kontekstory

Doktrin Politik Rezim Orba Melalui Film Horor dan Keruntuhan Film Indonesia Lewat Monopoli Bioskop

Rabu, 23 Agustus 2023 | 08:00 WIB
Film horor berjudul Beranak Dalam Kuburan jadi legenda film horor. Sumber Foto: Tangkapan Layar/Youtube

KONTEKS.CO.ID - Penikmat film Indonesia saat ini banyak disuguhi dengan berbagai genre film nasional, termasuk genre film horor. Bahkan film genre horor punya tempat khusus di hati masyarakat Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga saat ini.

Pada 30 April 2022, film "KKN di Desa Penari" memecahkan rekor jumlah penonton yang mencapai 7 juta orang terhitung 19 hari sejak pertama kali tayang di bioskop.

Prestasi tersebut mengalahkan rekor jumlah penonton film Dilan, Warkop DKI Reborn. Bahkan film horor seperti "Pengabdi Setan" karya sutradara Joko Anwar yang menuai banyak pujian cuma terjual sekitar 4,2 juta tiket.

Baca Juga: Lagu Malam Kudus, Lahir dari Letusan Gunung Tambora dan Orgel yang Rusak

Ini membuktikan film horor terus mendapat tempat di hati penikmat film Indonesia. Namun banyak yang mungkin belum paham bahwa saat rezim Orba (Orde Baru) berkuasa, film horor menjadi medium indoktrinasi gagasan-gagasan politiknya.

Bagaimana indoktrinasi itu bisa terjadi?

Punya Sisi Mistis

Ada sejumlah alasan masyarakat Indonesia suka genre film horor. Namun yang utama, film horor memiliki sisi misterius dan mistik. Hal ini dekat dengan kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki berbagai latar belakang budaya dan kepercayaan.

Baca Juga: Sakiko Kanase, Istri Jepang Soekarno yang Bunuh Diri di Kamar Mandi Karena Cemburu


Mistisisme punya magnet kuat untuk mengundang rasa ingin tahu dan perdebatan di masyarakat. Dalam konteks film horor, hal mistis juga ikut menciptakan sensasi ketakutan yang memacu jantung dan memompa hormon adrenalin. Rasa itu membuat ketagihan.

Dalam banyak literatur, produksi film horor pertama kali di Indonesia terjadi pada tahun 1934. Sutradaranya The Teng Chun dengan film berjudul "Dua Siluman Ular Putih dan Item (Ouw Peh Tjoa)".

Namun pada periode 1950 hingga 1960, produksi film horor sempat berhenti. Di periode tersebut genre yang populer adalah film-film bertema perjuangan kemerdekaan Indonesia, misalnya film "Darah dan Do'a" (1950),

Baca Juga: Gebrakan Soemarno Sosroatmodjo, Gubernur DKI Kakek Bimbim Slank Bangun Perumahan Murah di Jakarta

-
Ratu Film Horor Suzanna. (Sumber Foto: Tangkapan Layar Youtube)

Perfilman Indonesia Bangkit

Baru di masa pemerintahan Orba genre film horor bangkit lagi. Tahun 1966, pemerintah Orba mencabut kebijakan tentang pembatasan impor film Amerika ke Indonesia. Di era sebelumnya, Presiden Soekarno melarang keras peredaran film asing, terutama film Amerika.

Sebagai kompensasi, pemerintah Orba mengenakan pungutan bea masuk bagi semua film dari luar negeri yang masuk ke Indonesia. Pemerintah mengalihkan perolehan dana dari bea masuk tersebut menjadi uang pinjaman untuk membantu pendanaan produksi film dalam negeri.

Tahun itu, perfilman nasional makin bangkit, termasuk genre film horor. Salah satu film horor yang produksinya berasal dari dana bantuan pemerintah berjudul "Lisa" dengan sutradara M Sharieffudin pada tahun 1971.

