Alat tenun listrik tersebut terbangun dari baja dan kayu. Mesinnya sendiri berjalan memanfaatkan tenaga uap dan menggunakan mekanisme auto stop.
Lebih menariknya lagi, harga mesinnya relatif murah dan meningkatkan produktivitas dan kualitas menenun warga Jepang.
Alat tenun bertenaga listriknya mendapat respons baik dari para buruh tenun.
Baca Juga: Maung Bikang, Laskar Mojang Bandung yang Bikin Ciut Nyali Penjajah
Pada 1924 Sakichi menyempurnakan mesinnya dengan menciptakan Model G Automatic Loom yang pada akhirnya menjadi nama perusahaan. Namanya Toyoda Automatic Loom Works.
Menariknya, mesin tenun itulah yang membuat pekerja pabrik tak senang. Sebab, ini adalah mesin pertama di dunia yang tidak hanya otomatis, tapi juga dapat melakukan pekerjaan tanpa henti.
Mesin dapat mengganti ke benang baru dengan sendirinya. Bahkan tidak perlu berhenti bekerja dalam mode non-stop sehingga keterlibatan manusia sangat minimal.
Baca Juga: Cerita Awal Tan Ek Tjoan: Asimilasi Lewat Setangkup Roti (2)
Pada akhir abad ke-19, ia membangun pabrik tekstil bersama teman-temannya. Dengan menggunakannya sendiri, dia memiliki situasi ideal untuk menguji produksinya sendiri.
Sekaligus mengidentifikasi kekurangan, memodifikasinya dan akhirnya mendapatkan peralatan yang sangat baik.
Perusahaan serius memproduksi alat tenun otomatis rancangannya sendiri. Hebatnya, keberhasilan Sakichi Toyoda dalam otomasi produksi tenun terasa hingga jauh ke Inggris.
Sejarah Toyota Ada Berkat Hasil Penjualan Paten
Sayangnya bisnis tak selamanya bagus. Bisnis sutra menurun di kampung halaman mereka di Koromo, sehingga memaksa mereka menjual paten Model G.
Hak paten atas mesin tenun listrik otomatis yang "antiburuh" itu terjual kepada Platt Brothers & Co, Ltd. dari Inggris. Kabarnya paten terjual senilai 100.000 poundsterling.
Uang hasil penjualan paten menjadi modal dasar mengembangkan divisi otomotif. Sayangnya, sebelum divisi baru itu berkembang, pada 30 Oktober 1930 Sakichi Toyoda berpulang.
Baca Juga: 160 Tahun Louis Vuitton, Brand Termahal di Dunia yang Berawal dari Koper Ciptaan Gelandangan
Semua bisnis perusahaan menurun kepada putranya, yakni Kiichiro Toyoda. Ada banyak cerita bagaimana dan mengapa Kichiro memutuskan terjun di industri otomotif.
Salah satunya adalah keinginan terakhir ayahnya sebelum ajal menjemput. Sakichi kabarnya memberi tahu putranya itu bahwa divisi otomotif adalah mimpinya yang harus terwujud.
Lalu divisi bernama Toyota Motor Corporation berdiri pada September 1933. Ini menjadi bagian dari Toyoda Automatic Loom Works.
Baca Juga: Gebrakan Soemarno Sosroatmodjo, Gubernur DKI Kakek Bimbim Slank Bangun Perumahan Murah di Jakarta
Nama "Toyota" dipilih karena ternilai memiliki keberuntungan lebih baik dan lebih mudah dalam penulisan huruf Jepang.
Mobil Pertama dalam Sejarah Toyota
Tak butuh waktu lama bagi Kiichiro Toyoda untuk memproduksi kendaraan pertama. Tahun 1935, kendaraan pertama berupa truk Model G1 dan mobil penumpang Model A1.
Toyota G1 adalah truk pertama yang dibuat oleh perusahaan. Panjangnya 6 meter dapat membawa muatan 1,5 ton. Truk ini menjiplak truk kelas serupa milik Ford dan GM.
Baca Juga: Dua Dunia Ratmi B29: Veteran Perang Peraih Bintang Gerilya Hingga Ratu Panggung Hiburan
Sementara Toyota A1 hanya berupa purwarupa. Meluncur pada Mei 1935, mobil hanya terbangun sebanyak tiga unit dengan mesin berkapasitas 3.400 cc berkonfigurasi 6 silinder sejajar.
Dua bulan setelah debut Model A, mobil produksi massal kedua Toyota meluncur yakni Model AB Phaeton. Meskipun turunan konvertibel berlapis kanvas ini adalah model produksi yang tersedia secara komersial, model ini menyasar penggunaan militer.
