KONTEKS.CO.ID - Koalisi Sipil Masyarakat Antikorupsi menggeruduk Istana Negara di Jalan Veteran No 17, Jakarta Pusat, Rabu 28 Mei 2025.
Kedatangan koalisi yang terdiri dari IPW, KSST, TPDI, dan Perekat Nusantara itu menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto.
Koalisi Sipil Masyarakat Antikorupsi meminta Presiden menggelar audit investigasi dengan memanfaatkan sistem digital pengelolaan batubara terintegrasi. Hal itu diperlukan dalam membongkar dugaan korupsi manipulasi kualitas dan harga pengadaan batubara yang angkanya menembus 40% dari quantity total batubara yang dibutuhkan Subholding PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI).
Baca Juga: Hercules Minta Maaf dan Cium Tangan Sutiyoso, Sempat Sebut Tak Takut dan Bau Tanah Kini Bilang Anggap Bapak Sendiri
Praktik yang diduga merugikan negara ratusan triliun rupiah itu terindikasi melibatkan Jampidsus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah.
“Batubara yang dipasok PLN EPI, selama bertahun-tahun ternyata memiliki kualitas kalori jauh di bawah spesifikasi, yakni 3.000 GAR (Gross Caloric Value). Padahal, sesuai spesifikasi boiler PLTU milik PLN, kalori batubara yang diperlukan 4.400-4.800 GAR," ungkap Koordinator Koalisi Sipil Masyarakat Antikorupsi, Ronald Loblobly, kepada wartawan di halaman Sekretariat Negara, Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu 28 Mei 2025.
Datang bersama Koordinator TPDI, Petrus Seletinus; Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso; dan Carel Ticualu dari Perekat Nusantara, Ronald Loblobly menambahkan, mengacu kebutuhan batubara PLN EPI mencapai 161,2 juta MT pada 2023, maka nilai kerugian negara rata-rata bisa mencapai Rp15 triliun per tahun. "Ini akibat terjadinya manipulasi kualitas dan harga batubara 3.000 GAR,” papar Ronald.
Perusahaan yang Diduga Terlibat Praktik Korupsi Batubatara
Pada praktik dugaan korupsi manipulasi kualitas dan harga pada perjanjian pengadaan batubara di PLN EPI, Jampidsus Febrie Adriansyah diduga bertindak sebagai "intimidator" yang "mengamankan" kepentingan beberapa perusahaan, di antaranya PT Oktasan Baruna Persada dan PT Buana Rizky Armia.
Baca Juga: Preview Final Conference League: Real Betis Tantang Chelsea, Gengsi Sejarah Baru!
Perusahaan inilah yang menyuplai batubara ke PLN EPI dengan 3.000 GAR dari yang seharusnya kalori 4.400-4.800 GAR.
PT Oktasan Baruna Persada tercatat mendapat kontrak dengan quantity sebanyak 2.100.000 metrik ton per tahun sejak 2018-2026.
Sedangkan saat berkonsorsium PT Buana Rizky Armia, PT Oktasan Baruna Persada mengantongi kontrak dengan quantity sebanyak 819.000 metrik ton per tahun sejak 2009 hingga 2032.
Terakhir, PT Buana Rizky Armia mendapat kontrak dengan quantity sebanyak 1.490.000 metrik ton per tahun sejak 2022 hingga 2027.
Baca Juga: Pramono Anung Tak Ingin Ondel-ondel Digunakan untuk Ngamen
"Perusahaan tersebut hingga tahun 2025 telah merugikan keuangan negara sebesar Rp5 triliun. Nilai ini tidak termasuk dikeluarkannya biaya tambahan untuk perbaikan dan peningkatan peralatan yang terdampak," tuturnya.
"Karena terjadi penurunan performa pembangkit dan mempercepat kerusakan peralatan, terutama pada boiler dan sistem coal handling. Sedangkan untuk perusahaan lain yang melakukan kejahatan yang sama dikenakan setoran wajib sebesar Rp150.000 per metrik ton,” katanya lagi.
Komitmen Presiden Prabowo Berantas Korupsi
Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi menegaskan komitmennya mendukung penuh langkah-langkah pemberantasan korupsi yang tengah gencar dilakukan Presiden Prabowo Subianto dan Kejaksaan Agung.
Namun niat baik Presiden yang ingin menyejahterakan rakyat dengan mendorong kuat pemberantasan korupsi dan penguatan integritas aparatur pemerintah, akan sulit dicapai.
Baca Juga: Candi Borobudur untuk Umum Saat Kunjungan Prabowo dan Presiden Prancis Emmanuel Macron
Hal itu sulit terwujud jika penyalahgunaan kewenangan dan/atau dugaan korupsi layaknya pemeo: “Memberantas korupsi sembari melakukan tindak pidana korupsi” ada dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus dibiarkan terus berlanjut.
