di kompetisi level internasional ini NIAC Mitra menjadi juara. 

Baru empat tahun menjadi klub sepak bola profesional, tepatnya pada 1983, NIAC Mitra juga menorehkan sejarah emas dengan menaklukkan klub Liga Inggris, Arsenal. Sampai sekarang hanya mereka tim dari Indonesia yang pernah mengalahkan salah satu raksasa sepak bola Inggris.

NIAC Mitra, Klub Karyawan yang Mencoba Serius


-
Skuad Niac Mitra di awal 1980-an (Foto: Istimewa)

Tak akan ada nama NIAC Mitra jika tidak ada seorang pengusaha berdarah Tionghoa-Manado bernama Agustinus Wenas. Sebagai pemilik berbagai bidang usaha, salah satunya bioskop Mitra– bioskop elite di masa belum ada jaringan bioskop XXI dan sebagainya–Wenas tidak sekadar mengejar keuntungan.

Baca Juga: Nestapa The Sin Nio, Mulan Versi Indonesia yang Jadi Gelandangan di Akhir Hidupnya

Sebagai orang ‘gila bola’ Agustinus Wenas coba merealisasikan mimpi besar di sepak bola. Setidaknya di lingkungan kantornya, Mentos. 

Pada 1970 ia membuat wadah agar para karyawannya bisa menyalurkan hobi mengolah si kulit bundar. Sekaligus sebagai sarana melepas penat usai bekerja.

Seiring waktu, Wenas melihat ada beberapa karyawan yang punya potensi menjadi atlet sepak bola hebat. Ia merasa sayang jika potensi itu tidak tergali optimal. 

Baca Juga: Jarang Ada yang Tahu! Tiga Kota Ini Punya Penganut Agama Yahudi Terbesar di Indonesia

Wenas lantas menginstruksikan agar karyawannya membentuk tim sendiri. Proses pembentukan tim melalui tahap seleksi ketat dengan pengawasan  pelatih berkualitas.

Bagi karyawan yang lolos seleksi nantinya terpilih masuk ke tim sepak bola. Nama yang dipilih sebagai identitas tim sepak bola ini adalah Mentos Surabaya.

Nama Mentos merujuk kepada perusahaan milik Wenas. Kemudian Surabaya adalah label tempat di mana perusahaan itu berada.

Baca Juga: Tradisi Mudik Ada Sejak Era Majapahit, Awalnya Tidak Terkait Idul Fitri

Ikut Pembinaan Persebaya

Setelah Mentos Surabaya terbentuk, program pembinaan dan pengembangan  klub berjalan secara lebih serius. Wenas tidak mengenal  istilah setengah-setengah.

Ia benar-benar berambisi besar membawa Mentos Surabaya ke arah yang lebih profesional. Ia siap keluar duit berapapun untuk membentuk tim yang tangguh.

Demi menuntaskan ambisinya, Wenas mendaftarkan Mentos Surabaya ke sistem pengembangan yang dikomandoi Persebaya Surabaya.

Baca Juga: Paradoks Luhut Panjaitan: Tak Pernah Telat Naik Pangkat, Namun 'Nangis' di Jabatan

Mentos Surabaya kemudian mengubah nama jadi PS Mitra, selanjutnya berhak ikut dalam kompetisi amatir di bawah Perserikatan Persebaya. Bagi publik Surabaya kompetisi amatir itu lumayan bergengsi dan menghibur.

Dari situ perkembangan PS Mitra sudah berada di jalur yang benar. Kiprahnya juga cukup mengesankan karena berulang kali tampil sebagai juara. Setidaknya dari 1975 hingga 1978, lemari prestasi klub ini selalu penuh.

Pergerakan PS Mitra seketika mencuri perhatian pencinta sepak bola di Surabaya. Masyarakat mulai yakin wajah persepakbolaan Surabaya lebih cerah dengan keberadaan PS Mitra.

