KONTEKS.CO.ID – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mengakui tantangan berat dalam memberantas peredaran rokok ilegal di Tanah Air.
Meski operasi penindakan terus digencarkan, peredaran rokok tanpa pita cukai resmi ini tetap marak terjadi, didorong oleh tingginya permintaan dari masyarakat yang daya belinya tertekan.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Djaka Budhi Utama, membeberkan bahwa faktor utama yang membuat rokok ilegal sulit dimatikan adalah perilaku konsumen yang selalu mencari alternatif murah.
Baca Juga: Modal Kemenangan di Burnley, Chelsea Siap Hadapi Barcelona
Dalam kondisi ekonomi yang menantang, harga menjadi faktor penentu utama bagi para perokok, khususnya di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah.
"Hambatan dalam rangka pemberantasan rokok ilegal, pertama faktor daya beli masyarakat yang masih mencari rokok murah," ungkap Djaka dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Selasa, 24 November 2025, sebagaimana dikutip Konteks.co.id dari laman CNBCIndonesia.com, Selasa, 25 November 2025.
Menurut Djaka, budaya merokok yang mengakar kuat di masyarakat (sosio-kultural) turut memperparah situasi.
Baca Juga: EDGE dan Republikorp Jalin Kemitraan Pertahanan Rp116 Triliun di Indonesia, Dibantu UEA
Bagi sebagian besar perokok dari kalangan ekonomi bawah, prioritas utamanya adalah tetap bisa merokok tanpa mempedulikan merek atau legalitas produk.
Akibatnya, ketika harga rokok legal melambung tinggi akibat kenaikan tarif cukai, mereka serta-merta beralih ke rokok ilegal yang harganya jauh lebih terjangkau.
"Jadi selama budaya kebiasaan masyarakat merokok yang pasti akan terus merokok walaupun gencarnya kelompok antirokok, rokok membunuhmu, selama merokok itu terus berkembang yang pasti masyarakat merokok," tambahnya.
Baca Juga: Air Hujan di Surabaya Ditemukan Tercemar Mikroplastik, BRIN Ungkap Risiko Sebenarnya
Fenomena pergeseran konsumsi ke rokok yang lebih murah atau ilegal ini dikenal dengan istilah downtrading. Data produksi rokok hingga akhir Oktober 2025 mengonfirmasi tren ini.
Produksi rokok Golongan 1 (pabrikan besar dengan tarif cukai tertinggi) anjlok 9,4% menjadi 125,7 miliar batang.
Artikel Terkait
Menkeu Purbaya Ogah Naikkan Harga Rokok: Biarkan Saja
Awas, Penjara Lima Tahun Bagi yang Nekat Hisap Rokok Ilegal
Pajak Khusus dan Kawasan Industri Tembakau Ditargetkan Mulai Desember, Tekan Rokok Ilegal
BRIN: Vape Lebih Aman dari Rokok Konvensional? Ini Hasil Uji 9 Senyawa Berbahaya
Grup Sampoerna Menutup Era di Pasar Modal, dari Perusahaan Rokok hingga Sawit