“Dengan berat hati dan perasaan masygul, ingin kami sampaikan testimoni. Berdasarkan hasil penelitian mendalam yang telah dilakukan terhadap kinerja Febrie Adriansyah selama menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, ditemukan fakta-fakta yang dapat dipandang, selama ini publik dan Kepala Negara ternyata telah dikelabui," kata Ronald.
"Saban hari diumumkan nama-nama tersangka, sebelum digiring masuk ke mobil tahanan, seolah-olah itu diklaim sebagai prestasi, hasil dari sebuah penegakan hukum, dan pemberantasan korupsi yang bersih, adil dan tanpa pandang bulu," tukasnya.
Dalam konferensi pers, sambung dia, tak lupa Kejagung mengumumkan nilai kerugian negara dengan jumlah fantastis hingga mencapai ratusan triliun rupiah. Padahal ini tanpa metodologi ilmiah dan menyesatkan yang diduga bertujuan membangun sensasi dan popularitas semata.
Baca Juga: Ibunda Ronald Tannur Dituntut 4 Tahun Penjara karena Suap Hakim, Jaksa Ungkap Bukti Menguatkan
Tanpa bermaksud hendak “gebyah uyah”, menurut Ronald Loblobly, yang terjadi selama ini adalah praktik yang lazim disebut sebagai “Berantas Korupsi Sembari Korupsi”.
Buruknya Penanganan Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina
Dalam penanganan penyidikan dugaan korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018 hingga 2023 misalnya.
Kejagung mengklaim telah terjadi kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun. Terdiri dari 5 (lima) komponen atau cluster, pertama kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun.
Kedua, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/broker sekitar Rp2,7 triliun. Ketiga, kerugian impor BBM melalui DMUT/broker sekitar Rp9 triliun. Keempat, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun. Terakhir, kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
Baca Juga: Teken Kontrak Baru hingga 2031, Gaji Lamine Yamal di Barcelona Segede 'Gaban'
Tetapi, tegas Ronald, kelima komponen atau cluster kerugian negara tersebut tidak ada hubungannya dengan peran dan perbuatan para tersangka.
Sampai hari ini Kejaksaan Agung tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap 79 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang terdaftar pada Ditjen Migas -- apalagi menetapkan sebagai tersangka.
Dalam kaitan dengan komponen kerugian negara Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun dan Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun, tidak pernah dilakukan pemeriksaan terhadap DMUT/Broker yang dimaksud. Apalagi menetapkan sebagai tersangka.
Padahal telah beredar luas di tengah masyarakat nama-nama DMUT/Broker minyak mentah selama kurun waktu 10 tahun secara terus menerus sejak tahun 2014. Antara lain, Boy Thohir, Febri Prasetiadi Suparta alias James, Seto, Denny Wewengkang, dan Widodo Ratanachaitong.
Baca Juga: Wow, Hasil Cukai Rokok Ternyata Sanggup Gratiskan Iuran BPJS Kesehatan se-Indonesia
Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi telah melakukan penelitian mendalam atas penanganan kasus korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018 hingga 2023.
Mereka menemukan maladministrasi dan/atau penyalahgunaan wewenang di dalamnya, yang diduga dilakukan Jampidsus Febrie Adransyah, dengan motif ingin mendapatkan manfaat tertentu dari orang-orang yang menjadi pelaku korupsi yang sebenarnya.
Koalisi Sipil Masyarakat Antikorupsi juga telah melakukan penelitian mendalam atas penanganan kasus korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018 hingga 2023.
Baca Juga: Menang 1-0, ASEAN All Stars Permalukan Manchester United di Depan Ribuan Suporter Fanatik
Ditemukan maladministrasi dan/atau penyalahgunaan wewenang di dalamnya, yang diduga dilakukan Jampidsus Febrie Adransyah, dengan motif ingin mendapatkan manfaat tertentu dari orang-orang yang menjadi pelaku korupsi yang sebenarnya.
Hasil Analisis Kasus Zarof Ricar
Pegiat antirasuah sebelumnya pada 26 Mei 2025 telah meminta kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan mendalami empat fakta penting bukti dugaan penyalahgunaan kewenangan dan/atau merintangi penyidikan (obstruction of justice). Praktik itu diduga dilakukan oleh Jampidsus Febrie Adriansyah dalam penanganan penyidikan kasus korupsi Zarof Ricar.
Kejanggalan pertama, sebut Ronald, hingga kini tidak pernah dilakukan penggeledahan terhadap rumah dan kantor pihak penyuap, pasca-Zarof Ricar mengaku di depan penyidik telah memerima suap Rp50 miliar dan Rp20 miliar dari Ny. Purwanti Lee, pemilik Sugar Group Companies pada 26 Oktober 2024.
Setelah ramai dikritisi, enam bulan kemudian, baru penyidik mengaku telah melakukan pemanggilan terhadap Ny Purwanti Lee, Vice President PT Sweet Indolampung (SIL) pada 23 April 2025. Kemudian Gunawan Yusuf, Direktur Utama PT Sweet Indolampung pada 24 April 2025.