Mempunyai kualitas sangat tinggi, harga mobil sangat mahal. Mereka hanya berhasil menjual 1.400 unit.
Baca Juga: Paradoks Luhut Panjaitan: Tak Pernah Telat Naik Pangkat, Namun 'Nangis' di Jabatan
Ada tradisi menarik lainnya yang telah berpindah dari produksi tekstil alat tenun otomatis ke pekerjaan perakitan mobil. Jika salah satu pekerja menemukan masalah selama proses perakitan, maka semua produksi terhentikan dan cacat dihilangkan untuk mengurangi risiko produk cacat.
Tahun 1937, pabrikan menerima pesanan dari pemerintah untuk 3.000 truk. Ini menjadi jaminan keuntungan bagi mereka yang mau berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan kendaraannya sendiri.
Jepang merasa sudah waktunya untuk berhenti menyalin teknologi orang lain. Melalui dana dari pesanan ini, sebuah pabrik mobil terpisah terbangun di Kota Koromo.
Baca Juga: Sejarah Satudarah MC, Geng Motor Ciptaan Orang Maluku: Paling Ditakuti di Eropa, Dicekal di Jerman dan Austria
Kota ini pada akhirnya akan menjadi jantung kota dan bahkan menjadi Detroit-nya Jepang.
Toyota mulai menerapkan strategi produksi siklus penuh secara sederhana dengan membeli atau membuka perusahaan. Ini demi menjaga produksi komponen dan segala sesuatu yang diperlukan untuk merakit mobil.
Hasilnya, mereka tidak lagi terancam oleh kegagalan pasokan dan gangguan produksi atau penghentian produksi. Semua rantai pasokan ada di tangan mereka.
Baca Juga: GANEFO, Olimpiade Ciptaan Soekarno yang Kontroversial, Bukti Ada Politik dalam Olahraga
Pemesanan ribuan truk ternyata terkait ekspansi militer Jepang. Ya, Toyota menjadi bagian penting bagi Kekaisaran Jepang dalam Perang Dunia ke-2.
Sementara industri tekstil Toyota mengambil bagian aktif dalam menyediakan seragam tentara.
Hancur karena Perang, Kiichiro Toyoda Tak Mau Menyerah
Sayangnya, Perang Dunia II menghancurkan industri di Jepang. Sebagian besar infrastruktur perusahaan Toyota hancur akibat perang. Namun Kiichiro tak mau menyerah.
Baca Juga: Tan Malaka Ahli Penyamaran: 22 Tahun dalam Pelarian, 23 Nama Samaran
Ia mengambil keputusan untuk memproduksi mobil baru. Tahun 1947, di antara reruntuhan negara yang menyerah dalam perang, pabrikan memunculkan mobil barunya yang memiliki desain bodi menyerupai kumbang Volkswagen.
Sayangnya krisis ekonomi membuat rakyat Jepang kesulitan membeli motor, apalagi mobil. Tak heran, sepanjang tahun 1947 hingga 1952, Toyota hanya memproduksi 300 mobil.
Hampir bangkrut, mereka memangkas pekerja yang berujung pada kerusuhan dan pemogokan. Masalah ini membuat Kiichiro Toyoda jatuh sakit parah.
Baca Juga: Sejarah Sepak Bola: Awal Mula Dimainkan, Pernah Jadi Olahraga Terlarang, Kini Terpopuler di Bumi
Akhirnya, manajemen memutuskan untuk membentuk dewan manajer puncak. Lalu musim semi tahun 1950, perusahaan masih membuat keputusan yang tidak menyenangkan terkait pensiun sukarela.
Lebih dari 1.100 karyawan mogok dan skalanya membesar selama dua bulan berturut-turut. Kerusuhan terus berlanjut di antara pekerja yang mendapat dukungan dari serikat pekerja.
Imbasnya, volume produksi turun 70%. Ini situasi yang mematikan bagi perusahaan. Di sanalah Kiichiro Toyoda bertindak seperti bak seorang samurai.
Artikel Terkait
Toyota Urban Cruiser, Inilah Wajah Baru Toyota EV
Toyota Urban Cruiser EV: Kembaran Suzuki e Vitara dengan Spesifikasi Memukau
Fix! Xiumin EXO Comeback Solo Maret 2025 Usai Get Set, Go di Jepang
Detail Dimensi Toyota Avanza Mulai dari Lebar, Panjang hingga Tinggi
Belum Kawin, Nissan Mau Ceraikan Honda: Tragedi Mega Merger Otomotif Dunia