• Minggu, 21 Desember 2025

KIKA: Sanksi Mahasiswa UTA'45 Jakarta Bertentangan dengan Konstitusi, Harus Dicabut!

Photo Author
- Senin, 17 November 2025 | 13:08 WIB
 Presidium Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), soal skorsing mahasiswa UTA'45 Jakarta yang gelar diskusi gelar pahlawan nasional Soeharto (Foto: UTA'45)
Presidium Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), soal skorsing mahasiswa UTA'45 Jakarta yang gelar diskusi gelar pahlawan nasional Soeharto (Foto: UTA'45)


KONTEKS.CO.ID - Sanksi skorsing yang diterima mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 (UTA'45) Jakarta masih menuai polemik.

Presidium Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Herdiansyah Hamzah menilai, skorsing terhadap mahasiswa bernama Damar Setyaji Pamungkas itu merupakan pelanggaran konstitusi yang menjamin kebebasan akademik.

Dia menegaskan, kritik terhadap pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2, Soeharto merupakan bagian dari kebebasan akademik.

Baca Juga: Candaan Presiden Prabowo Tantang 'Boxing’ Siswa SMPN 4 Bekasi

"Keliru kalau kampus menghukum skors karena dianggap di ranah politik praktis. Justru yang perlu belajar tentang makna kebebasan akademik itu kampus," tegas Herdiansyah menukil laporan Tempo, Senin, 17 November 2025.

Menurut Herdiansyah, hukuman itu bertentangan dengan prinsip kebebasan akademik yang tertuang dalam pasal 28E ayat 3 UUD 1945.

Dalam pasal itu ditegaskan, warga berhak mengekspresikan pendapatnya.

Dia menegaskan, perbedaan pendapat merupakan bagian dari prinsip-prinsip kebebasan akademik yang tertuang dalam Surabaya Principles on Academic Freedom 2017 (SPAF).

Kampus, kata dia, harus belajar mengenai makna kebebasan akademik.

Baca Juga: OCA AI Assistant Telkom Optimalkan Interaksi Pelaku Usaha dengan Pelanggan

Dalam pendapat UNESCO pada 1997 menegaskan, kebebasan akademik bukan hanya pendidikan hingga pengajaran melainkan juga proses meneliti dan menyampaikan hasil penelitian yang bebas dari sensor.

Makna kebebasan akademik, lanjutnya, termasuk kritik terhadap kekuasaan yang dianggap abai terhadap kepentingan rakyat.

Herdiansyah menilai kritik itu merupakan bagian dari kebebasan akademik dan harus dijamin, termasuk pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto.

Dia lantas meminta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) tidak dia dengan sanksi terhadap mahasiswa karena berbeda pendapat.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Lopi Kasim

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X