Baca Juga: Tan Malaka Ahli Penyamaran: 22 Tahun dalam Pelarian, 23 Nama Samaran

Penggemar PS Mitra pun memberi julukan buat klub ini, yaitu ‘Bayi Ajaib’. Itu merujuk kepada eksistensi klub yang tergolong baru, tetapi memiliki banyak catatan gemilang.

Tidak Puas Berkutat di Amatir


-
Niac Mitra di awal berputarnya kompetisi Galatama (Foto: Istimewa)

Sederet kesuksesan di level amatir ternyata tidak membuat Wenas puas. Ia coba membidik target lebih tinggi, tampil di kompetisi profesional!

Tidak tanggung-tanggung Wenas menjadikan klub Eropa sebagai kiblat dalam manajerialnya PS Mitra. Sebab, profesional berarti harus bisa mandiri secara finansial, tidak lagi bergantung dari tipis atau tebalnya kocek pemilik.

Baca Juga: Syarifah Nawawi, Kasih Tak Sampai Tan Malaka Sang Bapak Republik

Mencari sponsor merupakan ‘jalan ninja’ yang dipilih Wenas. Dengan latar sebagai pengusaha, tidak sulit buat dirinya mempromosikan PS Mitra ke calon sponsor.

Lewat promosi yang masif, Wenas akhirnya mencapai  kesepakatan dengan perusahaan bernama New International Amusement Center atau disingkat NIAC. Bisnis perusahaan ini bergerak di bidang rumah judi dan kasino. Pada era 1970-an NIAC merajai pasar bidang itu di kota Surabaya. Banyak media menulis bahwa nama tersebut adalah bioskop milik Wenas.

Namun Devana Bramantya Saksono dan Edy Budi Santoso dalam “Niac Mitra Surabaya: Potret Pasang Surut Kesebelasan Sepak Bola Tahun 1979-1990” (Verleden: Jurnal Kesejarahan, Vol. 3, No. 2, Juni 2015), menulis bahwa nama itu adalah sebuah perusahaan rumah judi atau kasino terbesar di Surabaya pada tahun 1974-1979, berdasarkan wawancara mereka dengan Rudi Wiliam Keltjes, mantan pemain NIAC Mitra.

Baca Juga: Gaya Bisnis Starbucks, Praktik Bank Berkedok Gerai Kopi yang Menakutkan Industri Perbankan Dunia

Kerja sama itulah yang membuat nama PS Mitra berubah menjadi NIAC Mitra, sama seperti yang pernah kita kenal dahulu. Dengan nama baru popularitas klub ini ternyata makin meluas.

Berkibar di Galatama

Di tengah ambisi NIAC Mitra jadi klub profesional, PSSI sedang memikirkan menggelar kompetisi di luar perserikatan. Pesertanya adalah klub yang berasal dari dunia swasta, bukan berlatar perserikatan.

Pada awal 1970-an anggota PSSI menggodok ide kompetisi profesional itu supaya cepat terealisasi. Tujuannya demi memajukan kualitas sepak bola nasional, karena sudah tertinggal dari Eropa.

Baca Juga: Sejarah Satudarah MC, Geng Motor Ciptaan Orang Maluku: Paling Ditakuti di Eropa, Dicekal di Jerman dan Austria

Ide kompetisi profesional akhirnya terwujud pada era PSSI diketuai Ali Sadikin. Dari situ muncul kompetisi yang bernama: Galatama, dan musim pertama dimulai pada 17 Maret 1979.

Musim pertama Galatama diikuti 14 tim dan NIAC Mitra merupakan satu di antara pesertanya. Pada kesempatan pertama kala itu mereka mampu finis di urutan empat besar.

NIAC Mitra dari 25 pertandingan mampu mencetak 13 kali kemenangan, 8 kali imbang, dan sisanya kalah. Di akhir musim torehan poinnya sebanyak 34, hanya selisih 4 poin dari Warna Agung yang tampil sebagai juara.

Halaman:

Tags

Terkini