Ditangkap Belanda, Menjelma dan Jadi Pejuang
Pindah ke Surabaya membuat Tantri belakangan justru ditangkap penguasa militer Jepang. Ia dicurigai sebagai mata-mata Amerika sehingga menjalani tahaanan militer Jepang selama tiga tahun.
Di dalam penjara, ia menerima berbagai penyiksaan. Dia digantung, dipukuli, dan sempat diarak dalam kondisi telanjang.
Sisi kemanusiaannya dipermalukan, fisik dan mentalnya dihajar tentara Jepang hingga dibiarkan kekurangan makanan.
Baca Juga: Indonesia Pernah Hampir Punya Nuklir di Era Soekarno, Bikin Negara Tetangga Ketar-ketir
Sejarawan dari Universitas Airlangga, Purnawan Basundoro, mengungkapkan, K’tut Tantri dipenjara di Kota Surabaya. Beragam siksa menyebabkan ia sakit ketika Jepang menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945.
Tantri dibebaskan dalam kondisi sakit sehingga harus dirawat di Rumah Sakit Simpang Surabaya, RS terbesar di Kota Surabaya pada saat itu.
Di rumah sakit Simpang Surabaya inilah Tantri berkenalan dengan orang-orang yang membuatnya tergerak untuk terlibat dalam perjuangan membela kemerdekaan Indonesia. Khususnya melalui orasi berita-berita yang disiarkan melalui radio pemberontakan bersama Bung Tomo.
Bambang Sulistomo, anak Bung Tomo, mengatakan, bapaknya saat itu memang tengah mencari penyiar yang bisa bahasa Inggris di Radio Badan Pemberontakan Republik Indonesia atau BPRI yang baru dibentuknya.
“Lalu secara kebetulan ada seorang tokoh Surabaya yang memperkenalkannya dengan Tantri,” katanya.
Perkenalan ini yang mengantarkan Tantri sebagai relawan pejuang kemerdekaan. “Jadi relawan yang siaran menggunakan bahasa Inggris. Setiap kali ada pandangan mata tentang pertempuran, dia melaporkannya ke luar negeri sehingga didengar oleh dunia,” paparnya.
Selama berjuang di radio, ia dijadwalkan siaran sebanyak dua kali dalam semalam dengan menggunakan bahasa Inggris.
Baca Juga: Menguak Operasi Alpha di Era Orde Baru, Skenario BAIS dan Mossad Beli A-4 Skyhawk Israel untuk Pertahanan Udara Indonesia
Pelaku sejarah Pertempuran 10 November 1945, Amad, membenarkan siaran bahasa Inggris Tantri setiap pukul sembilan malam.
“Orangnya masih muda, kurus dan sering pakai baju kembang kuning. Saya ketemu dua tiga kali dengan pakaian yang sama, tapi orangnya banyak senyum,” ujar Amad.
Berkat orasi-orasi dan berita-berita yang disiarkan K’tut Tantri di radio pemberontakan, maka berbagai informasi terkait pertempuran Surabaya dan suara hati rakyat Indonesia yang bertekad kuat untuk tetap merdeka didengar luas oleh dunia internasional.
Artikel Terkait
Bang Pi'ie Jawara Pasar Senen: Pejuang Kemerdekaan 1945 yang Jadi Pengendali Bandit Jakarta, Menteri di Era Soekarno, Tolak Kenaikan Pangkat dari Soeharto
Pangeran Djatikusumah, Tokoh Sunda Wiwitan dan Pejuang Keberagaman Wafat dengan Tenang
Sejarah Paskibraka: Dari Lima Pemuda di Yogya hingga Formasi 17-8-45 yang Jadi Ikon Kemerdekaan
Kapolda NTT Minta Jajaran Anak Buahnya Melakukan Perbaikan Diri di Momen Kemerdekaan
Visualnya Real Banget! Putra Hanung Rilis Film Pendek Sejarah Kemerdekaan dengan AI