Baca Juga: Mitos Babi Ngepet, Pesugihan Modern yang Lahir dari Kecemburuan Sosial

Di tahun yang sama, Sharieffudin memproduksi juga film "Beranak Dalam Kubur". Film ini kemudian menjadi film legenda dari film bergenre horor.

Film "Beranak Dalam Kubur" bahkan berhasil meraup keuntungan hingga Rp72 juta . Jumlah yang cukup besar kala itu. Film tersebut juga berhasil mengangkat nama Suzanna yang kemudian menjelma menjadi ratu film-film horor.

Kesuksesan produksi film-film horor tersebut tercapai dengan cara memanfaatkan kedekatan antara narasi cerita film dengan kondisi masyarakat kala itu.

Ambilcontoh film "Beranak Dalam Kubur" dan "Setan Kuburan" yang diproduksi tahun 1975. Kedua film ini berkisah tentang perpindahan masyarakat dari desa ke kota. Hal itu sejalan dengan tingginya angka migrasi antarprovinsi yang terjadi antara tahun 1971 hingga 1980.

Baca Juga: Mengenal John D Arnold, Penyuka Matematika yang Jadi Legenda Trader AS di Usia Belia

Doktrin Politik Orba

Namun di balik suksesnya film-film horor, terdapat juga agenda tersembunyi dari politik rezim otoriter Orde Baru. Lewat film-film horor ini, pemerintah Orba berkeinginan mengontrol kondisi masyarakat.

Kala itu, musuh terbesar rezim militer Orba adalah paham komunis melalui sisa-sisa anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sementara itu, masyarakat pedesaan saat itu selalu dikaitkan dengan kalangan abangan. Kalangan ini memang mempercayai hal gaib sekaligus dianggap menjadi pendukung utama gerakan PKI.

Baca Juga: Hukum di Masa Rezim Orba: Nestapa Sengkon Karta, Divonis Tanpa Bersalah Lalu Menderita Sampai Meninggal


Maka tak heran jika menyaksikan film-film horor, di akhir ceritanya selalu menampilkan adegan sosok pemuka agama yang berhasil mengalahkan makhluk gaib.

Adegan itu menjadi 'alat' doktrin politik Sisworo Gautama PutraOrba untuk mengikis kepercayaan hal gaib yang berada di tengah masyarakat abangan, golongan masyarakat yang selalu dikaitkan dengan ateisme dan komunisme.

Pola itu semakin kentara dengan kian ketatnya pengawasan pemerintah Orba terhadap produksi film Indonesia melalui Kode Etik Produksi Film Nasional tahun 1981. Saat itu, pemerintah Orba mewajibkan produksi film nasional untuk "menjaga moral bangsa".

Baca Juga: Pendisiplinan Kepala ala Rezim Orba, Dari Razia Rambut Gondrong Berujung Maut Hingga Tak Boleh Punya KTP

Dalam kode etik tersebut, pemerintah mewajibkan setiap pembuat film untuk menampilkan kemenangan Pancasila atau sosok pemuka agama atas kejahatan. Apabila pembuat film tidak berkenan menghadirkan kedua hal tersebut, maka pembuat film setidaknya harus memunculkan ciri khas keindonesiaan dengan menghadirkan cerita-cerita rakyat atau legenda.

Sekalipun ada batasan atas nama kode etik, peminat film horor tetap tinggi, bahkan mencapai masa keemasannya sejak 1981 hingga 1990-an.

Tingginya minat masyarakat berbanding lurus dengan tingginya cuan para produser film horor. Sutradara yang cukup sukses di masa itu adalah Sisworo Gautama Putra. Sedangkan aktris film horor terlaris tentu saja adalah Suzanna.

Baca Juga: Perampok Legendaris Kusni Kasdut, Pejuang Kecewa yang Memilih Jalan Dosa

-
Cineplex 21 memonopoli film Indonesia. (Sumber Foto: Cinema Poetica)

Halaman:

Tags

Terkini