• Minggu, 21 Desember 2025

Tragedi Irene Sokoy dan Bayinya Meninggal di Kandungan, Menkes Salahkan Faktor Kekurangan Dokter Spesialis

Photo Author
- Jumat, 28 November 2025 | 22:42 WIB
Mobil ambulans yang membawa jenazah Irene Sokoy dan bayi yang dikandungnya. Mereka meninggal setelah ditolak 4 RS di Papua. (Foto: X.com  @Karel02057679)
Mobil ambulans yang membawa jenazah Irene Sokoy dan bayi yang dikandungnya. Mereka meninggal setelah ditolak 4 RS di Papua. (Foto: X.com @Karel02057679)

KONTEKS.CO.ID – Tragedi kematian Irene Sokoy dan bayinya di dalam kandungan karena ditolak 4 (empat) rumah sakit di Jayapura, Papua, jelas menohok Kementerian Kesehatan atau Kemenkes.

Kemenkes kemudian memastikan membuat serangkaian langkah perbaikan sistem kegawatdaruratan dan tata kelola layanan kesehatan.

Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, mengatakan, persoalan ini terjadi tidak hanya di Papua, tapi juga di berbagai daerah lainnya.

Baca Juga: Daerah Aliran Sungai dan Lahan Kritis Memperparah Banjir dan Longsor di Pulau Sumatra

“Masalah ini terjadi bukan hanya di Papua saja. Ini (kasus di Papua) kebetulan yang masuk ke berita. Tapi daerah-daerah lain hal ini pun terjadi,” ungkap Menkes saat mengungkap hasil investigasi penolakan pasien di Papua Gedung Kemenkes, Jaksel, mengutip Jumat 28 November 2025.

Dijelaskannya, salah satu akar masalahnya adalah kekurangan dokter spesialis. Khususnya obstetri-ginekologi (obgyn) dan anestesi di wilayah luar Jawa.

Kekurangan ini berimbas langsung pada pelayanan kegawatdaruratan. Sebab tidak ada dokter pengganti ketika mereka sedang studi atau mengikuti pelatihan.

“Kekurangan dokter spesialis dalam hal ini obgyn dan anestesi itu masif terjadi di luar Jawa. Jadi kasian kejadian-kejadian ini menimpa saudara-saudara kita yang ada di luar Jawa,” ujarnya.

Baca Juga: Rupiah Stabil, Aliran Modal Asing Menguat di Pekan Keempat November

Untuk mengatasi masalah mendasar ini, Kemenkes telah membangun sistem pendidikan berbasis rumah sakit (hospital based).

Pemerintah juga mempercepat perekrutan putra-putri daerah untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis tersebut. Kebijakan ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang meminta penyiapan 500 rumah sakit pendidikan.

“Putra-putri daerah agar mereka tinggal di sana, mereka pegawai di sana, nggak usah nanti pindah-pindah lagi. Supaya bisa menjadi dokter spesialis di daerah asal mereka,” tutur Budi.

Selain masalah SDM, Budi menyoroti lemahnya tata kelola rumah sakit daerah. Analisisnnya, banyak kepala daerah malah meminta pendampingan dari Kemenkes untuk memperbaiki manajemen rumah sakit setempat.

Baca Juga: Di Depan Anggota Komisi XI DPR, Menkeu Purbaya Banggakan Keberhasilan Guyuran Rp200 Triliun ke Himbara

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X