KONTEKS.CO.ID - Publik heboh dengan salah satu klausul dalam Agreement on Reciprocal Trade (ART) yang dirilis Gedung Putih pada 22 Juli 2025.
Demi tarif 19%, Pemerintah Indonesia dikabarkan bersedia menyerahkan data pribadi rakyatnya. Tentu saja hal ini mengundang polemik.
Mengenai klausul mentransfer data pribadi warga +62 ke Amerika Serikat sebagai salah satu kesepakatan dagang Jakarta-Washington, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan dalihnya.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Pastikan Terima Laporan Erika Carlina soal Pengancaman
"Jadi, sebetulnya data ini yang isi masyarakat sendir pada saat mereka mengakses program (aplikasi). Tidak ada pemerintah mempertukarkan data secara government to government (pemerintah ke pemerintah). Namun yang sebenarnya ialah bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut bisa memperoleh data, memperoleh konsen dari masing-masing pribadi," ungkap Airlangga saat mengikuti Konferensi Pers Joint Statement Indonesia-AS di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis 24 Juli 2025.
Menurut dia, semuanya bersifat masing-masing pribadi. "Pada saat unduh berita atau mau subscribe media kadang-kadang kita ditanya email. Kalau enggak, beritanya nggak ditampilkan," jelas mantan Ketum Partai Golkar itu.
Ia mengatakan, data yang dipindahkan adalah data dasar dengan persetujuan dari masing-masing individu pengguna.
Baca Juga: Gibran Klarifikasi Isu Hoaks soal IKN: Bukan Babat Hutan, Justru Kembangkan Persemaian Bibit
Airlangga memberi contoh praktik berlanggangan yang memerlukan sejumlah data dari penggunanya.
"Sebetulnya sejumlah data pribadi adalah praktik dari masyarakat pada saat mendaftar di Google, Bing, melakukan (transaksi jual-beli) e-commerce, dan lainnya. Ketika membuat email, akun, itu kan data upload sendiri," kata Erlangga.
Menurut dia, kesepakatan Indonesia dan AS mengenai klausul itu adalah membuat protokol untuk hal tersebut.
Baca Juga: Plesiran ke Luar Negeri saat Laba Turun dan Utang Naik Rp711 T, CBA Dorong Kejagung Periksa Dirut PLN Darmawan Prasodjo
Airlangga memastikan finalisasi kesepakatan yang ada adalah pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur untuk tata kelola lalu lintas data pribadi antarnegara.
Lebih jauh dia mencontohkan akses data pribadi warga Indonesia didapat lembaga asing saat bertransaksi keuangan. Semisal bertransaksi menggunakan kartu kredit Mastercard atau Visa.
Menko Perekonomian menjelaskan, pemberian akses data itu terkait prinsip know your customer (KYC). Meski begitu, pemerintah menegaskan tak serta-merta data itu bisa disalahgunakan.
Baca Juga: Mencoba Mendarat, Pesawat Antonov-24 Rusia dengan 49 Penumpang Jatuh di Hutan Lebat
"Itu ada mekanismenya sendiri, bahkan ketika payment system kan tak bisa digunakan begitu saja. Ada security lain, seperti OTP (one-time password) dan lainnya. Jadi data security itu menjadi penting dan inilah yang diperlukan protokol kuat untuk melindungi data dalam transaksi," katanya.
'Baik itu dipakai melalui cloud computing atau ke depannya bakal semakin banyak lagi penggunaan AI," tuturnya lagi.
Airlangga menambahkan, AI merupakan data mining atau scrolling dari semua data-data yang tersebar di dunia digital.
Baca Juga: Kasatgas Pangan Ungkap Alasan Kasus Beras Oplosan Naik Penyidikan, Salah Satunya Kualitas Tak Sesuai Aturan
"Lalu data itu tentunya terus diawasi oleh otoritas Indonesia yang juga berdasarkan kehati-hatian dan berdasarkan hukum nasional tentang perlindungan data pribadi. Pemerintah pun menegaskan data ini dilakukan dalam kerangka yang secure, reliable, dan data governance," tambahnya..
Pemerintah, melalu Kemenko Perekonomian, mengklaim tata kelola ini bakal menjadi dasar hukum dalam perlindungan data pribadi trakyat Indonesia. Tetapi ia tak merinci lebih lanjut kapan finalisasinya tuntas.
Dikabarkan sebelumnya, Gedung Putih mengungkap sejumlah klausul yang ada dalam perjanjian dagang RI dan AD terkait tarif resiprokal.
Baca Juga: Marcus Rashford Resmi Gabung Barcelona: Pilihan yang Terasa Seperti Pulang ke Rumah
Salah satu klausulnya adalah komitmen transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat.
Gedung Putih menegaskan Indonesia bakal menyediakan kepastian terhadap kemampuan memindahkan data personal ke AS. ***