KONTEKS.CO.ID - Rencana Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, untuk menunjukkan komitmennya pada reformasi administrasi dengan memotong gajinya sendiri dan gaji seluruh anggota kabinet, kini menghadapi kritik tajam.
Alih-alih dipandang sebagai langkah efisiensi anggaran yang populis, langkah ini justru dianggap sebagai sinyal kontradiktif yang berbahaya bagi psikologi ekonomi nasional.
Bagi publik Jepang, yang kini sedang berjuang untuk mendapatkan kenaikan pendapatan rumah tangga setelah puluhan tahun terjebak deflasi, langkah Takaichi ini menjadi sebuah ironi.
Baca Juga: Kasus Korupsi Kuota Haji, KPK Minta Keterangan Eks Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kemenag
Di saat pemerintah secara agresif mendorong perusahaan-perusahaan swasta untuk menaikkan gaji karyawannya, pemerintah sendiri justru memamerkan aksi pemotongan gaji di tingkat tertinggi.
Kritik paling keras datang dari Pemimpin Partai Demokrat untuk Rakyat, Yuichiro Tamaki.
Ia secara blak-blakan menyebut rencana pemotongan gaji itu sebagai simbol dari pola pikir deflasi.
Tamaki mempertanyakan waktu yang dipilih Takaichi, yang dinilai sangat tidak tepat. Bagi para kritikus, mustahil meminta perusahaan swasta menaikkan upah, jika negara sebagai pemberi kerja terbesar justru memberi contoh sebaliknya.
Seperti dilaporkan The Japan Times, Selasa, 11 November 2025, PM Takaichi bertujuan menunjukkan komitmen reformasi dengan merevisi undang-undang remunerasi pegawai negeri dalam sidang parlemen luar biasa.
"Kami akan membahas revisi undang-undang agar gaji menteri tidak jauh lebih tinggi dari anggota parlemen," ujar Takaichi mengutip Rabu, 12 November 2025.
Ini adalah salah satu janji lamanya untuk memangkas biaya pemerintah. Niat ini juga didukung oleh mitra koalisi barunya, Partai Inovasi Jepang (Nippon Ishin no Kai), yang juga gencar menyerukan pengurangan hak-hak istimewa anggota parlemen.
Dukungan atas langkah ini juga datang dari internal koalisi. Co-leader JIP, Fumitake Fujita, memuji upaya Takaichi sebagai inisiatif yang luar biasa. Bagi para pendukungnya, ini adalah bukti nyata bahwa reformasi anggaran dan efisiensi dimulai dari atas, sebuah langkah simbolis yang diperlukan untuk memenangkan hati rakyat.
Namun, langkah simbolis inilah yang kini diperdebatkan dampaknya. Saat ini, para menteri kabinet sebenarnya sudah mengembalikan sebagian dari tunjangan mereka secara sukarela.
Artikel Terkait
Princess Hitachi Hanako dan Istri PM Jepang, Yoshiko Ishiba Terpesona Keindahan Perak Bali dan Kain Batik
Ogah Mundur, PM Jepang Shigeru Ishiba Bersikeras Bertahan Walau Partainya Kalah
Kalah Pemilu, Laporan Sebut PM Jepang Shigeru Ishiba Mundur
Ragam Fakta Menarik di Balik Mundurnya PM Jepang Shigeru Ishiba
PM Jepang Tolak Hentikan Impor LNG Rusia, Khawatir Dampak Energi dan Biaya Listrik