kontekstory

Mengenal Riwu Ga si ‘Angalai' Soekarno: Terompet Proklamasi dan Paspampres Pertama Indonesia yang Terlupakan

Minggu, 10 Agustus 2025 | 09:00 WIB
Foto atas: Riwu Ga si terompet proklamasi tengah menggendong Guntur bersama Fatmawati (menggendong Megawati) dan Soekarno. Foto bawah: Riwu Ga bersama anaknya di hutan Gewang, pedalaman Pulau Timor. (Foto: Repro Buku Kako Lami Angalai)

Riwu pun menerima. Bukan semata karena jumlah uangnya, tetapi ia memang sudah mengagumi "Keluarga dari Jawa" yang tidak suka Belanda itu karena sama dengan sikap keluarganya. Terlebih, keluarga Soekarno adalah orang terhormat di Ende.

Sejak itu Riwu remaja pun bekerja dan tinggal di rumah tersebut. Pada akhirnya tak cuma Riwu, lima orang pekerja lain di rumah itu berasal dari Sabu. "Kamu orang Sabu semuanya baik," ujar Soekarno kepada Riwu seperti tertulis di buku "Kako Lami Angalai?".

Baca Juga: Jejak Legenda Tentara Bayaran Bob Denard : 'Si Dogs of War' Pembunuh 4 Presiden di Afrika, Pengguling Belasan Rezim

Buku Kako Lami Angalai yang bercerita tentang Riwu Ga mengawal Bung Karno. (Foto: koleksi Jimmy Radjah)

Riwu bertugas melayani Bung Karno. Cuma dia satu-satunya yang bebas keluar masuk kamar Bung Karno dan Inggit untuk mengurus semua keperluan. Mulai dari membersihkan tempat tidur sampai melayani makan Bung Karno.

"Saya bangun sebelum Bung Karno sembahyang subuh dan menyiapkan dua gelas air minum. Satu gelas air jeruk dan satu gelas air saringan kapur sirih agar suaranya bisa menggelegar saat berpidato," kenang Riwu yang selalu dipanggil "Wo" oleh Soekarno.

Riwu tak cuma melayani di rumah. Jika Bung Karno keluar rumah lebih dari 2 km, ia pasti diajak untuk jadi pengawal. "Setiap kali kami hendak pergi, Bu Inggit selalu berpesan 'Wo, jaga Bapak baik-baik'," ujarnya. Riwu bahkan ikut bergabung dengan klub tonil bikinan Soekarno dan berperan sebagai penari Ledo, tarian perang Suku Sabu.

Baca Juga: Menguak Operasi Alpha di Era Orde Baru, Skenario BAIS dan Mossad Beli A-4 Skyhawk Israel untuk Pertahanan Udara Indonesia

Janji Soekarno Menjaga Riwu yang Menyelamatkan Sejarah

Setelah empat tahun, tepatnya pada tahun 1938, misi Belanda mengasingkan Soekarno ke Ende gagal total. Alih-alih terbuang, Soekarno bahkan berhasil membangun nasionalisme baru di masyarakat NTT. 

Soekarno dan Inggit serta Omi (Ratna Djuami - anak angkat mereka) sudah merasa nyaman dengan Riwu. Oleh sebab itu mereka berniat mengajak Riwu ikut ke Bengkulu, tempat pembuangan Soekarno berikutnya.

Karena Riwu dibawa dari Sabu ke Ende oleh kakak sepupunya, Susi Gadi Walu, Soekarno pun meminta izin untuk mengajak Riwu ke Bengkulu. "Izinkan saya membawa Riwu ke Bengkulen," pinta Soekarno kepada Susi. Saat datang ke rumah Susi, Soekarno menggunakan sarung, kemeja putih, dan kopiah.

Baca Juga: Mengenal Nostradamus, Peramal Asal Prancis yang Meramal Perang Dunia III Mulai dari Timur Tengah, Kini Pecah Perang Iran versus Israel

Lima hari kemudian, Susi memberi jawaban bahwa Soekarno boleh mengajak Riwu dengan dua syarat. Pertama, tidak boleh memarahi Riwu. Selain itu tidak boleh memperlakukan Riwu dengan kasar.

Soekarno berjanji akan memperlakukan Riwu dengan baik, seperti adik sendiri. "Bahkan Bung Karno mengatakan, 'Jangan takut, kalau Riwu mati, saya juga mati'. Kakak saya pun mengizinkan," kenang Riwu dalam wawancara yang dimuat di Jawapos edisi 18-23 Agustus 1991.  

Janji itu ditepati oleh Soekarno.

Halaman:

Tags

Terkini