• Minggu, 21 Desember 2025

Gelar Pahlawan Nasional Soeharto Labrak Tiga Aturan dan Putusan MA

Photo Author
- Senin, 10 November 2025 | 09:52 WIB
Ganjar sebut Marsinah layak dapat gelar Pahlawan Nasional daripada Soeharto. (X @aksikamisan)
Ganjar sebut Marsinah layak dapat gelar Pahlawan Nasional daripada Soeharto. (X @aksikamisan)
KONTEKS.CO.ID – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto setidaknya labrak tiga ketentuan hukum dan putusan Mahkamah Agung (MA).
 
"Bertentangan dengan empat peraturan dan Putusan Mahkamah Agung," kata Muhammad Isnur, Ketua YLBHI di Jakarta, Senin, 10 November 2025.
 
Adapun tiga peraturan dan putusan MA tersebut yakni:
 
1. Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 17 Tahun 2022
 
 
Kepres tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi yang Berat Masa Lalu ini menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia mengakui telah terjadi pelanggaran HAM berat di berbagai peristiwa dan mengakibatkan pembunuhan massal jutaan orang. 
 
"Pada Presiden Soeharto telah terjadi berbagai kejahatan kemanusiaan dan Soeharto bertanggung jawab," katanya.
 
Isnur menyampaikan, beberapa pelanggaran HAM berat era Soehato yaitu:
 
 
1. Peristiwa 1965-1966;
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985;
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989;
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989;
6. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa tahun 1997-1998;
7. Peristiwa kerusuhan Mei 1998;
8. Peristiwa Trisakti dan Semanggi 1 Tahun1998
 
2. TAP MPR X Tahun 1998
 
Selain Kepres di atas, TAP MPR X Tahun 1998 juga menyebutkan bahwa selama 32 tahun Pemerintah Orde Baru (Orba) telah memuncak pada penyimpangan berupa penafsiran yang hanya sesuai dengan selera penguasa. 
 
"Telah terjadi penyalahgunaan wewenang, pelecehan hukum, pengabaian rasa keadilan, kurangnya perlindungan, dan kepastian hukum bagi masyarakat," katanya.
 
 
3. TAP MPR XI Tahun 1998 
 
Selanjutnya, TAP MPR XI menyebutkan bahwa Presiden Soeharto dan pemerintahannya adalah pemerintahan yang penuh dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme  (KKN).
 
4. Putusan Mahkamah Agung (MA)
 
Pada tahun 2015 pun MA telah menyatakan melalui putusan No. 140 PK/Pdt/2015 bahwa Yayasan Supersemar dan Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum dan wajib membayar uang sebesar US$315.002.183 dan Rp139.438.536.678,56 (Rp 4,4 triliun) berdasarkan kurs saat itu kepada Pemerintah RI.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Setiawan Konteks

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X