• Minggu, 21 Desember 2025

Kisah Nyai Gundik Meneer Belanda, Disayang dan Terbuang

Photo Author
- Senin, 14 Agustus 2023 | 08:00 WIB
Nyai dan Meneer Belanda yang melahirkan anak Indo dari hasil pergundikan (Dok Arsip Nasional)
Nyai dan Meneer Belanda yang melahirkan anak Indo dari hasil pergundikan (Dok Arsip Nasional)

Nyi Itih (Dok Arsip Nasional)

Datang ke Indonesia pada tahun 1915, Wilem Walraven menjalani sejumlah profesi hingga jadi pengarang dan wartawan majalah Belanda dengan nama samaran Maarten Cornelis (MC).

Baca Juga: Politik Identitas Rezim Orba Terhadap Umat Islam, Dari Penculikan Hingga Larangan Jilbab

Awalnya, Wilem Walraven melihat Itih sekitar tahun 1916 di warung tentara pamannya di Cimahi.

Lantaran kerap bertemu, tumbuh benih-benih cinta. Wilem Walraven kemudian memutuskan menjadikan Itih sebagai gundik.

Itih yang telah jadi gundik mendapat sematan Nyai atau nyi di depan namanya. Namun, kadung cinta Wilem Walraven kemudian membawa Itih ke Belanda beserta anak-anak hasil hubungannya dengan Itih.

Baca Juga: Pendisiplinan Kepala ala Rezim Orba, Dari Razia Rambut Gondrong Berujung Maut Hingga Tak Boleh Punya KTP

Sejumlah sumber menyebutkan, Nyi Itih lahir pada tahun 1898 dan meninggal dunia pada tahun 1969.

Nyai Saritem

Kisah Nyai yang kontroversial ini sejatinya hanya urban legend, legenda urban dari mulut ke mulut yang faktanya belum terbukti.

Nama perempuan itu adalah Sari Iteng atau lebih dikenal dengan nama Nyai Saritem.

Baca Juga: Hukum di Masa Rezim Orba: Nestapa Sengkon Karta, Divonis Tanpa Bersalah Lalu Menderita Sampai Meninggal

Menurut buku 'Saritem Uncensor' tulisan Wakhudin, Saritem merupakan sosok gadis belia dengan paras jelita. Melihat dari karakter namanya kemungkinan berasal dari Jawa Tengah atau Yogyakarta.

-

Nyai Saritem (Dok Arsip Nasional)

Sosok Saritem kemudian memikat hati tentara Belanda yang kemudian menjadikannya sebagai gundik.

Tentara Belanda kemudian meminta Saritem untuk mencari perempuan lain. Tak hanya dari Bandung, perempuan yang menjadi gundik militer Belanda juga berasal dari daerah lain seperti Sumedang dan Indramayu.

Baca Juga: Doktrin Politik Rezim Orba Melalui Film Horor dan Keruntuhan Film Indonesia Lewat Monopoli Bioskop

Lambat laun Saritem mengumpulkan semakin banyak perempuan, fenomena gundik itu pun bergeser ke arah lokalisasi di kawasan Gardu Jati, Kota Bandung sekitar tahun 1883.

Saat itu, banyak juga warga yang kemudian menjalani bisnis menyediakan jasa perempuan untuk berkencan. Lama-kelamaan daerah tersebut terkenal dengan nama Saritem.

Namun budayawan Jawa Barat Budi Dalton menyampaikan, sebenarnya Nyai Saritem memiliki nama asli Nyimas Ayu Permatasari.

Baca Juga: Ekonomi di Rezim Orba: Cuan Tipis di Freeport, Swasembada Tapi Impor, Mobnas Gagal, KKN Merajalela

Menurut Budi Dalton, Saritem justru berjuang menyelamatkan para wanita tuna susila dari cengkraman muncikari.

Nyimas Ayu Permatasari merupakan istri dari seorang Belanda dan tinggal di daerah Kebon Tangkil, di Bandung.

Saat itu, para pelacur banyak yang curhat dan bercerita kepada Saritem bahwa mereka sebenarnya tidak ingin bekerja di pelacuran. Tapi mereka tertipu oleh para germo.

Kepada Nyai Saritem, para pelacur menyatakan ingin berhenti profesinya. Para perempuan itu kemudian mendapat jampi-jampi agar tidak laku hingga kemudian sang germo memulangkannya.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kasim Lopi

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X